CHAPTER 28

2.8K 250 4
                                    

Rasa bersalah selalu menghantui Ren. Ia selalu berpikir cintanya pada Mandy lebih besar daripada perasaan gadis itu padanya. Sampai setelah ia mengetahui fakta bahwa Mandy pernah berusaha mengakhiri hidup karena merasa dipermainkan, ia baru tahu kesalahannya memang sangat besar dan ia pun membenarkan penolakan Mandy, bahwa ia memang tak pantas dimaafkan. Walau egonya bicara, salahkah ia jika ingin diberi kesempatan kedua. Bahwa kali ini ia akan memberinya kepastian akan kebahagiaan masa depan bagi keduanya. Namun masih pantaskah ia menuntut hal tersebut dari gadis yang kini sudah sembuh dari luka yang disebabkan olehnya?

Perang batin antara ego dan rasa bersalah membuat Ren kembali merasa stres. Nafsu makan yang telah kembali setelah bertemu dengan Mandy, menghilang lagi. Lidahnya seolah tak dapat mengecap rasa. Insomnianya pun kambuh. Dalam sehari mungkin ia hanya bisa setengah jam memejamkan mata. Itupun akibat tubuhnya sudah sangat kelelahan. Apalagi ia akan datang ke kantor paling pagi sebelum jam kerja, dan akan pulang 2 jam setelah jam pulang. Semuanya karena ia tak punya muka untuk bertemu Mandy.

Bianca dan Gema tak menyadari pemuda itu kembali menderita frustasi, karena Ren bersikap biasa di hadapan keduanya. Mereka meninggalkannya untuk melihat rumah baru Luna di D-City tanpa mengetahui kondisi Ren.

Pagi harinya, Ren pikir ia hanya butuh tidur lebih lama, namun ia tak kunjung bangun karena merasa tak berenergi. Tubuhnya sudah di ambang batas penghabisan sisa tenaga. Dan ia tak melakukan usaha apapun untuk bangkit. Semangatnya hilang, dalam keterpurukan itu ia membayangkan kondisinya sekarang tidak sebanding dengan penderitaan yang Mandy alami dulu. Setidaknya Ren tidak pernah sendirian di dunia, ia punya keluarga yang mencintainya, istana yang melindunginya. Dibanding apa yang dialami Mandy dulu, tentu penderitaan Ren sekarang tidak ada apa-apanya. Putus asa, ia merasa tak pantas jika harus bangun lagi. 'Mungkin ini jalan keluar, mungkin begini lebih baik', pikirnya akan jalan pintas untuk mengakhiri penderitaannya dan mungkin kepergiannya bisa mengakhiri kenangan buruk Mandy.

Namun Tuhan masih berpihak padanya. Bijun, kepala pelayan kediaman Dashwood membuka pintu kamarnya karena pemuda itu tak kunjung membalas panggilannya dari luar kamar. Dan ia terkejut saat menemukan majikan yang dianggapnya seperti putra sendiri itu terbaring lemah bersimbah keringat dan berwajah pucat pasi. Makanan yang tadi pagi ia sajikan, terlihat tak disentuh sama sekali. Ia memegang dahi Ren dan merasakan demam yang tinggi. Pemuda itu menggigil. Namun kemudian yang lebih mengejutkan Bijun adalah nama yang disebut - sebut sang majikan dalam igau tubuh panas tingginya.

= = = " = = =

Ren perlahan membuka mata, dan samar-samar ia melihat sosok yang tak dipercayainya, sosok itu berjalan membawa sebuah baki berisi makanan. Ren kehabisan kata, 'Apakah aku bermimpi? Atau aku sudah mati?'.

"Mandy..", lirihnya masih belum bertenaga. Mandy meletakkan baki makanan itu dan mendekati Ren yang berusaha mendudukkan dirinya. "Jangan bangun dulu, kamu masih sakit", katanya memegang pundak Ren agar pemuda itu kembali berbaring. Namun kehadiran dan sentuhan Mandy sangat mampu membuatnya bangkit untuk sedikit duduk bersandar pada dipan tempat tidurnya.

"Sakitnya dimana?", tanya Mandy di hadapannya. Bagi Ren ini masih seperti mimpi. Mandy mau duduk di hadapannya, di tempat tidurnya. Terlebih, menunjukkan kekhawatiran pada Ren yang terlihat jelas dari raut mukanya.

"Disini, sakitnya disini.. sakit sekali", Ren memegang lembut tangan Mandy dan meletakkannya di dada. "Hanya kamu yang bisa mengobatinya". Melihat Ren dengan lemah menangis di depannya, Mandy pun tak bisa menahan air matanya. Air mata yang kembali keluar sejak semalam ia diminta datang oleh Bijun.

Bila Hujan Tengah Hari (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang