27 - FLASH BACK (VIII) TERBONGKAR

707 71 24
                                    

Ini pertama kalinya aku naik motor dengan seorang cowok.

Motor hasil pinjaman dari salah satu teman di tempat Kak Reyhan bekerja part time sebagai pelayan restoran.

Hari itu, Kak Reyhan menjemputku di sekolah, setelah berhasil membohongi Bunda, aku dan Kak Reyhan menghabiskan waktu bersama dengan berkeliling kota Jakarta.

Malamnya Kak Reyhan mengantarku pulang. Untungnya aku baru saja menerima pesan dari Anggia yang mengatakan bahwa Bundaku sedang pergi berbelanja kebutuhan bulanan bersama Tante Hanum, Mamahnya Anggia. Jadi aku tak perlu takut ketahuan jika Kak Reyhan mengantarku pulang sampai depan rumah.

"Makasih ya udah anter pulang," ucapku begitu turun dari motor.

Kak Reyhan berdiri menghampiriku. Dia merogoh saku celananya lalu mengeluarkan sesuatu. Ternyata sesuatu itu adalah sebuah gelang perak dengan gantungan bulan sabit di ujungnya.

"Boleh aku pasangin di tangan kamu?"

Aku mengangguk seraya mengangkat tangan kananku. Mataku tidak beralih sedikitpun dari wajah Kak Reyhan saat dia memasangkan gelang itu di pergelangan tanganku.

"Makasih Kak, gelangnya bagus, aku suka,"

"Maaf cuma bisa kasih kamu gelang murah. Udah malem. Masuk sana. Aku pulang ya?"

Kak Reyhan hendak berbalik menuju motornya saat aku menarik lengannya hingga dia berbalik lalu aku memeluknya. "Aku sayang banget sama Kakak," ucapku sepenuh hati. Aku bisa merasakan jantung Kak Reyhan yang berdebar semakin cepat seiring dengan pelukanku yang semakin erat mendekap tubuhnya karena saat itu kepalaku menempel tepat di depan dadanya.

Saat itu aku berharap Kak Reyhan akan membalas pelukanku. Tapi ternyata tidak. Dia justru malah mendorong bahuku secara perlahan melepas pelukanku. Membuatku tercenung.

"Masuk gih, takut Bunda kamu pulang. Aku pamit ya," ucapnya menambah kekecewaanku.

Lalu dia pergi begitu saja. Bahkan tanpa membalas ucapan sayangku tadi. Ya, begitulah Kak Reyhan yang kukenal, lelaki paling sopan sejagat raya.

Kekasihku...

Aku hendak masuk ke dalam rumah ketika aku menyadari ada sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari halaman rumahku. Sepertinya aku mengenali mobil itu. Hingga aku pun mengamatinya lebih dekat.

Astaga! Itukan mobil Kak Emir? Pekikku terkaget.

Aku masih berdiri mematung di pintu gerbang ketika tiba-tiba pintu mobil itu terbuka.

"Hai Katrina, kamu baru pulang? Aku udah tunggu kamu dari tadi di mobil." ucap laki-laki bernama Emir itu. Dia tersenyum ramah ke arahku.

Tapi jujur, aku sama sekali tidak menyukai senyumannya itu.

***

Aku pikir tadi itu Kak Emir berniat untuk mampir tapi ternyata tidak. Dia datang hanya untuk menitipkan barang untuk Bunda dari Tante Mirna. Yups, Tante Mirna adalah Bundanya Kak Emir. Tante Mirna dan Bundaku sudah menjalin hubungan baik sejak lama. Berawal dari perkenalan mereka di Gereja. Dan kalau aku tidak salah dengar Bunda dan Tante Mirna sempat membicarakan masalah proyek baru mereka untuk join usaha butik di salah satu mall besar di Jakarta.

Kak Emir sendiri adalah kakak kelasku di SD dulu. Dan semenjak Bunda kami dekat satu sama lain hubunganku dengan Kak Emir pun semakin dekat. Aku sudah menganggapnya seperti Kakakku sendiri. Sayangnya hal yang paling tidak aku sukai darinya adalah dia terlalu sering ikut campur masalah kehidupan pribadiku. Tidak jauh dengan perilaku Bunda yang bisa dibilang over protektif. Maka dari itu mereka berdua sangat cocok dalam segala hal. Bahkan Bunda seperti percaya sekali pada Kak Emir untuk bisa menjagaku. Masih lekat dalam ingatanku ketika Anggia meledekku di sekolah saat dilihatnya Kak Emir mengantarku ke sekolah, "Cie yang punya bodyguard pribadi. Keren gitu mobilnya. Orangnya juga lumayan. Kalo gue jadi lo udah gue pacarin, Trin." Dasar Anggia.

CINTA DIBALIK CADAR (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang