Tubuh Erine memutar sembilan puluh derajat karena dia mendengar ada suara bariton yang memanggil namanya disaat dia sudah berdiri tepat didepan pintu kelasnya.
Sosok lelaki tinggi itu mengambil langkah lebar untuk menghampiri Erine, sementara Erine hanya berdiri ditempatnya tadi sambil menunggu kedatangan lelaki itu.
"Kenapa di luar?" Suara berat milik lelaki itu kembali terdengar membuat Erine yang sempat melamun, kembali lagi pada dunia nyata.
"Tadi habis dari toilet."
Saat Erine keluar kelas karena ulah Gilang yang mengganggunya serta tidak mau mengembalikan ponselnya, Erine memang memilih pergi ke toilet untuk mendinginkan kepalanya yang terasa sangat panas ketika menghadapi lelaki seperti Gilang.
Lelaki itu mengangguk pelan dengan sekilas matanya menatap kelas Erine yang terdengar sangat berisik. "Lagi jam kosong?" Tanyanya lagi setelah kembali menatap Erine.
Erine mengangguk sebagai jawaban. "Iya, jadi ya gitu, berisik banget." Katanya sambil ikut melirik sekilas kearah kelasnya. "Dan lo, ngapain di koridor kelas sebelas, Jim?" Erine bertanya kepada lelaki itu yang tidak lain adalah Jimmy.
Jimmy mengukir senyum tipis di wajahnya membuat ketampanannya semakin bertambah. "Sengaja, sih, mau ketemu elo." Jawabnya dengan cepat. "Mau ngasih ini ke elo." Lanjutnya sambil menyodorkan sebuah novel kepada Erine.
Erine menatap novel tersebut tanpa meraihnya, lalu beberapa detik kemudian dia kembali menatap Jimmy dengan kerutan bingung di dahinya. "Itu bukan novel gue, kenapa dikasih ke gue?" Tanyanya sambil menunjuk novel itu.
Jimmy terkekeh pelan, kemudian tangannya mencubit dengan gemas sebelah pipi Erine. "Sengaja gue beli buat lo." Ujarnya memberi tahukan.
Erine masih meringis pelan sambil mengusap bekas cubitan Jimmy yang tidak bisa dikatakan jika tidak sakit. "Dalam rangka apa, nih?" Ujarnya menatap Jimmy dengan penuh curiga. "Gue jadi nyium bau-bau busuk." Lanjutnya setelah mengendus pelan.
Jimmy berdecak kesal, lalu tangan kanannya yang terbebas mendorong dahi Erine yang membuat Erine mundur beberapa langkah. "Pikirannya, gak ada baik-baiknya, ya, sama gue?" Tanyanya yang dibuat-buat agar terdengar kesal.
Erine menyengir lebar sambil menepis tangan Jimmy yang masih berada di dahinya. "Ya udah, sini, gue terima dengan senang hati novel ini." Katanya setelah merebut novel yang sejak tadi dipegang oleh Jimmy.
Jimmy yang melihat perilaku sahabat kecilnya ini menggeleng sambil tersenyum kecil dan dia juga sempat mengacak pelan rambut Erine. "Ya udah gue balik ke ruang OSIS dulu." Katanya yang segera diangguki oleh Erine, dan setelahnya lelaki itu pergi dari hadapan Erine dengan langkah lebar.
Setelah beberapa waktu, Erine mengalihkan tatapannya dari punggung Jimmy yang semakin menjauh untuk menatap kearah depan kelasnya. Tadi dirinya mendengar suara rintikan hujan yang membasahi atap, dan ternyata benar jika hujan mulai turun bahkan semakin deras saja.
"Hujan." Batin Erine sambil menghela napasnya pelan.
°°°°°
Suara yang sedikit riuh itu terus masuk begitu saja ke indra pendengaran lelaki yang baru saja meninggalkan salah satu meja yang ada di kelas itu. Dia hendak pergi dari kelas yang riuh dikarenakan guru yang harusnya mengajar kini berhalangan hadir.
Tangan kiri lelaki itu nampak tenggelam didalam saku celana sekolahnya, sementara tangan kanannya memegang sebuah ponsel. Tatapannya juga terlihat lurus dan tajam, tanpa memperdulikan tatapan para penghuni kelas ini yang sejak tadi menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAVINNO [END]
Ficção AdolescenteSquel DUSK TILL DAWN •With You• Bisa di baca terpisah dengan DUSK TILL DAWN •With You• karena cerita ini berdiri sendiri Rank#1 in masasekolah (10/04/2020) Rank#9 in squel (10/04/2020) Davinno Renove Ballar Siapa yang tidak mengenal lelaki tampan t...