16 - CURHAT

974 76 2
                                    

"Lo kenapa nggak tinggal di rumah orang tua lo aja di Medina? Ngapain pake sewa apartemen? Jarak dari kantor ke Medina juga nggak jauh-jauh banget," tanya Reyhan pada Hardin. Selama tinggal di Jakarta Hardin menyuruh Reyhan stay di apartemennya. Sebab Hardin tahu Reyhan tidak memiliki tempat tinggal di sini.

"Biar lebih bebas aja sih. Kalau tinggal di sana takut nanti malah jadi omongan tetangga," jawab Hardin acuh. Kini mereka sedang duduk santai di teras apartemen Hardin yang berada di lantai 10. Dari atas sini mereka bisa menikmati suasana malam kota Jakarta yang penuh dengan kerlap-kerlip lampu kota yang berwarna-warni. Bahkan sesekali angin malam menerpa tubuh mereka.

"Btw, gue masih penasaran kenapa tadi lo ngebet banget kenalan sama Katrina? Lo kenal sama dia?" lanjut Hardin menyelidik. Jarang-jarang sobatnya yang tampan ini terlihat begitu tertarik untuk berkenalan dengan seorang wanita yang tidak dia kenal. Karena dalam sejarah hidupnya Hardin hanya tahu bahwa Reyhan pernah jatuh cinta pada seorang wanita saat dia duduk di bangku kelas tiga SMA. Selebihnya Reyhan tak pernah bercerita atau sekedar membicarakan masalah wanita manapun dengan Hardin.

"Awalnya gue berharap gue kenal, tapi, setelah denger penjelasan lo tentang dia, kayaknya dia bukan orang yang gue cari. Gue sama Katrina beda agama. Dia kristen katolik,"

"Oh, begitu. Jadi, cewek yang selama ini lo cari-cari itu namanya Katrina?" tanya Hardin mencoba memastikan. Selama ini dia tidak pernah mau tahu tentang siapa wanita yang selalu Reyhan cari sepanjang hidupnya. Karena bagi Hardin, hal itu tidak penting.

Reyhan mengangguk perlahan. Dia meneguk minumannya. Pandangannya mengawang jauh ke depan. Seolah mencari-cari sosok yang selama ini nyaris membuat hidupnya tak tenang. Rindu itu membunuhnya di setiap detik yang dia lalui.

Tapi keteguhan hatinya serta imannya yang kuat berhasil menjaga Reyhan dari segala macam hal maksiat yang menggodanya tanpa ampun.

Jelas dia tidak mau menjadi munafik ketika melihat Hardin seringkali bermesraan dengan wanita-wanita itu. Hasrat seksualnya sebagai seorang laki-laki normal seringkali membuatnya ingin menyudahi ini semua.

Tapi, ketika lagi dan lagi dia teringat senyum manis yang terukir di wajah gadis itu, tawanya, manjanya, kejahilannya, belaian lembut tangannya serta harapan yang terpancar dari binar mata indah yang terhias bulu mata lentik itu, Reyhan dapat merasakan bahwa harapan itu begitu besar. Sebuah harapan yang sampai saat ini dia jaga dengan baik agar tidak pupus. Karena Reyhan sadar, bahwa dia sangat mencintai gadis itu.

"Secantik apa sih Katrina lo itu sampe bisa buat lo kayak begini? Jadi penasaran gue," entah mengapa Hardin sepertinya mulai tertarik dengan kisah cinta sahabatnya yang satu ini. Pastinya wanita bernama Katrina itu adalah wanita yang sangat hebat sampai bisa membuat seorang Reyhan begitu mendambakannya. Pikir Hardin dalam hati.

Reyhan tersenyum tipis. "Yang jelas, dia nggak seperti cewek-cewek koleksi lo itu." sahutnya datar.

Hardin terkekeh. "Oh ya, dapet salam tuh dari Gia. Nanyain lo mulu tiap telepon gue. Sampe bosen gue jawabnya."

"Gia kapan balik?"

"Katanya sih minggu-minggu ini. Dia bilang mau langsung nemuin lo begitu sampe Indonesia makanya dia mau ambil penerbangan langsung ke Surabaya. Tapi gue udah bilang kalau lo sekarang lagi di Jakarta,"

Reyhan hanya menanggapinya dengan seulas senyum tipis.

"Minum dulu lah," seru Hardin. Dia menyodorkan satu kaleng soda pada Reyhan.

Malam ini begitu dingin. Sedingin hati Reyhan.

*****

Katrina baru saja selesai menunaikan shalat Isya.

Dia meraih telepon genggamnya dan kembali mengecek benda mungil pintar itu. Dia sudah mengirim pesan pada Zaenab mengenai pertemuannya dengan Reyhan hari ini.

Pesan Masuk

Teteh Zaenab

Telepon atuh Trina. Biar enak ngomongnya.

Katrina pun langsung menelepon Zaenab. Pada dering pertama telepon langsung di angkat.

"Assalammualaikum, Katrina? Kamu apa kabar?" ucap suara Zaenab terdengar lembut di telinga.

"Walaikumsalam, Alhamdulillah Trina baik Teh. Teteh sendiri gimana? Semua keluarga di Bandung gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah, baik semua di sini. Hayu atuh cerita di mana ketemunya?" ujar Zaenab antusias.

"Di kantor, Teh. Dia satu kantor sama Trina sekarang."

"Eleh-eleh romantis pisan. Dunia emang sempit ya?" goda Zaenab. "Kalo udah ketemu yaudah cepet ajak ke Bandung. Kenalin sama Aki dan Nini. Lebih cepat lebih baik,"

"Teteh, aku baru ketemu sama dia hari ini tapi dia nggak kenal sama aku, karena aku pakai cadar." Wajah Katrina mendadak muram.

"Jangan sedih. Niatmu bercadar itukan karena Allah SWT. Dan apapun niat baik yang di awali karena Allah SWT, pasti akan menuai hasil yang baik juga. Justru dengan dia tidak mengenalmu itu akan lebih menguntungkan untukmu. Kamu jadi bisa lebih tahu sifat aslinya yang sebenarnya. Setiap orang itukan bisa saja berubah. Apalagi kalian sudah berpisah cukup lama. Iyakan? Jangan sampai di akhir ceritamu nanti kamu menyesal karena telah salah memilih,"

Kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut sang Hafizhah ini sungguh ajaib. Dia selalu bisa membuat Katrina lebih tenang setelah mendengar nasehatnya.

"Tapi Katrina takut tidak bisa menahan diri, Teh. Katrina takut terbawa suasana,"

"Puasa, atuh geulis. Kamu sudah tahukan tata cara berpuasa? Inshaa Allah dengan kamu berpuasa, Allah SWT akan selalu menjagamu dari pandangan yang haram, dari penyakit hati dan dari perkataan yang dusta. Kamu cukup menjadi wanita biasa yang bekerja mencari rejeki di jalan Allah SWT, karena Allah SWT. Masalah bagaimana nanti kisah cintamu berakhir, serahkan sepenuhnya pada Allah SWT. Dia yang sudah mempunyai rencana besar untukmu, suatu hari nanti,"

"Iya, Teh."

"Dan satu lagi, kalau nanti kamu memang sudah yakin betul bahwa Reyhan itu masih setia menunggumu, Reyhan itu masih seorang laki-laki baik seperti dulu ketika kalian baru saling mengenal satu sama lain, barulah beritahu dia siapa kamu sebenarnya. Supaya kalian bisa terlepas dari fitnah dunia dan penyakit hati. Lalu yang terakhir langsung suruh dia melamarmu,"

"Ah Teteh nih bisa aja. Belum juga apa-apa udah ke lamaran aja pikirannya."

"Amin dong, kok jawabnya malah begitu?"

Katrina tertawa kecil. "Iya-ya, Amin ya Allah,"

"Salam buat Kang Rudi dan keluarga."

"Iya Teh nanti Katrina sampaikan."

Setelah mengucap salam satu sama lain, pembicaraan di telepon itupun berakhir. Katrina menghelas nafas panjang lalu dihembuskannya cepat.

Sepertinya, dia harus mulai mempersiapkan jantungnya untuk terus berdebar-debar di sepanjang hari yang akan dia lalui di Kantor.

Mulai saat ini.

*****

Jangan lupa Koment ya...

Vote dan follow akun wattpadkuh jg...

Salam Herofah...

CINTA DIBALIK CADAR (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang