Bab 46

1.7K 69 0
                                    

Key menggenggam tangan Fe lembut sambil menatapnya. Kemudian ia duduk di tepi brankar dan memeluk Fe dengan mengalungkan tangannya pada dada bidang pria itu.

Wajahnya ia dekatkan pada wajah pacarnya hingga pipi mereka saling menempel. Sekelabat bayangan saat Fe melompat ke arah mobil untuk menyelamatkannya membuat Key terisak. Air matanya luruh begitu saja.

"Ma...af," lirihnya pelan sambil mengeratkan rangkulannya.

Beberapa saat seperti itu hingga suara dari ponselnya membuat Key melepaskan rangkulannya dan meraih benda pipih itu di tasnya.

"Halo," ucapnya dengan parau.

"Buku Fisika gue kayaknya kemasukin ke tas lo deh. Tadi gue..."

Ucapan Riska di seberang sana bagai angin lalu saat Key melihat telunjuk Fe bergerak kecil. Gadis itu menurunkan ponselnya dari telinga mengabaikan Riska yang mungkin masih mencak-mencak karna kecerobohannya sendiri.

Key mendekat memastikan ia sedang tidak berimajinasi. Sedetik kemudian ia berlari keluar ruangan, berteriak memanggil Dokter dan memberitahukan apa yang baru saja ia lihat.

_

_

Key menatap risih pada Dion di sampingnya. Hari ini ia memiliki janji temu dengan Ryan di sebuah Kafe yang tak jauh dari tempat Fe dirawat. Dari tadi Dion selalu memperhatikan kegiatannya dengan Ryan.

Ia memang harus membuat seni lukis untuk tugas Prakaryanya. Berhubung cuma Ryan yang ia kenal bisa melukis, jadi ia meminta Cowok itu saja untuk membantunya.

Sekonyol-konyolnya Ryan, ia ternyata masih punya bakat. Bahkan Lukisan Cowok itu sering dipajang di mading sekolah. Lukisannya juga beberapa kali memenangkan perlombaan yang mengharumkan Sekolah mereka.

"Alah, gitu doang gue juga bisa kali," ucap Dion nyolot saat Ryan menarik garis Vertikal pada kertas tebal di depannya.

"Apa sih Bang?! Ganggu aja," kesal Key mendelik ke arah Dion.

"Biarin aja Key, mulut dia kan emang sukanya nge-gas mulu kayak emak-emak." Ucap Ryan datar.

"Apa lo bilang?! Sembarangan aja ya lo! Sini lo kalo berani!" tantang Dion, Cowok itu menggulung lengan kaosnya ke atas.

"Ow... Selo bro, gitu aja marah. Lagi PMS ya lo?" lanjut Ryan membuat Dion kebakaran jenggot.

Tetangga lima langkah Key itu sudah berdiri dari duduknya menatap Ryan tajam. Sedangkan Key memijat pangkal hidungnya melihat tingkah dua orang itu.

"Diam atau pulang?" Key menatap Dion tajam.

Dion mendengus kesal dan kembali duduk di bangkunya. Matanya mendelik kesal saat melihat Ryan yang tersenyum kemenangan.

Setelah beberapa menit berlalu akhirnya Key dan Ryan memutuskan akan melanjutkan urusan mereka lain kali karna hari sudah malam. Apalagi melihat wajak Dion yang ditekuk kesal dengan mata yang selalu menatap Ryan memperingati.

"Jadi... Kapan lo bisa lagi?" tanya Key sambil memasukkan peralatan tempurnya pada ransel kuning andalannya.

Ryan terlihat berpikir, "hari Sabtu deh, sore. Tugas lo kumpulnya masih lama kan?"

"Alah sok sibuk amat lo jadi orang." Dion menatap Ryan remeh.

"Bukan urusan lo. Lagian gue sibuk juga sama Doi. Gak kayak elo Doi aja gak punya," ejek Ryan.

"Eh lo ka-"

"Kalo mau debat terusin aja. Gue mau pergi, terserah kalian nanti mau salto atau apa gue gak peduli." Key menatap dua orang itu sambil menyampirkan ranselnya, "cih! Kayak Cewek aja lo berdua."

Feelings (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang