Yang berjuang saja sering tak terlihat, apalagi yang mencintai diam-diam?
Autor
°°°°°
Kedua kelopak mata Erine langsung terbuka dengan sempurna dan dengan gerakan yang terlampau cepat, yang membuat detak jantungnya terasa berhenti seketika saat dia merasakan sebuah usapan lembut di dahinya yang berlumuran keringat dingin.
"Bangun, Rine!"
Suara lembut tersebut membuat Erine segera menegakan kepalanya dari rerebahnnya diatas meja yang menjadikan kedua tangannya yang telipat sebagai bantal.
"Kenapa tidur disini?"
Erine tidak segera menjawab. Gadis itu menengok kanan dan kiri terlebih dahulu untuk memastikan sesuatu. Dan akhirnya, gadis itu menyadari jika ini bukanlah kamarnya.
"Kak." Erine berucap lirih kepada seseorang yang berdiri disebelahnya, yang sudah membangunkan Erine dari tidur tidak nyenyaknya.
"Iya." Orang tersebut menjawab masih dengan nada tenang, tidak seperti pancaran kecemasan yang terlihat di kedua matanya. Setelah beberapa saat berkata, orang tersebut kembali menyeka keringat yang mengalir di dahi Erine. "Kamu mimpi buruk?"
Kedua mata Erine terlihat begitu sembab, menggambarkan sebuah kesedihan yang dirasakan oleh hatinya, dan juga kecemasan yang memenuhi otaknya. "Davin." Hanya itu gumaman yang di ucapkan oleh Erine.
Orang tersebut tersenyum getir mendengar nama yang di sebut oleh Erine. Namun, sebisa mungkin dia menghilangkan senyum getirnya itu dengan cepat sebelum Erine menyadari dan mengerti dengan senyum getirnya tadi.
"Udah, jangan nangis lagi!" Orang itu berujar sambil menyeka air mata Erine yang entah sejak kapan sudah mengalir. "Sekarang ikut kakak, yuk!"
"Davin gimana, kak?"
"Makannya ikut kakak!"
Kantin rumah sakit ini terlihat sunyi. Dan mereka berdua, Erine dan Vani tidak ada yang berujar kembali. Di kantin yang cukup luas ini, hanya terdengar suara denting jarum jam di dekat mereka yang ternyata sudah menunjukan pukul tiga dini hari.
Erine sedang bergulat dengan pikirannya yang membawa dirinya pada kejadian beberapa jam yang lalu. Kejadian naas yang dialami oleh Davin karena balapan liar yang di ikutinya malam tadi.
Rasa takut terus menghantui Erine setelah dirinya melihat dengan langsung, saat-saat Davin mengalami kecelakaan. Melihat secara jelas darah yang bercucuran di aspal dan di tubuh Davin.
Erine takut dengan darah, namun saat melihat Davin berlumuran darah di malam tadi, rasa takut Erine seolah lenyap karena Erine langsung bergerak menghampiri Davin. Dan ternyata rasa takut tersebut terganti sekarang ini, setelah Davin berada di rumah sakit.
Sama dengan Erine, Vani yang notabene kakak kandung Davin sendiri pun merasa begitu takut. Mendengar kabar adik satu-satunya itu kecelakaan pun, membuatnya gemetaran.
"Davin udah sadar?" Erine bertanya dengan bibir yang sedikit gemetaran. "Dia gak papa, kan, kak?"
"Kita temuin dia sekarang, biar kamu tau lebih jelas!"
Entah kenapa mendengar suara Vani dan juga melihat raut wajah Vani tersebut membuat Erine sedikit takut dengan kenyataan. Erine takut jika kecemasannya dari malam tadi menjadi kenyataan.
°°°°°
Mata sendu itu menatap sedih pada tubuh yang terbaring lemah didepannya. Tubuh yang biasnya terlihat bugar itu, kini nampak begitu lemah dengan balutan perban di kepalanya dan beberapa goresan luka kecil yang mengukir wajah yang selalu terlihat tampan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINNO [END]
Teen FictionSquel DUSK TILL DAWN •With You• Bisa di baca terpisah dengan DUSK TILL DAWN •With You• karena cerita ini berdiri sendiri Rank#1 in masasekolah (10/04/2020) Rank#9 in squel (10/04/2020) Davinno Renove Ballar Siapa yang tidak mengenal lelaki tampan t...