Sial!
Mengumpat menjadi salah satu kebiasaan Key akhir-akhir ini. Jangan salahkan dia, tapi salahkan Fe yang membuat suasana hatinya selalu buruk meski di pagi hari yang cerah ini sekalipun.
Pemandangan pertama yang di dapatinya saat mengijakkan kaki di sekolah adalah Fe yang sedang membawa setumpuk kertas di tangannya. Pria itu berjalan berlawanan arah dengannya di koridor membuat Key berniat untuk berputar haluan.
Tapi baru saja ia berpikiran seperti itu matanya bertubrukan dengan manik mata Fe. Pria itu terlihat sedikit terkejut sebelum akhirnya kembali pada mode dingin andalannya.
Dasar es batu!
Rutuk Key dalam hati. Ia memutar tubuhnya tapi ucapan Fe membuatnya terhenti dan berdiri kaku.
"Gak usah menghindar."
Suara derap langkah terdengar mendekati Key. Gadis itu menghela nafas setelah itu menghembuskannya. Ia mencoba untuk menetralisir rasa panas yang seakan membakar dadanya.
Tepat setelah Fe berdiri di depannya dan menatapnya intens, Key membuang mukanya ke arah lapangan. Ia tak bisa menjamin akan bersikap biasa saat berhadapan dengan Fe. Rasa sakit itu masih terasa menghimpit dada Key.
"Tatap gue Key."
Nada suara itu sarat akan perintah, tapi Key sama sekali tak mengindahkannya. Persetan jika pria itu murka.
Suara helaan nafas berat terdengar. Key tetap pada posisinya sampai Fe menarik dagunya dengan satu tangan. Mata mereka bertubrukan, Key menatap pria di depannya tajam dan menepis tangannya kasar.
"Jangan sentuh gue!"
Fe kembali menghela nafas berat, matanya menatap Key sendu. "Lo gak papa? Lo pucat."
Bukan bohong, Key memang terlihat pucat. Apalagi bibir yang kering dan peluh di dahinya. Disaat seperti ini Fe sungguh tak bisa mengabaikannya. Ia tahu, gadis itu pasti menyiksa dirinya sendiri.
"Gak perlu sok perhatian! Basi tau gak?!" Ucap Key kesal.
"Ikut gue ke UKS."
Dengan satu tangannya Fe menarik pergelangan tangan Key menyusuri koridor yang masih sepi. Gadis dalam genggamannya itu memberontak.
"Lepasin! Gue bilang lepasin!"
Key tak berdaya, kekuatan Fe sama sekali tak sebanding dengannya. Tubuhnya juga terasa lemas dan kepalanya terasa pening. Dengan pasrah ia berjalan mengikuti Fe.
Key berbaring di bangkar UKS dengan bantuan Fe. Pria itu sebelumnya meletakkan berkas yang dibawanya ke atas nakas. Ia juga membukakan sepatu Key dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Key sampai perut.
Fe meletakkan punggung tangannya pada dahi Key untuk mengecek suhu gadis itu. "Demam." Gumam pria itu.
Key mengalihkan pandangannya dari wajah Fe yang dekat dengannya. Ia mencoba untuk tak luluh dengan perhatian pria itu. Ingat! Mereka sudah tidak ada hubungan apa-apa!
Tidak lucu kan jika ia baper dengan mantan pacar yang sudah mengkhianatinya?
Rasa hangat yang menyentuh keningnya membuat Key tersentak. Ia menatap Fe yang sedang mengompres dahinya dengan handuk. Pria itu melakukan hati-hati dan penuh perhatian. Key juga dapat melihat bagaimana khawatirnya pria itu saat mengetahui ia demam.
Oh, astaga!!
Sadar Key! Sadar!
Ingat! Pria itu sudah membuatmu menangis tanpa henti. Pria itu sudah menghancurkan hatimu!
Key mendesah, ia menurunkan tangan Fe. "Gak perlu." Ketusnya.
Pria jangkung itu menatapnya tajam. "Apa lo pikir gue bakal diam aja liat lo sakit? Apa lo gak bisa jaga kesehatan lo sendiri supaya gue gak perlu merasa se-khawatir ini? Jangan berindak seperti anak-anak, gue gak bakal pergi sebelum lo sembuh. Nanti gue anterin lo pulang setelah ambil izin lo."
Key mencengkran sprei kuat, matanya sarat akan emosi. "Emang apa peduli Kakak?! Key gak minta Kakak buat peduliin Key! Key juga gak butuh perhatian Kakak! Bertindak seperti anak-anak? Berhenti buat Kakak cemas?! Apa Kakak gak sadar yang buat Key kayak gini Kakak?!"
Tanpa berkedip air mata Key luruh begitu saja. Matanya memancarkan kemarahan yang beberapa hari ini ia pendam. Ia tak tahan lagi, rasa sesak di dadanya semakin menjadi.
"KENAPA SEKARANG KAKAK PEDULI HAH?! KENAPA?! SETELAH BUAT KEY SAKIT KENAPA SEKARANG KAKAK PEDULIIN KEY?! KEY BUKAN MAINAN, KEY JUGA PUNYA HATI!"
Key merunduk dan terisak keras. Ia menepuk dadanya yang terasa sakit. "Sakit..., rasanya sakit. Kakak jahat!"
Fe mengepal tangannya kuat, kemudian ia merengkuh Key ke dekapannya. Membenamkan wajah gadis itu pada dadanya. Key tak berontak, ia membiarkan Fe memeluknya. Isakannya teredam di dada Fe.
"Maaf..." Fe mengelus surai Key dan mengecup puncak kepala gadis itu.
"Pergi." Lirih gadis itu lemah. Emosi yang diluapkannya membuat Key semakin lemas. "Key benci Kakak! Pergi!"
Bukannya menurut, Fe semakin mengeratkan pelukannya. "Gue terpaksa mutusin lo Key." Ucap Fe pasrah. "Gue cuma ingin lindungin elo. Gue gak mau lo terluka."
"Tapi kali ini gue gak bakal lepasin lo. Karna tanpa lo gue seperti badan yang gak bertulang. Gue gak bisa Key, gak bisa."
Tangisan Key semakin keras. Ia mencengkram kemeja Fe kuat. Apa lagi ini? Key semakin bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings (End)
Teen FictionKey tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Jadi, saat ia jatuh cinta untuk pertama kalinya, semua usaha ia lakukan untuk mendapatkan pria yang membuatnya jatuh cinta itu. Tapi, semua tak semulus yang ia kira.