Mata tajam itu menyorot dua orang yang sedang tertawa di bawah pohon pinggir lapangan Basket. Ada sorot terluka dalam manik hitam itu. Tangannya mencengkram kuat pinggiran pembatas balkon.
"Fe."
Tepukan di pundak pria itu membuatnya menolehkan kepala ke samping.
Danil menepuk-nepuk pundak Fe sambil mengarahkan pandangannya pada dua orang yang masih tertawa bahagia di bawah sana, Key dan Ryan. Tak seperti Fe, meski dari jauh ia dapat melihat jika tawa gadis yang disebutnya toa itu tak sampai ke matanya.
Danil kembali menatap Fe yang sedang memasang tampang kakunya. Rahang pria itu mengeras dan ekspresinya terlihat dingin.
"Jadi, lo mutusin Key karna Dion yang meminta dan menyiksa dirimu sendiri?" Danil memasang raut serius.
"Gue cuma lindungin Key dari Wenda." Jawab Fe.
Danil mendesah, "Lo harusnya lindungin Key dengan selalu di samping dia. Bukan malah mengakhiri hubungan kalian."
Fe mengusap wajahnya kasar. "Lo ingat apa yang Wenda perbuat sama Stella? Semua karna gue."
"Lo hanya perlu lindungin dia. Gak perlu takut pada apa yang belum terjadi. Jangan nyalahin diri lo sendiri, karna apa yang terjadi sama Stella diluar dugaan lo."
Fe terdiam, mencerna ucapan Danil dengan mata tertuju pada Key.
Hatinya menghangat kala melihat Key yang tertawa lebar. Tapi hatinya kembali memanas mengingat Ryan adalah alasan Key tertawa. Fe mendengus, tapi tiba-tiba Key menatap ke arahnya dan membalas tatapan Fe. Gadis itu terlihat terkejut. Beberapa saat tatapan mereka beradu hingga Key memalingkan wajah. Tak lama Key berdiri dari posisi duduknya dan berjalan ke arah berlawanan tanpa menatap Fe lagi.
Fe menghela nafas kasar. "Menurut lo gitu?"
Danil mengangguk mantap, ia kembali menepuk pundak Fe. "Mending lo perbaiki semuanya dengan Key."
"Setelah apa yang sudah terjadi?" Tanya Fe tak yakin.
"Gue yakin Key bisa ngerti. Lo cuma perlu jelasin. Jangan buat dia makin ngejauh."
Wenda mengepalkan kedua tangannya. Ia sedang berdiri di depan pintu UKS dan tak sengaja mendengar percakapan Fe dan Danil. Jadi Fe akan kembali pada Key? Tak semudah itu.
Senyum miring tersinggung di bibir Wenda. Rencana licik mulai ia susun untuk menghancurkan Key. Jika ia tak bisa memiliki Fe maka Key juga tak bisa.
-
-
"Elo Key kan?"
Key menyerngit menatap seorang gadis yang sedang tersenyum lebar padanya. Tanpa basa-basi gadis itu duduk di sampingnya.
Eh, tunggu dulu. Gadis itu...
Gadis yang pernah bersama Fe di Kafe dan di toko buku.
Sial...
Entah mimpi apa Key semalam karna harus bertemu satu lagi Mak Lampir.
Key memasang tampang tak bersahabat. Ia memutar bola mata saat gadis yang entah siapa namanya itu duduk di sampingnya dengan senyum mengembang.
"Gue Stella." Ucap gadis itu sambil menyodorkan tangannya.
Key melirik tangan Stella dan dengan malas ia membalas jabatan tangan itu membuat Stella semakin tersenyum lebar. Heran..., entah apa yang merasuki gadis itu selalu tersenyum lebar.
"Lo pacar Fe kan?"
Key melepas tangannya, ia menatap Stella. Seketika rasa dongkol menggorogotinya melihat bagaimana cerahnya senyum gadis itu.
"Udah putus." Dengus Key.
Stella membulatkan matanya dan menutup mulutnya terkejut.
Lebay---batin Key.
"Lo serius?" Stella menurunkan tangannya. "Kok bisa?"
Key mengedikkan bahunya tak peduli seolah itu bukan hal yang besar. Ia meluruskan pandangannya pada jalan raya yang mulai padat kendaraan.
Stella menatap Key dari samping. Ia dapat melihat kepedihan di mata gadis itu meski Key berusaha untuk tidak menunjukkannya. "Yang mutusin siapa?"
Key memutar bola matanya malas, kenapa juga gadis di sampingnya ini kepo? Apa dia akan menertawakan Key setelah tahu? Maka dengan kedongkolan yang masih belum berkurang Key menatap sinis pada Stella. Aura permusuhan jelas ditujukannya pada gadis itu.
"Bukan urusan lo."
Stella mendesah, jelaslah ia tahu jika Key tak menyukainya. Karna secara tidak langsung ia sudah pernah membuat Key menjauhi Fe karna cemburu.
Stella menggaruk pipinya, ia bingung harus apa agar Key tak membencinya. "Emmm, gue sepupu Fe kalo lo mau tau."
"Sepupu?" Beo Key. Ada rasa lega dalam benaknya, berarti ia hanya salah paham. Tapi tetap saja ia masih ingat jelas saat Fe membentaknya di depan Stella.
Eh
Memang kenapa? Kenapa ia merasa lega? Bukankah hubungan mereka sudah berakhir?
"Lo gak papa?" Tanya Stella saat melihat Key diam.
Key menggeleng, rautnya tak sesinis sebelumnya. "Gue kayaknya mesti cabut, udah sore juga."
Stella mengangguk, ia memperhatikan Key yang berjalan menuju pinggir jalan raya. Ada rasa tak tega dalam dirinya melihat gadis itu. Sepertinya Key terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings (End)
Teen FictionKey tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Jadi, saat ia jatuh cinta untuk pertama kalinya, semua usaha ia lakukan untuk mendapatkan pria yang membuatnya jatuh cinta itu. Tapi, semua tak semulus yang ia kira.