Bab 35

1.6K 48 0
                                    

Aroma minuman keras yang berbaur dengan asap rokok tercium jelas di dalam klub itu. Klub yang di dominasi anak muda itu begitu riuh dengan suara musik yang berdentam-dentam. Beberapa orang meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti irama musik.

Di salah satu sudut Klub itu Fe meneguk minuman kerasnya dalam satu kali teguk. Ia memperhatikan orang-orang di lantai dansa dengan seringaian. Setengah kesadarannya sudah hilang, beberapa botol minuman keras yang kosong sudah berjejer di mejanya.

Tatapan pria itu fokus pada seorang gadis yang sedang berbincang dengan seorang pria. Keduanya terlihat akrab. Sesekali pria itu menyelipkan anak rambut gadis itu atau membelai pipinya.

Fe mendecih, sedetik kemudian ia berdiri dari kursinya dan berjalan sempoyongan menuju kedua orang itu. Dua orang yang sudah menghancurkan dirinya, merenggut semuanya dari Fe.

Bugh

Beberapa perempuan di Klub itu spontan menjerit sesaat setelah Fe mendaratkan satu bogeman mulus di rahang pria itu. Ia kemudian menendang dan berkali-kali mendaratkan tinjunya secara brutal. Sementara pria yang dihajarnya sama sekali tak punya kesempatan untuk melawan karna serangan mendadak itu.

"Kak Fe!! Hentikan!!" Jerit Wenda berusaha melerai.

Fe mencengkram kerah baju pria yang sudah terkapar di lantai itu. "Lemah!" Ucapnya kemudian melepaskan tangannya kasar.

Fe berdiri, ia menarik tangan Wenda dan membawanya keluar dari Klub itu meninggalkan pria tadi.

Plakk

Wajah Fe tertoreh ke samping, ia kemudian meluruskan pandangannya pada Wenda yang saat ini terlihat menahan amarah. Senyum sinis tersinggung di bibir Fe.

"Kakak gila hah?!" Wenda mengepal kedua tangannya.

Fe menaikkan sebelah alisnya, ia mengusap pipinya yang terasa panas karna tamparan Wenda. "Berhenti main-main denganku."

Wenda sedikit tersentak dengan ucapan Fe. Ia mundur satu langkah tapi Fe mencengkram lengannya.

"Kali ini rencana lo gak akan berhasil." Sorot mata Fe menajam seolah ingin menembus mata Wenda. "Ingat, yang lo hadapi sekarang adalah gue. Orang yang pernah lo buang dan tentu saja orang yang lo buat kehilangan semuanya. Lo pernah dengar orang jahat lahir dari orang baik yang disakiti?"

Fe menaikkan sebelah sudut bibirnya, "Stella."

Wenda menegang, matanya membulat dan perasaan gugup mulai menderainya. Tatapan Fe sekarang penuh kebencian padanya.

"Gue gak akan pernah lupa apa yang udah lo lakuin pada Stella. Dan kubur niatmu untuk mendapat simpati dari gue. Karna sampai kapanpun gue gak sudi lagi untuk sekedar peduli Sama lo."

-

-

Key mematut dirinya di depan cermin. Mata bengkak, lingkaran hitam di bawah mata, rambut acak-acakan dan bekas air mata yang mengering di kedua pipinya.

"Bagus, sekarang gue udah kayak mayat hidup. Bukan, lebih tepatnya kodok." Ucap Key pada bayangannya sendiri.

Gadis yang masih berseragam SMA itu menghempaskan tubuhnya pada kasur dan bergelung disana.

"Brengsek!!"

Key mengumpat sambil membenamkan kepalanya di atas bantal. Ia menendang-nendang udara dan meninju kasur dengan geram. Membayangkan jika yang di tinjunya itu adalah pria yang sudah memporak-porandakan hatinya dan dengan seenak jidat mengatakan putus.

"Dasar pengecut!"

"Elo kan yang bilang cinta sama gue? Elo kan yang bilang jangan tinggalin elo? Elo kan yang bilang gak ada kata putus?!"

"Aaahhhh!!!" Key melempar bantalnya ke sembarang arah.

"Dan sekarang elo minta putus, emang lo pikir gue apaan ha?!!"

"Huuaaaaaaa." Key menendang-nendang kasurnya.

"Lo jahat!!"

"Sekarang elo juga gak muncul-muncul. Gue doain lo diculik emak lampir!!"

Key mengacak rambutnya. Sakit, kecewa dan cemburu. Semuanya bercampur menjadi satu membuat dadanya sesak dan hatinya terasa hancur berkeping-keping. Apalagi mengingat Fe sama sekali tak terlihat selama tiga hari. Dan ya, selama tiga hari itu pula Key layaknya mayat hidup atau berbuat gila. Seperti melampiaskan kekesalannya pada Dion ataupun Ryan.

Jika boleh jujur sebenarnya Key saat ini merindukan Fe meski pria itu telah membuatnya menangis tiada henti dan mengurung diri selama dua hari di kamarnya. Meratapi hubungan mereka yang akhirnya kandas karna gangguan Mak Lampir. Dan Key saat ini sangat ingin mencincang Mak Lampir itu dan memberinya pada anjing peliharaan Papanya.

Key duduk sambil menyilangkan kakinya di kasur. Ia mendesah, apa semuanya benar-benar berakhir? Apa Fe benar-benar tega mengkhianatinya?

Aaarrgghhhh....

Memang apa peduli Key? Bukankah Fe sendiri yang meminta putus? Dan ini saatnya Key Move on.

Yah....

Key tidak boleh larut dalam kesedihannya. Biarkan saja Fe memilih bersama Wenda. Memang apa peduli Key? Mulai saat ini Key akan bersikap seperti awal, saat ia belum bertemu Fe dan mengenalnya.

Selamat tinggal masa lalu.....

Feelings (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang