28 - FLASH BACK (IX) SIANG YANG PENUH DRAMA

732 73 21
                                    

Ternyata kesialanku belum berhenti sampai di situ.

Gara-gara aku ngambek dan nekat berangkat sendiri ke sekolah naik angkutan umum, jadilah aku terlambat. Aku datang ketika upacara bendera sudah di mulai. Aku berteriak pada Pak Ilham, satpam sekolah supaya dia membukakan pintu untukku. Tapi bukan Pak Ilham yang menoleh justru malah Pak Guntur yang menghampiriku.

Aduh bisa panjang nih urusannya!

Pak Guntur itu guru Matematika. Dan dia satu-satunya guru di sekolah yang paling galak bin nyebelin. Nggak ada satupun siswa di sekolah yang berani berurusan dengan Pak Guntur kecuali dia sinting.

"Kenapa terlambat?" Suara Pak Guntur terdengar persis seperti namanya.

"Macet pak," jawabku lemah. Mataku sudah berlinang air mata. Hari ini aku benar benar sial. Tiga tahun aku duduk di bangku SMP, belum pernah ada guru yang membentakku. Karena aku termasuk salah satu siswi berprestasi yang hampir tak pernah melakukan pelanggaran di sekolah. Aku sudah berusaha untuk tidak menangis tapi rasanya begitu sulit. Terlebih ketika di angkot tadi aku berniat mengecek Handphoneku ternyata Bunda sudah mengambil Sim Cardnya. Semua nomor yang kusave hilang. Bunda benar-benar keterlaluan.

Setelah dihukum berdiri di depan tiang bendera selama satu jam akhirnya Pak Guntur menyuruhku kembali ke kelas. Aku merasakan perutku mual dan kepalaku agak pusing. Mungkin efek karena aku hanya sarapan sedikit tadi pagi.

Di kelas tidak ada guru. Ini minggu terakhir kami masuk karena jum'at ini kelas VII dan kelas VIII akan mengambil rapot. Sementara kelas IX sudah sama sekali tidak belajar. Pengumuman hasil UAN sudah keluar sejak satu bulan yang lalu. Sekolahku dinyatakan lulus 100%. Mungkin hanya tinggal menunggu hasil UAS saja.

Aku menjatuhkan tubuhku ke kursi dan menaruh kepalaku di atas meja. Hingga setelahnya aku malah kembali terisak. Ketika itu tak ada yang memperhatikan aku karena kelasku sedang dalam keadaan setengah kosong. Sementara yang tersisa di dalam hanya ada segerombolan cowok yang sedang nobar alias nonton bareng di pojokan. Entah apa yang sedang mereka tonton. Aku tidak peduli. Yang aku inginkan sekarang hanya bagaimana caranya aku bisa menghubungi Kak Reyhan. Itu saja. Aku tidak mau dia salah paham. Aku tidak mau kehilangan dia. Ternyata aku begitu bodoh sampai tidak terpikirkan untuk mencatat nomor Kak Reyhan di tempat lain.

"Duh kacian yang abis di hukum Pak Guntur,"

Aku mengenal suara cempreng itu, siapa lagi kalau bukan Anggia. Aku tak menghiraukan ejekannya. Aku masih tertunduk dalam tangis. Anggia duduk di sebelahku. Sepertinya dia mulai merasakan ada yang tidak beres denganku karena setelahnya nada bicaranya berubah serius. "Lo sakit Trina?"

Aku masih diam, hanya saja aku membutuhkan sebuah pelukan sekarang. Tubuhku langsung menghambur memeluk Anggia. Isak tangisku semakin menjadi.

"Trina lo kenapa?" Anggia kembali bertanya, aku bisa merasakan kekhawatiran dari nada bicaranya.

"Bunda tahu tentang Kak Reyhan. Sekarang Sim card gue diambil, semua nomor di handphone gue ilang Nggi, termasuk nomornya Kak Reyhan," isakku mengadu.

"Nyokap lo tahu darimana?"

"Kak Emir,"

"Ishhh, sumpah ya tuh cowok biang kerok, kompor meledug, kok bisa sih ada cowok mulutnya lemes begitu?" Anggia terus meracau. Sepertinya dia sangat kesal pada Kak Emir.

CINTA DIBALIK CADAR (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang