BAGIAN 52 [ Yang Telah Terlambat ]

4.1K 277 274
                                    

Bersama belum tentu saling memiliki. Layaknya mentari dan bulan yang berada di langit yang sama, namun sukar berdamping tanpa penghalang, bumi

Lamada Glarisia

°°°°

Hari ini akan sangat berbeda dari hari sebelumnya. Erine meyakini hal tersebut setelah dia kehilangan sesuatu di hidupnya. Selain berwujud manusia, mungkin saja Erine juga telah kehilangan dalam segi perasaannya.

Bukankah sekarang waktunya Erine harus berdiri sendiri? Waktunya untuk ia tidak lagi membebani perasaan orang lain yang sudah lama ia lukai? Dan bukankah sekarang waktunya Erine untuk tidak lagi berlindung pada bahu yang tidak pernah ia rawat dengan baik?

Menyadari jika kesalahannya, dan juga patah hatinya tidak seberapa dengan yang telah ia ciptakan untuk orang lain, membuat Erine merendah diri serendah-rendahnya. Erine akui, bahkan sangat Erine akui jika semua ini berawal darinya. Dan ternyata akan berakhir pada dirinya juga. Akhir yang ternyata begitu menyakitkan untuk di bayangkan apalagi di jalani sendiri.

Semalaman, Erine menghabiskan waktu untuk berandai. Berandai yang sebenarnya tidak akan berguna di pikirkan apalagi di lakukan. Memikirkannya lagi, membuat Erine yang sedang berjalan seorang diri di koridor sekolah, menghembuskan napasnya dengan kasar. Gadis itu juga sempat menutup kedua kelopak matanya yang terasa pegal. Pegal yang bukan disebabkan karena kurang tidur, namun karena air mata yang terus mendesak ingin di keluarkan sejak kemarin.

Ketika Erine membuka kembali kedua matanya, Erine melihat ada persimpangan di depan. Dan kaki Erine segera berjalan menuju arah kanan yang dimana koridor itu akan membawanya pada gedung jurusannya.

Erine menghentikan langkahnya sesaat setelah dia berbelok. Kedua telapak tangannya mengepal lumayan kuat dengan pandangan yang terus terfokus ke depan sana. "Kenapa harus ketemu dia?" Erine berujar lirih. Dan Erine berujung menghela napasnya dalam, sebelum akhirnya kembali melangkah dengan langkah pasti namun tidak secepat tadi.

Di depannya sekarang ada Davin yang juga sedang berjalan dengan jaket parka berwarna biru dongker melekat di tubuhnya. Dan juga, tas kesayangannya yang tersampir di salah satu bahunya.

Lelaki itu berjalan seorang diri dengan kedua tangan masuk kedalam kantung jaketnya. Dan ketika tatapan Erine naik, Erine melihat ada earphone yang menggantung di lehernya.

Erine mengingat earphone tersebut. Earphone itu Davin beli bersamanya di salah satu mall sekitar tiga bulan yang lalu.

"Davin."

Erine mengerjapkan kedua matanya saat mendengar suara yang memanggil Davin. Itu tentu bukan suara Erine, karena suara itu terdengar lebih berat. Selain itu, Erine juga tidak merasa telah memanggil Davin walau tanpa sengaja sekalipun.

Ketika tatapan Erine sedikit bergerak kerarah lain, Erine melihat Jimmy berjalan dari ruang OSIS yang memang berada di sekitar koridor ini. Lelaki itu terlihat berjalan dengan tergesa kearah Davin. Dan ketika Erine menatap kearah Davin, Erine melihat Davin menghentikan langkahnya tanpa menyambut panggilan itu dengan jawaban.

Entah kenapa, melihat mereka berdua membuat Erine berinisiatif untuk menghentikan langkahnya. Gadis itu tatap terus kedua lelaki yang sudah hampir saling berhadapan satu sama lain.

"Jimmy gak kaya biasanya." Erine memberikan kesimpulan ketika melihat tatapan tajam Jimmy, lelaki dengan seragam OSIS rapi yang baru saja menghentikan langkahnya tepat di depan Davin.

DAVINNO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang