8. Bandung In Sick 2

92 13 0
                                    

1.
Anton Menyeringai mendengar penuturan Nazar, ia berdeci membuang muka menatap ke sembarang arah.

"Saya Anton menolak semua lamaran kamu, kamu harus paham itu," ujarnya.

Nazar tertegun mendengar penolakan itu dengan jelas, ini tamparan yang sangat menyakitkan baginya.

"Ayah?"
"Kirana dengarkan Ayah, kamu sudah Ayah jodoh kan dengan pria pilihan Ayah,"
"Kirana enggak mau Ayah,"
"Tidak ada penolakan, aku ini Ayah kamu! Sekarang masuk ke dalam kamar kamu dan biarkan pria ini pergi!" titahnya dengan tegas.
"Enggak yah,"
"Kirana turuti Ayah mu, Nak,"
"Tapi Bu,"
"Masuk!"

Nazar menatap sendu wajah Kirana selepas itu Kirana masuk ke dalam kamarnya wanita itu menangis.

"Sekarang mau apalagi? Silahkan Pergi dari rumah saya," Nazar mengangguk melangkah namun langkahnya terhenti.

"Nazar dengarkan saya, saya Anton tidak akan pernah menerima lamaran kamu bahkan meskipun kamu sudah menjadi orang sukses sekalipun, saya tidak akan pernah menerima karena kamu sampai kapan pun tidak akan pernah menjadi orang yang sukses!" ujarnya dengan tegas.

Nazar mendengar jelas ia melangkah dengan berat menahan bendungan air mata yang ia tahan. Pergi meninggalkan pekarangan rumah Kirana.

Dari atas balkon Kirana dapat menatap jelas kekecewaan di hati Nazar, "Maafkan aku Zar." ucapnya lirih.

2.
Bandung di guyur hujan deras jalanan semakin licin, beberapa orang menepi hanya untuk meneduh berbeda dengan Clara dan Ibu Tiara yang menunggu kepulangan Nazar. Beberapa kali Clara menatap pintu rumah tapi tidak ada hasil terpaksa Clara meminjam payung kepada Ibu Tiara, berusaha melarang Clara tapi itu percuma, wanita itu bersikekeh untuk mencari Nazar.

Berbantu kan payung seadanya Clara mencari Nazar di jalanan yang penuh kabut putih di sertai hujan deras lebat menutupi pandangannya.

"Nazar kamu dimana?" ia menatap ke sembarang arah, tidak menemukan sosok yang di cari ia terus melangkah.

Satu Jam kemudian.. Clara menatap jelas mobil sedan Avanza berwarna hitam milik kantornya terparkir di pinggir jalanan. Melihat ke dalam tidak menemukan Nazar namun Clara melihat tapak kaki menuju perkebunan ia mengikutinya.

Kakinya mulai terasa pegal berjalan berjam-jam dan sekarang harus berjalan di tanah yang licin demi menemukan Nazar. Tepat di hadapannya kemeja kream yang di kenakan Nazar tadi siang, pria itu tengah terduduk memeluk kepalanya, menangis itu yang Clara yakini, terlihat dari kedua bahu yang naik turun.

"Nazar,"

Sentuhan dan suara lembut menyapu kedua telinga Nazar, ia mengenali suara khas itu.

"Clara," ia menatapnya
"Kamu kenapa menangis?"

Nazar hanya diam justru Nazar memilih memeluk Clara lebih dalam, Clara diam tersentak tubuh Nazar menggigil membuat payung yang ia bawah terlepas dari tangannya. Secepat mungkin Clara melepas sweater yang ia kenakan, ia pakaikan ke tubuh Nazar.

"Kamu menggigil, kita harus segera pulang,"
"Aku ingin sendiri, pergilah,"
"Nanti kamu sakit Zar?"
"Enggak Clara,,"
"Aku enggak akan pergi sebelum kamu ikut pulang sama aku,"

Bukan Clara namanya mau menuruti permintaan Nazar yang tidak masuk akal, ditambah dengan keadaan Nazar yang tidak membaik entah masalah apa yang membuat pria satu ini sampai menangis seperti ini.

"Nazar ayo kita pulang nanti kamu sakit,"
"Enggak kamu saja sana pulang aku masih mau disini,"

"Nazar! Kamu ini kenapa sih? Kamu ini hanya memikirkan diri kamu saja tanpa mau memikirkan perasaan orang-orang yang sayang sama kamu,"

"Ibu Tiara sangat menyayangi kamu entah masalah apa yang berhasil membuat kamu menangis seperti ini? Tapi satu yang harus kamu tahu, masih ada banyak orang-orang di luar sana yang sayang sama kamu dan itu yang harus kamu pikirkan." ujarnya dengan keras.

Saat ini keadaan keduanya sudah basah kuyup karena air hujan yang terus mengguyur tubuh keduanya.

Nazar menatap Clara dalam begitu juga dengan Clara.

"Kalau ada orang yang saat ini sangat mengkhawatirkan keadaan kamu dia adalah Ibu Tiara, dan kalau kamu merasa semua orang di dunia ini membenci kamu, aku janji aku adalah manusia yang tidak akan pernah membenci kamu," ujarnya dengan lirih.

Nazar berdiri menyamakan tinggi dengan Clara menatap dalam mata lentik milik Clara, Nazar mengangguk ia memeluk erat Clara. Tidak perduli sedingin apa keadaan udara di pegunungan, hujan masih deras bisa kalian bayangkan Clara melepas sweater nya demi Nazar dan Clara kini hanya mengenakan baju rajut yang telah basah terkena hujan.

3.
Sampai rumah panti, Ibu Tiara di buat terkejut melihat kepulangan mereka dengan keadaan yang sudah basah kuyup dan bisa terlihat jelas mata sembab milik Nazar.

Setelah menyuruh keduanya bersih-bersih dan berganti pakaian. Mereka bertiga duduk di ruang tengah masih sama Nazar hanya diam seraya memegangi cangkir berisikan wedang jahe buatan Ibu Tiara.

Clara pamit masuk ke dalam kamarnya, memberikan luang untuk keduanya bicara ia rasa dirinya tidak berhak untuk ikut campur urusan hal ini.

"Maafkan Nazar Bu, Sudah membuat Ibu khawatir,"
"Tidak apa-apa Nak, apa yang membuat kamu seperti ini?"
"Lamaran Nazar di tolak lagi Bu," Nazar menangis tertahan.
"Nak.. Tuhan sudah merencanakan semuanya,"
"Maafkan Nazar Bu, Nazar tidak pernah mau mendengarkan omongan Ibu,"
"Sudah tidak apa-apa Nak,"
"Nazar akan mencoba melupakan Kirana,"
"Kamu yakin Nak?"
"Nazar yakin Bu."

Nazar memeluk Ibu Tiara seraya menangis entah, apakah dirinya siap melupakan semua rasa cintanya kepada Kirana.

4.
Clara tengah berdiri sendirian menatap jendela yang sekarang di penuhi embun, hujan mulai reda sesekali ia menggesekkan kedua telapak tangan mencoba mencari kehangatan.

"Hmm.. Bandung benar-benar dingin banget apalagi sehabis hujan," katanya.

Nazar dan ibu Tiara menatap Clara dari kejauhan, Ibu Tiara menceritakan bagaimana ke khawatiran Clara kepada Nazar.

"Temui dia, dia sangat mengkhawatirkan kamu bahkan dia rela hujan-hujanan demi mencari kamu,"
"Iya Bu."

Nazar menghampiri Clara, ia masih tidak sadar Nazar yang di belakangnya menempelkan secangkir wedang jahe ke pipi Clara yang berhasil membuat sang empu terkejut.

"Ah, Nazar?"
"Maaf menganggu,"
"Bikin kaget aja,"
"Ini,"
"Apa?"
"Wedang jahe biar sedikit menghangatkan,"
"Makasih," ia menyeruput wedang jahenya.
"Enak?" Clara mengangguk.

Clara menatap Nazar hanya beberapa detik selepas itu menatap ke sembarang arah, mereka berdua duduk di kursi dekat jendela.

"Maaf sudah membuat kamu khawatir,"
"Iya udah enggak nangis lagi kan?" Nazar tertawa mendengar kata nangis barusan, apa selebay itu dirinya mengekpresikan tangisannya.

"Siapa yang nangis,"
"Kamu,"
"Itu cuma akting,"
"Akting sampai menjiwai banget,"
"Berarti aku berbakat jadi aktor,"
"Iya aktor-aktoran," Nazar tersenyum kembali.
"Jangan senyum,"
"Kenapa?"
"Kamu enggak cocok senyum mendingan nangis," cibir Clara berhasil membuat Nazar tersenyum.

Clara senang melihat Nazar tersenyum dan tertawa kembali mestipun Clara belum mengetahui masalah apa yang membuat Nazar sampai menangis lebay seperti tadi dan Nazar juga senang Clara teman wanita yang menyenangkan, bahkan wanita itu rela hujan-hujanan demi mencari dirinya bahkan saat itu juga, ia tidak dapat bisa membayangkan Clara menahan hawa dinginnya demi agar dirinya tidak kedinginan.

••••
Thanks For Reading
Don't Forget For Voment
❤❤

My Husband Amnesia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang