Aku memilih hal yang sama seperti hari kemarin. Mencintai kamu dalam diamnya aku, dan menjaga kamu lewat doa dan tatapan ku.
Gilang
°°°°°
Waktu sudah menunjukan pukul enam pagi. Dan di waktu yang masih sepagi ini, gadis itu sudah duduk disalah satu bangku panjang yang ada di taman perumahannya. Dia duduk sendirian dengan tatapan yang terfokus kedepan sana yang sebenarnya entah apa yang tengah dia tatap.
Hujan kemarin malam sudah reda sejak dini hari tadi, menyisakan genangan air di tempat-tempat yang berlekuk, dan menyisakan embun pagi di dedaunan yang hijau. Semerbak bau tanah basah pun terhirup oleh hidung gadis tersebut yang membuatnya merasa tenang sampai dia menutup kedua kelopak matanya.
Setelah beberapa saat, gadis itu membuka kelopak matanya kembali. Menatap dari kejauhan, embun di pohon yang ada didepannya itu jatuh menuju tanah. Kemudian gadis itu membuka ponsel yang sejak tadi berada di tangannya. Dia mengecek salah satu aplikasi pesan yang justru membuatnya menghela napas panjang karena tidak ada satu pesan masuk pun dari seseorang yang sejak pagi tadi dia tunggu kabarnya.
"Kenapa jadinya kaya gini?"
Mata Erine melihat satu pesan terakhir yang subuh tadi Davin kirim, dengan perasaan yang tidak menentu Erine rasakan.
Davin :
Hujan udah reda. Aku pulang.Erine pikir, setidaknya Davin menunggu dirinya bangun terlebih dahulu sebelum pulang ke rumahnya sendiri. Namun yang ada, Davin pulang disaat Erine masih terlelap dalam tidurnya. Meninggalkan satu pesan saja untuk Erine tanpa ada ucapan lainnya yang biasa Davin katakan untuknya baik di pagi hari maupun disaat malam menjelang.
Erine semakin merasa jika saat ini Davin tengah menjauhinya. Ini bukan yang Erine inginkan, dan ini juga bukan yang Erine harapkan. Mau bagaimanapun juga, Davin sudah menjadi sosok yang berharga untuk hidupnya. Sosok yang selalu menemani Erine disetiap kondisi, dan sosok yang selalu menjadi bahu kokoh dan kuat disaat Erine terpuruk yang. Hal ini membuat Erine terbiasa dengan kehadiran Davin didalam hidupnya, hingga saat Davin menjauhinya seperti ini, ada sebagian yang terasa hilang dalam hidup Erine.
Semalam, Davin tidak mengatakan apapun mengenai permintaan Erine di waktu itu. Lelaki itu tidak mengatakan hal yang mengarah kepada kesetujuannya dengan permintaan Erine beberapa hari yang lalu, dan lelaki itu juga tidak mengatakan apapun yang mengarah kepada penolakan penuh perintah mengenai permintaan itu seperti sebelum-sebelumnya. Davin yang seperti ini justru membuat Erine tidak tenang.
"Ini masih terlalu pagi untuk keluar dengan baju tidur."
Lamunan Erine buyar seketika ketika telinganya mendengar suara berat dan juga bernada datar tersebut.
Erine mendongakan kepalanya untuk menatap seseorang yang ternyata sudah berdiri tepat didepannya. Seseorang yang memakai celana training panjang, jaket yang menutupi tubuh bagian atasnya, dan sebuah topi yang sedikit menutupi wajahnya.
Lelaki tersebut menatap lurus ke mata Erine dengan tatapan yang jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Tidak ada senyum, dan juga tidak ada raut wajah menyebalkan di wajah lelaki yang kedua tangannya bersembunyi di balik saku jaket yang di kenakannya.
"Gak dingin?" Lelaki itu bertanya sambil melirik lengan baju tidur Erine yang pendek.
Erine masih terdiam tanpa terlihat akan menjawab pertanyaan tersebut. Erine bingung harus bersikap seperti apa kepada lelaki didepannya ini, disaat dia masih ingat dengan jelas pengakuannya kepada Erine di waktu itu. Pengakuan yang sampai sekarang belum juga di percayai oleh Erine walaupun pengakuan tersebut terlihat begitu jujur dan tulus. Dan semenjak pengakuan itu pula, baru kali ini mereka berhadapan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINNO [END]
Teen FictionSquel DUSK TILL DAWN •With You• Bisa di baca terpisah dengan DUSK TILL DAWN •With You• karena cerita ini berdiri sendiri Rank#1 in masasekolah (10/04/2020) Rank#9 in squel (10/04/2020) Davinno Renove Ballar Siapa yang tidak mengenal lelaki tampan t...