Bab 13

2K 61 0
                                    

Angin berhempus pelan membuat beberapa daun tua berguguran dan mendarat di tanah. Cuaca yang lumayan panas membuat sebagian orang yang berjalan mengelilingi taman memilih untuk duduk di pinggir trotoar tepatnya di bawah pohon.

Seorang gadis ber-seragam SMA bersandar pada batang pohon dan menutup matanya menikmati angin yang berembus membelai wajah mulusnya. Ia menyumpal kedua telinganya dengan headphone. Ingin menikmati waktu sendiri dan melupakan apa yang di dengarnya tadi siang.

Sebelumnya ia bukanlah gadis yang mudah jatuh hati apalagi pada pandangan pertama. Tapi sejak pria itu hadir, semuanya berubah. Pria itu memberikan suasana berbeda dalam hidupnya, pria itu memberikan pengaruh besar dalam hidupnya.

Key tak ingin menyerah, disaat pria itu menolaknya maka saat itu pula Key akan berusaha lebih keras. Menyedihkan memang, tapi ia tak mau jika pria itu masih berkutat dalam hidupnya yang kelam. Key tidak ingin Fe jatuh pada gadis lain selain dirinya.

Dari gelagat Fe, Key dapat melihat jika pria itu mempunyai sisi gelap. Sangat tidak tersentuh dan yang paling membebani Key adalah pria itu pernah dikhianati. Pria itu pernah mencintai gadis lain.

Key menutup wajahnya dengan kedua tangan kemudian menghela berat seolah seluruh beban dunia dihadapkan padanya.

Brukkkk

Key tersentak, rasanya jantung yang dibawanya kemana-mana itu akan melayang saat mendengar suara jatuh tepan di depannya. Ia membuka matanya, dan pemandangan di depannya membuat ia tak dapat menahan tawa. Ryan yang tersungkur di tanah dengan sepeda yang menimpanya.

Sebenarnya tidak lucu, tapi mengingat Key yang memang butuh hiburan pemandangan itu menurutnya lebih lucu daripada Sule saat melawak. Apalagi melihat ekspresi Ryan yang menahan malu.

Pria itu berdiri kemudian membawa sepedanya ke pinggir trotoar. Kemudian ia menghampiri Key yang masih tertawa terbahak-bahak.

"Udah, seneng lo?" Kesal Ryan kemudian duduk di sebelah Key.

Key masih tertawa sambil memegangi perutnya. Sementara Ryan hanya bisa menatap Key miris. Gadis itu memang butuh hiburan.

"Udah galaunya?" Pertanyaan Ryan membuat Key diam seketika.

Ryan menggelengkan kepala melihat Key, tapi sebenarnya dalam hati ia merasa sakit jika melihat Key terluka. Ryan memang sudah dekat dengan Key sejak lama, selama itu pula ia sudah memendam rasa pada Key meski ia hanya bisa menjadi pengecut yang takut hubungan baik mereka berakhir jika Key mengetahui perasaannya.

Kembali  pada Key, ia menatap kosong danau buatan di depannya. Ucapan Fe masih saja membayanginya meski ia sudah berusaha melupakannya.

"Kak Ryan."

"Pasti ada maunya kan elo makanya manggil gue Kakak." Ryan memicingkan matanya.

"Apa suka sama orang itu sesakit ini?"

Ryan terdiam, ia mencoba untuk tidak menunjukkan kecemburuannya. Setelah lama terdiam, Ryan yang sudah dapat menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya kembali bersuara.

"Tergantung elo juga lah." Ryan ikut bersandar di batang pohon dan memperhatikan danau di depannya.

"Maksudnya?" Tanya Key tak mengerti.

"Kalo elo pikir itu sakit, maka lo bakal merasa sakit." Ryan meluruskan kakinya ke depan.

"Tapi kalo elo merasa itu hal biasa, lo juga bakal kebal juga meski di katain apapun."

Key mengangguk mengerti, "Lo pernah patah hati ya? Kayak pengalaman bener lo."

Ryan mengangguk, "Akhir-akhir ini sering."

"Sabar Kak, kita sama." Key menepuk bahu Ryan.
"Saran gue perjuangin tu cewek."

Ryan tersenyum kecut kemudian menutup matanya seperti Key sebelumnya. Dua orang yang patah hati duduk bersebelahan, meratapi kisah pahit yang sama-sama mereka lalui.
Cinta segitiga terjalin tanpa sepengetahuan salah satunya, menjadi penyemangat meski tak sadar diri sendiri maksud yang dituju.

*******

Dion menatap tajam Fe di depannya seolah ingin menerkam pria itu. Entah sudah ke berapa kalinya tetangga barbarnya itu disakiti oleh pria di depannya. Tapi Dion cukup tau diri untuk tidak menghajar Fe mengingat pria itu sahabatnya sendiri terlebih memang Key yang selalu mengusik hidupnya.

"Lo.."

"Jahat!" Ungkapan hati seorang Danil yang dihadiahi pelototan dari Rio.

"Lo beneran gak suka sama Key?" Tanya Dion.

Fe menaikkan salah satu alisnya kemudian mengangguk tentu saja masih dengan ekspresi datarnya.

Dion menghela berat, ia sungguh tak bisa membaca pikiran Fe. Pria itu benar-bebar tertutup tentang segala sesuatu. Inilah yang menjadi alasan ia menentang Key dengan Fe, karna ia sama sekali tak mengerti dengan jalan pikiran Fe. Dan yang menjadi alasan terkuatnya adalah masa lalu Fe.

"Pegang kata-kata lo." ucap Dion.

Fe memilih mengedikkan bahu dan kembali berkutat pada ponselnya. Sementara Danil dan Rio menahan kecewa karena tontonan seru mereka sepertinya tak berlangsung lama.

*******

"Itu cewek yang ngejar Kak Fe kan?"

"Gak tau malu banget sih!"

"Murahan banget!"

"Pake sihir apa sih dia sama Kak Fe?"

Itulah bisik-bisikan yang Key dengar saat melewat koridor menuju kelasnya. Ternyata ungkapannya semalam sudah menjadi buah bibir se-antero sekolah. Terbukti saat anak kelas X juga mengetahuinya meski mereka tak berada disana. Untunglah kaki Key yang sebelumnya cedera sudah sembuh, jadi ia bisa mempercepat langkahnya agar tak mendengar hal yang harusnya tak ia dengar.

Saat memasuki kelas, Key melihat Wenda duduk seorang diri di bangkunya. Tak ada orang lain di kelas itu, hanya dia dan Wenda. Kemudian Key menghampiri Wenda bermaksud menyapa gadis itu. Tapi tatapan Wenda membuatnya mengurungkan niat.

Key melewati Wenda menuju bangkunya, mungkin gadis itu sedang ada masalah dan tak ingin diganggu.

"Key, jauhin Kak Fe."

Ucapan Wenda menghentikan langkah Key kemudian mundur menatap gadis itu meminta penjelasan.

"Maksud lo?"

Wenda mendongak, tatapannya masih saja tajam.
"Gue bilang jauhin Kak Fe!"

"Kok," Key tak dapat menyambung kalimatnya.

"Jauhin Fe, atau lo terluka!"

Usai mengatakan itu Wenda berdiri dari kursinya dan berniat keluar kelas tapi langkahnya terhenti saat Key bicara.

"Wenda suka sama Kak Fe?"

Wenda tak mengubris pertanyaan Key dan kembali melangkah. Tapi lagi-lagi ia di hentikan Key.

"Key gak bakal jauhin Kak Fe! Gak akan!"

Wenda berbalik kembali menatap Key.

"Key udah terlanjur sayang sama Kak Fe. Key bakal tanggung sendiri jika memang Key bakal terluka kalo deket sama Kak Fe."

Setelah mengatakan itu Key meninggalkan Wenda di dalam kelas. Kakinya melangkah entah kemana, perkataan Wenda membuat pikirannya semakin kacau. Tak dapat ia bayangkan jika ia menyukai pria yang sama dengan sahabatnya.

Ia mengepal tangannya, disisi lain ia tak ingin menjauhi Fe. Tapi disisi lain ia juga tak ingin persahabatannya dengan Wenda merenggang. Ia tak mengerti, kenapa Wenda tiba-tiba saja seperti ini. Padahal sebelumnya gadis itu juga tak merasa keberatan saat ia mengatakan menyukai Fe.

Saat berada di tengah lapangan, ia berpapasan dengan Fe. Pria itu baru saja datang. Meski terpaksa, Key mencoba untuk tersenyum seperti biasa seolah tak pernah terjadi apa-apa.

"Pagi Kak." Sapa Key.

Seperti biasa, pria itu tak peduli. Ia melewati Key dengan santainya.

Key terdiam, kecewa sepertinya sudah menjadi makanan sehari-harinya. Tapi dalam hati ia bertekad akan membuat Fe menjadi miliknya.

Feelings (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang