17. James Bikin Rusuh

105 12 0
                                    

1.
Siang itu kabar yang membahagiakan untuk Johan selaku pemimpin perusahaan Arthur dan Kirana berhasil memenangkan tender. Bukan hanya Johan yang bahagia Kirana juga bahagia karena saat itu juga Johan memilih Kirana menjadi karyawan pilihan yang akan di pindahkan ke perusahaan yang ada di Jakarta.

Bukan karena alasan Kirana menjadi karyawan pilihan melainkan Kirana adalah sekretaris Arthur jadi Arthur yang di pindahkan ke perusahaan yang ada di Jakarta yang akan di pimpinnya nanti otomatis Kirana sebagai sekretaris dia juga harus ikut di pindahkan, hanya saat itu Arthur mengatakannya Kirana karyawan pilihan juga.

"Kamu bahagia?"
"Iya jelas bahagia Pak bos," Kirana senyum.
"Aku senang dengarnya aku pikir kamu akan menolak di pindahkan,"
"Enggaklah jelas aku senang banget."
"Bagus deh kalau kamu senang."

Sore sesampainya di rumah Kirana ia langsung memberitahukan tentang ke pemindahan kerjanya di Jakarta kepada Ayah dan ibunya. Anton melarangnya saat mendengar hal itu, Kirana membujuk bahwa dia pindah juga bersama Arthur setelah mendengar nama Arthur, Ayahnya langsung menyetujui hal itu.

2.
London in Now.
Masih di London menikmati masa bulan madu banyak tempat yang Clara tunjukan kepada suaminya seperti halnya Nazar dulu menunjukan tempat-tempat indah di Bandung.

Mereka kini tengah menikmati kopi dan teh di suatu kafe tempat biasa Clara nongkrong dengan teman-temannya dulu sewaktu SMA. Kafe ini di desain dengan sangat indah, pagi para pengunjung yang datang akan merasakan kenyamanan tersendiri di tambah dengan grup musik yang menyanyi di atas podium sana menemani kehangatan di musim dingin ini.

Nazar menyesap kopi latte pesanan Clara untuknya.

"Kamu biasa kesini?"
"Iya, tempatnya asyik kan,"
"Iya beda dengan di Jakarta,"
"Ini kan London sayang,"
"Iya sayang,"
"Eh, tunggu dulu deh cincin kamu mana?" Nazar melihat jari manisnya yang memang tidak mengenakan cincin pernikahan mereka.

"Ah, ya ampun sayang aku lupa pas waktu aku mandi aku lepas, kayaknya masih di kamar mandi deh,"
"Oh jangan keseringan ih,"
"Iya maaf kalau jutek tambah jelek lho,"
"Kamu jelek,"
"Tapi kamu sukakan?"
"Syuukaaa," Nazar tertawa mendengar nada menja istrinya.

Pria tampan itu masih berdiri di ambang pintu kafe memastikan apa itu benar teman yang di kenalnya, sepertinya ia harus memastikannya sendiri.

"Halo,"
"Yes sir, Halo," Clara menanggapinya seraya berdiri melihat siapa yang menyapanya.
"James,"
"Clara, is this right you?"
"Yes, i'am Clara,"
"You are very changing, more beautiful. How are you?" James memeluk Clara di depan Nazar langsung.
"Yes, I'am fine." Clara melepaskan pelukannya, ia menatap Nazar yang kini sudah berdiri menyamakan tinggi James yang setara dengannya.

"James, this is my husband Nazar," ucapnya sambil memeluk lengan Nazar, Clara tahu suaminya itu kesal karena James memeluknya tadi.
"Halo, I'm James friends the high school Clara"
"Oh, I'm Nazar husband Clara,"
"I do not think, Clara. You're married,"
"Sorry, I forget to invite you at that time,"
"No Problem."

Obrolan mereka berlanjut tampak Nazar tidak menyukai James bisa terlihat Nazar jarang menyahuti obrolan james lagi pula Nazar rasa James tidak mengobrol dengannya, pria bule itu hanya mengajak Clara berbicara bukan dengannya.

Clara semakin canggung sesekali melirik suaminya yang lebih fokus kepada ponselnya, ia tahu suana tidak membaik ia putuskan mengakhiri obrolan mengajak Nazar pulang.

Di dalam mobil Nazar hanya diam fokus menyetir lagi pula sebentar lagi akan turun salju mereka harus segera sampai rumah.

"Sayang,"
"Hmm,"
"Kamu kenapa diam aja sih?"
"Lagi irit ngomong"
"Aku serius,"
"Aku juga serius,"
"Kamu cemburu,"
"Sama siapa?"
"James,"
"Ngapain cemburu lagian apa yang harus di cemburuin, gantengan juga aku dia cuman menang putih doang," cibirnya
"Tuh kan udah ketahuan kalau kamu cemburu,"
"Enggak, eh. Kata Oma kamu kan pengen nikahnya sama orang sini berarti kalau waktu itu kamu belum ketemu aku, kamu nikahnya sama James dong," ujarnya seraya tersenyum masam.
"Ck! Apaan sih bahas kayak gituan, itu kan dulu waktu aku masih jadi remaja labil,"
"Masa?"
"Males ah bahas kayak gituan."

Tepat mobilnya berhenti di halaman rumah, Clara lebih dulu keluar memasuki rumah malas berbicara dengan suaminya, sedangkan Nazar jangan di tanya dia kebingungan harusnya dia yang ngambek bukannya malah kebalik Clara yang ngambek dengannya.

Di kamar mereka saling diam, tidak ada yang bicara. Sibuk dengan ponselnya masing-masing, jarak mereka juga berjauhan Clara di ranjang, Nazar berbaring di sofa.

"Mr. Nazar and Mrs. Clara are waiting for Oma and Opa under for dinner,"
"Yes."

Pembantu rumah memang asli orang sini mereka tidak bisa bicara bahasa indonesia meskipun tuan dan nyonya bisa bahasa indonesia, dengan malas mereka berdua turun kebawah.

Di ruang makan tidak ada pembicaraan hening hanya ada suara dentingan sendok dan piring.

"Kalian ini kenapa? Tumben enggak ada adegan suap-suapan?" Nek Samian bertanya.
"Lagi males aja Oma," celetuk Clara.
"Males kayak belajar aja,"
"Nazar kenapa?" giliran kakek Arsyad yang bertanya.
"Enggak kenapa-kenapa Kek, lagi belajar makan biasa sendiri," dahi kakek bergelombang mendengar jawaban Nazar.

"Kalau lagi ada masalah di bicarakan baik-baik, kalian ini sudah dewasa,"
"Iya Nek,"
"Clara udah selesai, mau balik ke kamar duluan," tanpa melirik Nazar sama sekali, ia hanya diam semarah itu istrinya padanya.
"Kek.. Nek, aku juga mau ke kamar ya." Nazar menyusuli istrinya.

Kakek dan Nenek hanya diam kebingungan makanan mereka masih penuh mungkin hanya beberapa yang mereka makan.

3.

Clara sedang berdiri di balkon mengeratkan pelukannya sendiri karena udara dinginnya malam.

"Sayang," Nazar memeluk istrinya dari belakang.
"Apa,"
"Kamu masih marah,"
"Enggak tahu,"
"Lihat aku," ia membalikkan tubuh Clara, jarak mereka kini hanya berapa senti saling tatap nafas keduanya pun sangat terasa.

"Maafin aku ya,"
"Aku yang harusnya minta maaf, seharusnya aku enggak meladeni James tadi," katanya merasa bersalah.
"Iya, aku juga minta maaf. Maaf karena terlalu over protektif seharusnya aku mengerti dia teman kamu, tapi aku..,"
"Jangan di lanjutkan," katanya seraya memeluk erat Nazar.

Merasakan kehangatan tubuh suaminya.

"Aku mencintai kamu,"
"Aku jauh lebih mencintai kamu," ia mencium puncak kepala istrinya.

Mereka melupakan apa yang terjadi rasanya susah, terlalu lama marah kepada suaminya itu tidak akan mungkin, bukankah mereka saling mencintai jadi tidak seharusnya mereka saling membenci.

Nazar masih sibuk menciumi bibir Clara di kamar, diselingi dengan tawa kecil karena Nazar tidak pernah bosan dengan bibir itu.

"Udah berapa kali kamu cium aku?"
"1... 2... 3... 10... 100.. 200," Clara tertawa.
"Malam ini?"
"Malam ini apa?" Clara pura-pura bodoh padahal ia tahu maksud Nazar.
"Jangan pura-pura enggak tahu,"
"Emang aku enggak tahu,"
"Jangan menggoda,"
"Siapa yang menggoda?"

Nazar menatap dalam mata itu, mencium kembali, seketika mereka bericuman lebih dalam saling menikmati. Mengulangi malam itu kembali saling memberi kehangatan satu sama lain.

Tubuh Clara bagaikan magnet bagi Nazar sangat berhasil membuatnya kecanduan, sulit untuk melupakan apa lagi berpaling bibir Clara juga adalah candu pertama bagi Nazar.

Jika di bandingkan dengan alkohol yang bisa memabukkan bibir Clara juga bisa membuat Nazar lebih mabuk kepayang.

•••

TBC.

My Husband Amnesia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang