37 - KARMA

958 77 14
                                    

Engsel-engsel jendela besi itu berdecit ketika angin menerpa kerapuhannya. Menghadirkan suara pedih yang menyayat hati. Lorong-lorong rumah sakit yang gelap dengan dinding-dindingnya yang dingin menjadi saksi bisu atas hati yang terpuruk. Dia berusaha untuk bangkit namun sulit. Tubuhnya kini hanya menyisakan raga tanpa jiwa. Terseok dalam kehidupan fana yang penuh dengan kepalsuan. Merintih kesakitanpun tak akan ada yang mendengar. Kini semua terasa hampa baginya. Kosong.

Dia akui, dia memang bukan orang yang baik. Dia hanya seorang bajingan yang mencoba bahagia dengan caranya sendiri. Meski dia tahu cara itu salah.

Bukan! Itu bukan bahagia.

Dia tak pernah jumpai kebahagiaan yang sesungguhnya, bahkan selama 29 tahun hidupnya berlangsung. Yang dia tahu hanya sebatas cara menikmati hidup, tanpa ada kebahagiaan yang hakiki di dalamnya.

Reyhan menatap penuh iba, pada seorang laki-laki di depan ruangan UGD. Dia terlihat sangat kacau.

Matanya terlihat sedikit merah dan berair. Jejak-jejak linangan air mata masih membekas di pipinya. Binar cerah di mata itu hilang, terganti oleh tatapan nanar seolah meminta belas kasihan tapi terlalu angkuh untuk mengakuinya.

Hasil visum sudah keluar.

"Kerusakan pada organ intim Anggia cukup serius. Mungkin dalam beberapa waktu sakitnya masih akan terasa. Tapi kami sudah memberinya suntikan pereda nyeri. Itu akan sedikit membantunya untuk lupa. Sebab rasa sakit itu seperti memberi efek trauma. Semakin sakit maka akan terus menerus teringat. Mungkin nanti bisa ditambah dengan terapi khusus agar pemulihannya bisa lebih cepat."

"Selain mengalami kekerasan seksual, Anggia juga mengalami kekerasan fisik. Terbukti dari beberapa luka memar di bagian kepala, pelipis kanan, serta tulang punggung bagian atas. Tidak cukup serius. Namun perlu waktu pemulihan yang cukup lama."

"Sekarang kondisi Anggia belum sepenuhnya sadar. Dia hanya perlu dukungan. Motivasi dari orang-orang terdekatnya. Kasih sayang. Karena pada kasus-kasus sebelumnya, banyak dari mereka yang seharusnya sudah sadar total, tapi ada sebagian dari dalam diri mereka yang menolak untuk kembali. Hal ini sudah dikategorikan pada efek trauma tingkat tinggi. Kalaupun si korban akhirnya bisa sadar, ada kemungkinan dia akan mengalami gangguan mental. Seperti depresi. Berhalusinasi. Dan kalau sudah sangat parah efeknya mereka bisa melukai orang lain, terlebih diri mereka sendiri,"

Penjelasan dokter rumah sakit yang menangani Anggia cukup membuat Reyhan terpukul. Perasaan bersalah, lagi dan lagi dirasakannya, seperti menghantamnya bertubi-tubi.

Tapi yang jelas hal itu tidak sebanding dengan yang dirasakan keluarga Anggia. Terlebih lagi, Hardin.

Reyhan menghampiri Hardin yang masih duduk menunduk menatap lantai rumah sakit. Tangannya bertumpu pada ke dua lututnya.

Reyhan baru mengecek handphonenya shubuh tadi, padahal Pak Syamsul sudah menghubunginya dari semalam. Reyhan hanya kelelahan. Membuatnya tertidur begitu pulas di apartemen Hardin.

"Gue udah ke kantor polisi tadi. Polisi udah berhasil tangkap ke enam pelaku. Tinggal orang yang namanya Bimantara yang belum tertangkap. Polisi udah jelasin semuanya ke gue. Lo yakin nggak kenal sama orang yang namanya Bimantara itu? Kata salah seorang pelaku yang baru tertangkap pagi ini, Bimantara pernah punya seorang anak perempuan, namanya Lastri," jelas Reyhan panjang lebar.

CINTA DIBALIK CADAR (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang