BAGIAN 42 [ Gadis Dalam Pelukan ]

4.9K 226 59
                                    

Kita adalah dua hati yang berbeda rasa, yang entah kapan akan menyatu

Davinno

°°°°°

Pintu berukuran sedang itu terbuka karena dorongan dari luar ruangan ini. Menampakan dua orang lelaki berseragam sekolah lengkap dengan ransel yang melekat di masing-masing punggung lelaki itu.

Sebuah tatapan yang sudah biasa tajam itu, menatap kehadiran dua lelaki tadi dengan sebuah harapan yang sebenarnya sudah hilang sejak beberapa jam yang lalu, namun tetap saja ada sedikit rasa kecewa yang hinggap di hatinya walaupun dia sendiri yang memulai segalanya.

Setelah seorang lelaki berambut lurus yang tertata rapi itu menutup pintu ruangan itu kembali, lelaki itu segera melangkah menghampiri sahabatnya yang sudah berjalan mendahuluinya menuju sebuah ranjang yang muat di tempati oleh dua orang tersebut.

"Ealah, bebi gue belum bangun dari ranjang juga?"

Keno, lelaki dengan rambut lurus dan tertata rapi itu menggelengkan kepalanya pelan saat melihat sahabatnya, Andrew bertanya dengan panggilan yang terdengar menjijihkan kepada Davin yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Dan kekehan Keno akhirnya terdengar saat melihat tatapan Davin yang menajam kearah Andrew.

"Itu mata tolong kondisikan!" Andrew berkata sambil membalas tatapan tajam Davin. "Abis kecelakaan sampai kaya gini juga. Mau nambaih matanya copot? Iya?" Lanjut Andrew terdengar kesal karena Davin seolah tidak mendengarkan ucapannya.

"Gimana, Dave, udah baikan?" Keno ikut bertanya, namun pertanyaannya lebih bermutu dari pertanyaan Andrew tadi.

Davin yang masih berbaring di ranjang rumah sakit, mengalihkan tatapan matanya menjadi kearah Keno yang berdiri disisi ranjangnya, berjejer dengan Andrew persis.

"Baikan."

"Syukur kalo gitu."

"Lesu amat mukanya, lebih dari biasanya." Andrew mengomentari wajah pucat Davin.

"Berharap pacarnya ikut, dia." Keno tersenyum kecil, meledek Davin yang masih tidak berekspresi sama sekali.

Andrew terkekeh mendengarnya. "Oh, pantesan." Katanya dengan begitu semangat walaupun lagi-lagi dia harus mendapatkan tatapan tajam dari Davin. "Si Erine, mah_"

"Gue tau." Davin mengalihkan tatapannya menjadi menatap langit-langit ruang inapnya. Kemudian setelah beberapa saat, kedua kelopak mata yang sedikit terluka tersebut terpejam rapat. Hidungnya menghirup udara yang bercampur AC di ruangan ini, dan bau yang tercium di indra penciumannya adalah bau obat-obatan yang menyengat di indra penglihatannya.

"Tau apa, huh?"

"Erine ada ekstra kulikuler." Davin menjawab pertanyaan Andrew barusan dengan posisi badan yang masih sama dengan tadi.

Keno memukul bahu Andrew sedikit keras, membuat lelaki itu mengaduh sambil menatap kesal Keno. "Udah jelas Davin taunya dari Erine, masih aja lo tanyain." Kata Keno.

Davin yang mendengar hal tersebut, sempat sedikit tersenyum miring. Lelaki itu juga mengatakan 'Bukan' di dalam hatinya atas apa yang Keno katakan tadi. Karena pada nyatanya, Erine tidak mengabari Davin mengenai bisa atau tidaknya gadis itu menjenguknya sepulang sekolah nanti. Pesan terakhir dari Erine untuk Davin saja, di terima oleh Davin pagi tadi setelah beberapa menit Erine keluar dari rumah sakit untuk pulang ke rumahnya sendiri.

Sikap Erine yang sekarang dan kepulangan gadis itu pagi tadi bukan tanpa alasan. Selain karena hari ini Erine harus pergi sekolah, tapi Davin tahu betul ada alasan lain kenapa Erine pulang dan tidak mengirimkan pesan kepada Davin lagi. Alasan yang tidak lain adalah karena Davin yang kembali memilih bersikap seolah tidak peduli kepada Erine.

DAVINNO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang