BAGIAN 55 [ Ujung Kita ]

2.5K 251 286
                                    

Terkadang sinarnya masih ada sampai pagi menjelang. Dan terkadang sinarnya juga menghilang saat malam sudah usai

Valerine Camelia

°°°°°

Davin merasakan itu. Telapak tangan yang terasa dingin dan sedikit bergetar, berhasil mencekal pergelangan tangannya. Menghentikan langkahnya dengan paksa. Dan ketika itu, tidak ada pergerakan dari Davin. Tidak pula dengan perkataan yang akan mengawali semuanya. Davin hanya diam saja tanpa menyingkirkan tangan mulus yang semakin terasa bergetar.

Dari posisi seperti ini, Davin bisa merasakan ada sebuah pergerakan dari seseorang yang mencekal tangannya. Pergerakan yang tidak ingin Davin tahu, dan yang tidak ingin Davin pedulikan. Hingga beberapa saat setelahnya, lewat ujung mata, Davin mendapati tubuh Erine yang mulai berjejer dengan Davin. Erine terus melangkah mundur dengan begitu hati-hati, sampai gadis itu berhasil berhadapan dengan Davin tanpa melepaskan cekalannya pada lelaki itu.

"Bisa dengerin aku sebentar?"

Davin bisa mendengar suara Erine yang tersendat, bersamaan dengan gadis itu yang bergeser sedikit kearah kiri. Membuat mereka berdua berdiri di garis lurus yang sama.

"Sebentar aja, mungkin untuk yang terakhir!" ada senyum kecil yang menghias wajah Erine saat Erine mengatakan kalimat yang demikian.

Dalam keadaan canggung seperti ini, Davin masih diam saja. Lelaki itu hanya sekedar melepaskan cekalan Erine dengan paksa yang tentu sempat membuat Erine terkejut namun tertutup dengan senyum kecewa Erine.

Untuk pertama kalinya Davin bersikap seperti ini kepada gadis yang sempat teramat ia cintai. Yang Davin perjuangkan mati-matian tanpa memperdulikan sakit hatinya dalam berjuang dan mencintai Erine. Ternyata kali ini bisa bersikap dingin seperti ini, yang membuat Erine merasa sedang bersama dengan orang asing, bukan lagi Davin yang di kenalnya dulu.

"Segitunya ujung kita, Dave?"

Tatapan Davin yang biasanya hangat terasa, kali ini begitu dingin dengan kekosongan yang Erine rasakan.

"Sebelumnya maaf, tapi mungkin ini emang kita yang sekarang." Davin akhirnya berucap. "Maaf karena aku udah ngasi racun di hubungan kita. Mematikan."

Davin melihat itu. Mata Erine yang semakin memerah tapi bibir merah merekahnya tetap tersenyum mendengar kalimat Davin.

Erine mengangguk sebagai jawaban. Gadis itu sempat menggigit bibir bawahnya dengan tatapan yang semakin sendu. Gadis itu juga sempat menghela napas dalam sampai beberapa kali tanpa berani menatap mata Davin.

Senyum itu kembali terukir dengan tatapan yang kembali berani menatap Davin. "Aku juga minta maaf untuk waktu kamu yang udah tersiakan demi menyayangi aku, mencintai aku, melindungi aku, dan memperjuangkan aku yang selalu aku balas sama rasa kecewa."

"Dan lagi, Dave." Erine sengaja menjeda ucapannya. Mencoba menghirup lebih dalam oksigen yang terasa amat kurang. "Makasih karna pernah mendudukan aku di posisi penting dalam hidup kamu. Makasih karena udah pernah buat aku tau gimana rasanya di sayangi, di cintai, di lindungi, dan di perjuangkan sama seseorang yang baik dan tulus."

Davin masih diam saja. Dia hanya menatap mata Erine yang terlihat begitu sendu. Lelaki dengan kemeja sekolah yang tidak di masukan tersebut, tidak tahu harus mengatakan apa kepada Erine.

"Hari-hari yang gak adil itu udah berakhir, Dave. Tanpa aku sadari semuanya menjauh dengan cepat, sampai-sampai aku gak sadar kalo aku bakalan berakhir kehilangan." ada kekehan kecil saat Erine mengatakannya.

DAVINNO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang