Rumput menari oleh lantunan nada angin, tanpa bertanya hingga kapan akan mengiring
Beloved Chameleon
°°°°°
Hangatnya sinar matahari pagi ini, menembus kaca pintu balkon kamar Erine. Membuat gadis yang masih tertidur di atas tempat tidur dengan selimut bermotif bulan sabit dan bintang tersebut, merasakan kehangatannya. Karena ini juga, kedua kelopak mata Erine mulai bergerak perlahan. Ingin terbuka, namun kantuk masih terasa menguasainya.
Erine bergumam kecil, lalu mulai membuka matanya perlahan. Terbuka sedikit, lalu menutup lagi. Terus seperti itu sampai entah berapa kali. Hingga dengan amat terpaksa, Erine membuka lebar kedua matanya. Gadis itu langsung mendapati Mollysa yang masih berbaring dengan ponsel yang saat ini menjadi perhatiannya.
Erine membalikan badannya. Membuat wajahnya menghadap lurus ke balkon sehingga kedua matanya menyipit karena sinar matahari yang masuk, segera mengenai matanya.
"Udah bangun, Rine?"
"Hem." suara serak Erine terdengar lirih.
"Tadi pas lo masih tidur, suhu badan lo gue cek dan hasilnya udah normal." kata Mollysa sambil melirik kearah Erine beberapa kali. "Sekarang lo udah ngerasa mendingan, kan?" tanyanya yang kali ini sambil menatap Erine lama. Ia menunggu jawaban dari gadis itu.
"Udah, kok. Makasih."
"Syukur kalo gitu."
Walaupun terasa silau, Erine masih saja memandangi balkon kamarnya yang tirainya telah terbuka. Padahal Erine ingat betul, sebelum ia tidur, ia telah menutup pintu balkon dengan tirainya. Hanya menutup, tanpa menguncinya.
Ingatan-ingatan kecil yang Erine rasakan semalam, mulai bermunculan. Membuat beberapa argumen yang bercampur menjadi satu di kepala Erine. Erine tidak tahu pasti yang mana kebenarannya. Yang jelas, banyak kemungkinan yang sedang Erine pikirkan.
Erine mempertemukan kedua telapak tangannya, lalu melipatnya untuk menjadi bantal kepalanya. Tatapannya masih saja tertuju pada balkon kamar.
Ia menghela napas pelan. Menyerah karena tidak menemukan jawaban atas pemikirannya, yang ada justru denyutan di kepalanya kembali terasa. Ia sakit kepala di buatnya. Sebenarnya pemikirannya Erine kali ini sedikit tidak penting, tapi berhubung ia begitu penasaran, ia jadi ingin memikirkannya.
"Sa!" Erine menegur Mollysa pelan.
"Apa?" Mollysa tidak mengalihkan tatapannya dari ponsel sama sekali, tapi telinganya begitu siap mendengar ucapan Erine.
Erine diam beberapa saat. "Malam tadi, lo ngerasa ada yang aneh?"
"Biasa aja."
"Kalo gitu, malam-malam ada yang dateng lagi kesini gak?"
"Ada."
"Siapa?"
"Kak Jimmy." Erine menghela napasnya setelah mendengar hal tersebut. "Dia kesini pas lo udah tidur. Mau di bangunin, tapi gue gak tega. Kak Jimmy juga nyaranin buat jangan bangunin elo, dan akhirnya dia cuma masuk kesini sebentar buat liat keadaan lo. Abis itu dia pulang."
"Kenapa tiba-tiba pertanyaan lo aneh gini?" Mollysa bertanya. Gadis itu mengunci layar ponselnya, lalu menatap Erine yang masih memunggunginya.
"Semalam gue ngerasa ada yang merhatiin gue beberapa kali di pintu balkon." Erine sedikit bergerak, mencari kenyamanan dari posisinya. "Gak jelas juga, dia ada di dalam kamar atau justru di balkon doang. Waktu itu ,posisinya gue kebangun sebentar, gak ada satu menit udah ketiduran lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINNO [END]
Novela JuvenilSquel DUSK TILL DAWN •With You• Bisa di baca terpisah dengan DUSK TILL DAWN •With You• karena cerita ini berdiri sendiri Rank#1 in masasekolah (10/04/2020) Rank#9 in squel (10/04/2020) Davinno Renove Ballar Siapa yang tidak mengenal lelaki tampan t...