"Apa?!! Lo put-mmphhh." Riska meronta saat Dian membekap mulutnya.
"Bisa kondisiin gak sih Ris suara lo?" Ucap Dian memperhatikan sekitarnya. Kemudian ia menurunkan tangannya dan beralih pada Key yang kondisinya sudah seperti mayat hidup. "Lo serius mutusin Kak Fe."
Key mengangguk lemah, "Gue gak punya pilihan."
"Trus masalahnya apa Key?"
Dian dan Riska hanya bisa mendesah berat saat Key menggeleng. Gadis itu sama sekali tak mau mengatakan alasannya.
"Kita sahabat lo kan Key? Lo mestinya terbuka sama kita." Kata Dian.
"Gue gak bisa."
"Oke, mungkin lo punya alesan. Tapi kalo lo gak sanggup lo bisa bagi ke kita, hmm?"
Key mengangguk dan menatap jalanan. Saat seperti ini ia jadi teringat saat Fe mengajaknya makan es krim. Dada Key terasa sesak saat mengingatnya. Ia masih ingat jelas ekspresi kecewa Fe saat Di UKS. Sungguh, ia juga tak ingin melepaskan Fe.
"Kak Fe bilang apa?" Tanya Dian lagi.
Key cuma menunduk tak menjawab. Dian juga memilih diam, mungkin Key tak ingin mengungkit soal Fe lagi.
****
"Tadi malam lo ngapain sama Key?" Tanya Dion sambil menyandarkan punggungnya ke dinding menatap Fe di depannya. "Tu anak kayak kesurupan aja pas nanya alamat lo sama gue."
"Tadi malam?" Beo Fe.
Dion menangguk, "Semalam gue yang mesenin taksi sama Key."
Fe memejamkan matanya sesaat dan tangannya terkepal. "Sial!"
Kemudian ia berdiri dari bangkunya dan berjalan dengan langkah yang memburu meninggalkan kelas. Dion yang memanggilnya tak ia hiraukan lagi.
Fe berjalan tanpa memperhatikan jalannya. Bahkan ia tak segan menabrak siapapun di depannya. Ia menjadi pusat perhatian, selain karna wajahnya yang tampan tapi juga karena auranya yang mencekam.
Tangannya masih terkepal, tanpa aba-aba ia masuk ke dalam sebuah kelas. Tatapannya terfokus pada seorang gadis yang sedang tidur menghadap dinding di mejanya, Key. Ia mendekati gadis itu dan duduk di sampingnya.
"Kak?"
Bukan Key, melainkan gadis di depan Key, Wenda.
Fe tak mengubris Wenda yang berbalik dan menatapnya. Ia terlihat tak suka saat Fe menghampiri Key.
Fe menyentuh pundak Key, "Key?"
Key mengangkat kepalanya saat seseorang menyentuh pundaknya. Ia membeku saat melihat siapa di sampingnya saat ini. Cukup lama ia tercenung saat menatap Fe. Jika boleh jujur, ia sangat merindukan pria di depannya itu setelah kejadian di UKS tadi. Dan hal yang paling dibencinya saat ini adalah jika memikirkan pria itu sudah membuatnya menangis apalagi melihatnya secara langsung seperti ini. Sebisa mungkin Key menahan air mata yang rasanya akan jatuh dan meruntuhkan pertahanannya.
Key menatap Fe dalam diam.
"Gue mau ngomong sama lo."
Key hanya bisa menurut saat Fe membawanya keluar dari kelas melewati beberapa pasang mata yang memperhatikan mereka sepanjang koridor. Key menatap nanar punggung Fe. Apapun yang akan dikatakan pria itu tentu saja tak bisa merubah apapun.
Mereka berhenti di taman belakang sekolah. Taman itu cukup sepi karna sebagian orang memilih untuk tinggal di kelas karna bel akan berbunyi.
Fe berbalik menghadap Key tanpa melepaskan genggamannya. Ia malah semakin mempererat genggamannya pada tangan Key dan menatap intens gadis yang sedang menunduk itu.
"Maaf, lo udah liat yang seharusnya gak lo liat." Fe menggemgam tangan Key yang satunya lagi. "Lo salah paham, apa yang lo liat semalam itu gak seperti yang lo bayangin."
Fe mendesah berat sebelum melanjutkan kalimatnya, "Jadi, jangan minta gue buat nerima keputusan lo tadi pagi."
Key menggeleng menatap manik mata Fe, "Gue mau putus."
Fe memejamkan matanya sesaat dan memegang kedua bahu Key, "Dengar, apa yang lo liat itu kesalah pahaman Key."
"Gue tetep mau putus!" Ucap Key menekankan setiap kata yang ia lontarkan. Ia berusaha setegar mungkin dan menahan air matanya yang terasa akan tumpah saat ini juga.
Fe menghela nafas mencoba untuk tidak tersulut emosi, "Lo bisa tampar gue! Lo bisa marah sama gue! Lo bisa lakuin apapun yang lo mau! Tapi gue mohon jangan dengan putus."
Key menyingkirkan Tangan Fe di bahunya, "Itu yang terbaik." Ucapnya dan memalingkan wajahnya dari Fe.
"Yang terbaik apanya? Hanya karna masalah sepele lo minta putus. Udah gue bilang lo salah paham!" Fe mengusap wajahnya kasar.
"Masalah sepele?" Key tersenyum kecut, "Jadi buat lo itu masalah sepele?"
"Jangan memperbesar masalah, lo juga liat gue gak membalas ciuman Wenda." Ucap Fe emosi, tatapannya menajam kemudian ia mencekal lengan Key dan menyeretnya.
"Lepasin!" Key memberontak mencoba melepaskan tangannya tapi tenaganya yang kecil tak sebanding dengan Fe. "Lo mau bawa gue kemana? Lepasin, sakit!"
Fe menghentikan langkahnya, "Wenda, lo harus denger penjelasan dari dia."
"Gue gak mau!" Key menghempaskan tangannya dan untungnya terlepas. Kemudian ia menatap Fe dan menegakkan badannya. Key memejamkan matanya sesaat dan kembali menatap Fe, rendah. "Lo pikir gue minta putus karna liat lo ciuman sama Wenda?" Key tersenyum kecut.
"Lo tau? Gue jijik sama lo!"
"Pecandu narkoba? Ayolah, gue gak sebodoh itu buat pacaran sama orang yang bergantung pada beda haram itu." Ucap Key.
Fe mematung dan mengepalkan tangannya. "Lo tau?"
"Tentu saja, gue tau semuanya." Key bersedekap dan mengangkat dagunya. "Pecandu narkoba? Dunia malam? Cih!! Kalo gue tau lo orang yang seperti itu jangankan mendekati lo, natap muka lo aja gue gak sudi!"
Fe semakin mengepalkan tangannya, dadanya naik turun menandakan ia emosi, ia menatap Key tajam.
"Astaga, gue gak nyangka bisa dengan mudahnya jatuh sama orang gak punya tujuan kayak lo."
"Jadi gue mau putus! Jangan temui gue lagi."
Fe mencengkram bahu Key dan membenturkan punggung gadis itu ke batang pohon membuatnya meringis. Ia mengunci pergerakan Key dan menatapnya tajam. "Lo gak tau apa-apa." Ucap Fe, matanya menatap tajam ke manik mata Key.
Key menelan ludahnya, Tatapan Fe membuatnya takut. Pria itu terlihat sangat marah, ia belum pernah melihat Fe seperti ini.
"I - iya, gue memang gak tau apa-apa tentang lo." Key mencoba membalas tatapan tajam Fe meski sebenarnya ia sangat takut apalagi melihat bagaimana pria itu marah. "Dan gue gak mau tau apapun tentang lo."
Fe semakin mencengkram bahu Key membuat gadis itu menahan sakit pada bahunya. Kemudian cengkramannya mengendur tapi tidak dengan matanya yang masih menatap tajam. Ia menurunkan tangannya dari bahu Key dan mengusap wajahnya kasar.
Tanpa mengatakan apapun lagi Fe pergi dari tempat itu meninggalkan Key yang mematung. Gadis itu menatap punggung Fe yang semakin menjauh.
Key menunduk dan menatap nanar tanah di bawahnya. Tangannya terangkat menghapus air matanya. Ia terduduk di tanah, kakinya tak lagi dapat menopang tubuhnya.
Ia tak menyangka akan mengatakan hal sesakit itu untuk membuat Fe menjauh darinya. Dalam hati ia terus mengucap maaf tanpa henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings (End)
Teen FictionKey tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Jadi, saat ia jatuh cinta untuk pertama kalinya, semua usaha ia lakukan untuk mendapatkan pria yang membuatnya jatuh cinta itu. Tapi, semua tak semulus yang ia kira.