Bab 23

1.6K 47 0
                                    

Beberapa pemain basket masih bermain di lapangan dan sebagian lagi memilih istirahat sekedar melepas penat.

Key dan Fe masih duduk di bawah pohon. Key memeluk lengan pria itu dan merebahkan kepalanya. Mereka menonton para pemain basket yang masih setia bermain di bawah terik matahari.

"Key udah nganggep Kak Ryan itu Abang. Makanya Key gitu sama dia." Key semakin mempererat rangkulannya. "Kakak jangan marah sama dia ya."

"Hm." Fe mengusap rambut Key.

Mereka berdua kembali diam. Mereka memperhatikan beberapa orang yang sedang berlarian di tengah lapangan persis seperti anak SD.

"Key." Fe memanggil Key tanpa menatap gadis itu.

"Hmm."

"Jika suatu saat lo tau sisi gue yang lain apa lo masih akan bertahan?" Fe menundukkan kepalanya melihat reaksi gadis itu.

Key tersenyum simpul dan mendongakkan kepalanya menatap manik hitam Fe.
"Sisi yang seperti apa?"

"Sisi yang buruk." Jawab Fe tanpa memalingkan tatapannya.

Key mengangkat tangannya menyentuh pipi Fe, "Sepertinya tidak, karna Key yakin seburuk apapun sisi lain Kakak itu masih tidak sebanding dengan apa yang Key rasain disini." Key menunjuk dadanya sendiri.

Fe menyinggungkan senyum kemudian membelai rambut Key sayang.

******

Key melangkahkan kakinya menuju Kafe yang terletak tak jauh dari rumahnya. Ia memperhatikan setiap sudut Kafe itu mencari orang yang baru saja meminta bertemu dengannya.

Key menghela nafas berat setelah melihat orang yang dicarinya sedang duduk di sebuah meja yang membelakanginya. Key melangkahkan kakinya dengan perasaan tak enak. Ia harus siap mendengar apa yang akan dikatakan orang itu. Dan apapun itu Key merasa bukan hal yang baik.

"Lo udah dateng?" Ucap Wenda. Key menyerngit, gadis itu terlihat beda dengan tatapan sendunya.

"Lo mau ngomong apa?" Tanya Key to the point.

Wenda tersenyum tulus padanya, "Gue cuma mau mengulang masa lalu pas kita masih baik-baik saja."

Key kembali menghela nafas tak nyaman, "Langsung aja Wen. Gue tau lo gak mau inget hal yang membuatmu muak."

Wenda terlihat menghela pelan, "Ini soal Kak Fe."

Key memejamkan matanya sesaat, tentu saja ia tahu jika Wenda ingin menemuinya untuk membahas Fe. "Tentang apa?"

Wenda merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah foto dan meletakkannya tepat di depan Key.

Key mematung melihat foto di depannya. Tenggorokannya terasa tercekat dan ia menatap Wenda meminta penjelasan.

"Gue gak tau mesti ngejelasinnya dari mana." Wenda menghela nafas kemudian menarik tangan Key dan menggenggamnya lembut.
"Gue udah bilang dari awal kalo lo bakal terluka."

"Ma-maksud lo apa? Ini poto apaan?"

"Gue sama Kak Fe pernah pacaran."

Key menarik tangannya dari tangan Wenda, "Lo ngomong apa Wen?" Key menggelengkan kepalanya. "Gak mungkin."

"Key, biarin gue jelasin sama lo. Itu keputusan lo mau percaya apa enggak. Gue cuma mau lo dengerin gue Key." Wenda menatap Key dengan tatapan sendu, berharap Key mau mendengarkannya.

Wenda mendesah berat kembali menatap Key yang terlihat syok melihat foto di depannya. Foto mesra Fe dan Wenda saat berada di sebuah Kafe.
"Gue mencintai Kak Fe. Kami berdua udah saling kenal dari lama. Sebelum lo kenal Fe gue udah pacaran dengannya."

Key menatap Wenda tak percaya, "Omong kosong."

"Key, lo harus percaya. Gue tau ini sulit buat lo percaya. Tapi gue serius Key."

"Apa lo gak punya cara lain lagi selain mengarang cerita mustahil lo itu?" Ucap Key tajam. Emosinya tersulut, hatinya terasa diremas meski ia belum yakin dengan perkataan Wenda.

"Cerita mustahil? Lo bisa liat sendiri bukti di depan lo. Atau lo masih butuh bukti lain? Gue pikir gak, karna lo bisa makin terluka." Wenda mencoba untuk menenangkan dirinya.

Key tercenung menatap foto di depannya. Ia mencoba untuk tak percaya.

"Kalo memang perkataan lo bener, kenapa lo gak larang gue sama Kak Fe?"

"Gue gak tega, selama ini gue udah nganggep elo saudara gue."

Key mendecih dengan mata yang sudah memanas, "Dan sekarang lo minta gue buat lepasin Kak Fe?"

Wenda mendesah berat, "Maaf, gue tau ini sulit dipercaya. Waktu lo suka sama Kak Fe gue langsung mutusin hubungan kami karna gue memang saat itu bodoh gak sadar sama perasaan sendiri. Gue seneng pas elo sama Kak Fe."

"Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo gue bodoh. Gue sakit pas elo deket dengan Kak Fe. Gue sakit liat Kak Fe senyum sama lo. Gue nyesel udah buat Kak Fe kecewa." Wenda menjeda ucapannya, "Gue cinta sama Kak Fe, sangat." Lirih Wenda bersamaan dengan jatuhnya cairan bening dari pelupuk matanya.

Wenda mengusap air matanya dengan pungung tangan meski cairan bening itu tetap saja mengalir dengan deras. Ia menatap Key nanar, "Maafin gue udah buat lo sakit sama perkataan gue. Gue gak tau dengan cara apa lagi buat elo jauhin Kak Fe."

Key menggigit bibirnya sendiri, "Lo jahat Wen." Ucap Key, air matanya sudah mengalir membasahi pipi.

"Maaf Key." Lirih Wenda, "Gue sayang sama Kak Fe, gue gak punya cara lain lagi Key. Gue nyesel udah buat Kak Fe kecewa."

"Lo-lo." Key membekap mulutnya sendiri tak tau harus mengatakan apa.

"Key, gue mohon lepasin Kak Fe. Gue mohon dengerin gue sekali ini aja. Kak Fe butuh gue."

Wenda menghela nafasnya berat, "Kak Fe punya masa lalu kelam. Ia dulu pecandu narkoba, ia dulu selalu diselimuti dunia malam. Dan yang mendampinginya saat itu gue Key, gue yang buat dia keluar dari dunianya yang mengerikan itu." Ucap Wenda mencoba menahan isakannya.

"Lalu kenapa elo lepasin Kak Fe!" Bentak Key.

"Gue udah bilang gue ngalah sama lo! Gue gak tega liat lo kecewa kalo tau gue punya hubungan spesial sama Kak Fe. Gue pertegas sekali lagi! Gue mikirin elo!"

"Tapi pada Akhirnya lo juga buat gue sakit. Lo tau Wen? Hati gue sakit pas elo mulai menjauh dan benci gue. Dan sekarang elo bikin hati gue hancur karna pengakuan elo." Key mengusap air matanya kasar.

"Maaf Key, gue bukan sahabat yang baik."

Key berdiri dari bangkunya dan menatap Wenda nanar. "Lo emang bukan sahabat yang baik."

Wenda menahan lengan Key dan ikut berdiri di depan gadis itu. Kemudian berlutut membuat Key membelalakkan matanya. "Gue mohon Key, gue cuma mau perbaiki semuanya dengan Kak Fe." Ucap gadis itu terisak.

Key melangkahkan kakinya dari Kafe dengan hati yang hancur. Kakinya melangkah tanpa arah dengan air mata yang masih setia membasahi pipinya. Tatapan heran orang-orang padanya karna isakannya tak ia pedulikan. Ia hanya ingin melangkah jauh.

Dadanya terasa sesak, setelah semua hal manis yang ia lewati dengan Fe sekarang ia harus mendengar pernyataan Wenda yang membuat hatinya sakit. Melepaskan Fe? Tidak, ia akan egois. Ia tidak akan melepaskan pria itu meski tau kebenarannya. Karna yang ia tau ia mencintai pria itu sangat dalam. Begitupun Fe mencintainya.

Tangis Key semakin menjadi, ia menghentikan langkahnya dan berjongkok di tengah para pejalan kaki yang menatapnya. Wajahnya ia sembunyikan di balik lutut dan menangis sejadinya.

~~~~~

Maafkan cerita ini yang semakin hari ceritanya semakin ngawur😁😁😁

Feelings (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang