6. Gertakan

101 12 0
                                    

1.
Clara masih enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya padahal hari sudah mulai semakin siang, hari ini Clara putuskan tidak ingin berangkat ke kampus karena alasan malas itu saja.

Semalam Clara tidak bisa tidur karena Nazar yang tidak bisa di hubungi perasaannya sedikit aneh kadang kesal terhadap sikap Nazar tapi kadang pula Clara tidak bisa jauh dari Nazar katakanlah Clara labil. Ia mengambil ponselnya, mencari aplikasi WhatsApp hanya dua centang tanpa biru di sana. Nazar tidak membaca pesannya atau sekedar membuka tidak padahal pria itu terlihat online beberapa jam yang lalu, menyedihkan sekali dirinya begitu mengharapkan balasan dari seorang Nazar ia elempar ponselnya sembarangan.

Beberapa detik kemudian ponselnya berdering, Clara langsung melompat dari tempat tidur melihat, bukan Nazar melainkan Harry yang menghubunginya.

"Selamat pagi eh siang,"
"Ada apa?" Jawabnya Ketus.
"Jangan galak-galak nanti cantiknya hilang,"
"Jangan basa-basi, ada apa?"
"Siang ini kita jalan yuk?"
"Maaf aku sibuk!"
"Tapi." sambungannya langsung terputus ia melempar kembali ponselnya ke kasur.

2.
Gunawan masih di ruangan meeting bersama beberapa karyawan dan kliennya membahas rencana pembangun perusahaan cabang miliknya di Medan.

"Saya harap cabang baru kita ini bisa berkembang dan bisa di terima di masyarakat,"
"Tapi Pak bagaimana dengan pimpinan di sana?"
"Masalah itu, akan jadi urusan saya,"
"Baik Pak,"
"Bulan depan saya akan memilih salah satu karywan untuk melakukan kunjungan ke perusahaan cabang baru kita di Medan selama satu minggu, baiklah saya rasa meeting kali ini sudah cukup. Terimakasih atas waktunya." ujarnya seraya menutup rapat siang itu.

Gunawan meninggalkan ruangan yang di dalam masih terdapat beberapa karyawan termasuk Nazar.

"Zar, saya rasa kamu yang akan melakukan kunjungan ke sana,"
"Pak Vano saya hanya karyawan biasa,"
"Tapi saya rasa sepertinya tidak, bukankah kamu sangat di percaya oleh Pak Gunawan? Ilmu atau trick apa yang kamu punya Zar, Bapak dan anaknya bisa kamu dekati sekaligus," cibirnya.
"Maaf Pak saya tidak mempunyai ilmu ataupun trick, Permisi."

Perkataan Vano berhasil membuat Nazar kesal hanya saja Nazar masih bisa menahannya. Baginya selama ini apa yang dirinya dapat bukan karena Nazar bisa dekat dengan Pak Gunawan ataupun Clara tapi karena cara kerjanya yang baik.

Nazar terkejut mendapat tepukan di punggungnya setelah melihat ternyata Nadine yang tengah tersenyum seraya membawa beberapa map.

"Hay,"
"Nadine,"
"Lagi sibuk enggak Zar?"
"Enggak juga kenapa?"
"Siang ini kita makan bareng yuk di restoran sebelah,"
"Boleh,"
"Oke nanti aku tunggu kamu di lobby ya?"
"Oke."

3.
Nazar menikmati makanannya tidak dengan Nadine yang sampai sekarang masih memandang Nazar penuh kagum wajah tampan itu setiap incinya tidak pernah Nadine lewatkan. Nadine rasa hanya Nazar yang berhasil menggetarkan hatinya meskipun dirinya terkenal dengan julukan playgirl di kantor tapi ini beda sangat beda Nadine rasa perasaannya terhadap Nazar sangat berbeda bukan karena maksud lain tapi karena memang cinta.

"Tidak makan?"
"Hah?" celingukan.
"Kenapa enggak makan?"
"Iya nih aku makan," ia melahap nasi goreng miliknya.

Selesai makan mereka kembali ke kantor masih dengan Nadine yang terus-terusan tersenyum sendiri, senang karena bisa dekat dengan Nazar tanpa penghalang dari anak bos nya yaitu Clara.

Biasanya Nazar akan menolak ajakannya hanya karena lebih memilih makan siang bersama Clara di bandingkan dengan yang lainnya.

"Makasih,"
"Untuk?"
"Makan siang ini,"
"Oh, Iya aku ke atas dulu ya,"
"Iya semangat Zar."

Tampan sangat tampan melihat tubuh kekar Nazar dari belakang saja sudah membuatnya salting baginya Nazar benar-benar pria tertampan yang dirinya temui di dunia ini, ia berharap Lebih.

"Woy jangan gila,"
"Apaan sih yon,"
"Lo gila senyum-senyum sendiri?"
"Lo yang gila dasar stress!"

Nadine pergi, Dion masih diam tersenyum berdecak senang melihat ekspresi Nadine, "Stres bilang Stres." katanya.

4.
Clara tengah makan di sendirian di meja makan Clara tidak ingin sakit hanya karena memikirkan Nazar yang saat ini Nazar saja tidak memikirkannya, lalu untuk apa dirinya memikirkan Nazar. Ia mengunyah dengan lahap sampai tak terasa lidahnya tergigit sendiri, 'Ah,' mengadu sakit berhasil membuat moodnya kambuh tidak ingin meneruskan makannya.

Prang, suara sendok dan piring beradu bersamaan membuat nada yang abstrak tidak enak di dengar.

"Kenapa non?"
"Enggak kenapa-napa bi, Mama mana?"
"Sedang keluar non,"
"Oh."

Krinng.. Telepon rumah berbunyi menggema, membuat sang bibi langsung berlari mengangkatnya. Setelah mengatakan 'Ada,' bibi langsung memberikan telepon tersebut kepada Clara berhasil mengundang dahinya bergelombang.

"Hallo Clara,"

Deg. Suara bariton itu Clara kenal sangat kenal dia Nazar, Nazar menelponnya tapi untuk apa ia ingat ponselnya ia sengaja matikan.

"Clara,"
"Eh, Iya Zar,"
"Ku dengar kamu enggak berangkat kampus ya?"
"Iya,"
"Kenapa?"
"Tidak kenapa-napa,"
"Benar? Apa kamu sakit?"
"Tidak,"
"Jangan bohong baiklah nanti malam aku akan ke sana ke rumah mu,"
"Tidak usah,"
"Tidak apa, sudah dulu ya aku ingin lanjut kerja. Jaga dirimu baik-baik." sambungan terputus.

Senang atau tidak hatinya, padahal saat ini Clara tidak ingin bertemu dengan Nazar tapi disisi lain dirinya senang Nazar mengkhawatirkannya.

5.
Nazar menepati ucapannya dia datang ke rumah Clara dengan pakaian yang sangat kasual tapi masih terlihat tampan.

Clara hanya diam saat berhadapan dengan Nazar sedangkan Nazar hanya tersenyum entah apa yang membuatnya gugup.

"Kamu baik-baik saja?"
"Iya,"
"Aku rasa kamu seperti berbeda,"
"Tidak biasa saja,"
"Maaf semalam aku tidak tahu kamu menelpon ku,"
"Iya tidak apa,"
"Kamu tidak marah,"
"Tidak,"
"Zar, aku rasa ini sudah malam sebaiknya kamu pulang,"
"Tapi,"
"Aku ingin tidur,"
"Baiklah "

Nazar bingung baru sajasl sekitar 45 menit dirinya datang bahkan Nazar rasa ini belum terlalu malam tapi ya sudahlah ini permintaan Clara lagi pula ia tidak ingin menganggu waktu tidur Clara.

Nazar pulang, seperti biasa mencoba menghubungi Kirana, tunggu ada yang berbeda dengan suara Kirana ini bukan Kirana melainkan.

"Pak Anton?"
"Iya, ini saya Anton,"
"Dimana Kirana Pak?"
"Kamu tidak perlu tahu yang harus kamu tahu, kamu harus menjauhi anak saya sudah berapa kali saya ingatkan kamu,"
"Tapi Pak,"
"Jauhi anak saya!"
"Tapi Pak tolong berikan saya kesempatan,"
"Jauhi anak saya! Sampai kapan pun saya tidak akan pernah merestui hal itu, paham!" sambungan Terputus.

Nazar gundah, apalagi yang harus dirinya lakukan untuk mendapatkan restu dari Ayah Kirana, mungkin dengan bertemu kembali dan menunjukan bahwa dirinya sudah menjadi pria yang sukses di Jakarta, itu yang harus Nazar lakukan secepatnya Nazar harus pulang ke Bandung meminta izin kepada Gunawan untuk memberinya waktu libur sebentar.

••••
Thanks For Reading
Don't Forget For Voment
❤❤

My Husband Amnesia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang