Key terdiam dibangkunya dengan tatapan kosong mencoba mencerna apa yang Fe katakan. Ia tak percaya mendengar ucapan yang pria itu katakan.
Dian dan Riska hanya bisa menyerngit, bertanya juga sia-sia. Pasalnya semenjak Key menginjakkan kaki di kelas gadis itu hanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Padahal Dian dan Riska sudah menyiapkan seribu pertanyaan untuk Key. Dan tentu saja tentang apa yang telah terjadi antara Key dan Wenda.
Bicara soal Wenda, gadis itu hanya bersedekap memandang papan tulis. Melihat Key yang bergelagat aneh di belakangnya membuatnya merasa tak tenang. Sejak tadi Dian dan Riska sudah menginterogasinya curiga, tapi ia hanya tersenyum tak menjawab membuat keduanya mengurungkan niat.
Jam pelajaran dimulai, guru yang mengajar juga sudah memasuki kelas. Pelajaran dimulai seperti biasa, penjelasan materi, mencatat dan mengerjakan tugas.
Key masih setia dengan pikirannya. Ia bertopang dagu dan memandang ke bawah tepat di lapangan basket. Disana Fe dengan teman satu kelasnya sedang jam olahraga sejak setengah jam yang lalu. Dan sejak itu pula ia memperhatikan Fe dalam diam.
"Key!" Dian menepuk bahu Key membuatnya tersentak, "Ngelamun aja lo, ke bawah yuk!"
"Ngapain?" Tanya Key.
"Ee elah! Kantin lah, mana lagi?" Jawab Dian sambil mengemasi bukunya.
Key menautkan alis dan melihat ke meja guru, "Bukannya Bu Eni mau masuk?"
"Bu Eni gak masuk, sakit." Dian berdiri dari bangkunya. "Ikut gak lo"
Key mengangguk mengemasi barangnya dan menyusul Dian yang sudah pergi duluan.
"Tadi Kak Fe ngomongin apa sih ke elo Key?" Tanya Riska saat mereka sedang berjalan di koridor.
Key melirik Wenda sekilas dan kembali menatap lurus, "Gak ada, lain kali aja deh gue ceritain."
Dian mengangguk, "Ya udah, lain kali aja. Mungkin lo butuh waktu buat ngejelasin semua." Ucap Dian membuat Riska mendengus.
Dian merasa ada yang aneh antara dua sahabatnya, ia yakin sesuatu sudah terjadi. Ia tidak akan memaksa keduanya untuk menceritakan masalah mereka, tapi hanya menunggu waktu sampai salah satu dari mereka jujur.
Sepanjang berjalan di koridor lantai bawah Key memperhatikan Fe yang sedang mengiring bola. Ia masih butuh penjelasan dari Fe. Tidak sekarang, mungkin besok. Ia masih tidak cukup percaya diri untuk menemui pria itu.
******
Bel berbunyi, semua sibuk mengemasi barang meski guru yang mengajar masih menjelaskan di depan. Bodo amat, yang penting mereka sudah siap siaga berebut untuk keluar dari area sekolah dengan cepat. Begitulah pikiran sebagian orang.
Key juga mengemasi bukunya kemudian menyampirkan tas ransel berwarna kuning itu ke bahunya. Saat ia sedang mengecek ponselnya tiba-tiba Dian menepuk bahunya dan menunjuk ke pintu kelas. Disana sudah ada Fe yang bersandar di pintu memperhatikannya.
"Tumben Key, jangan bilang lo berdua udah jadian."Dian memicingkan matanya, "Kak Fe nembak elo?"
Key terdiam sejenak. Nembak? Apa perkataan Fe sebelumnya bisa dibilang menembak?
"Dian," Panggil Key saat Dian sedang mengeluarkan sampah dari lacinya. "Kok diem aja? Sana samperin Kak Fe. Keburu pulang baru tau rasa lo."
"Gue mau nanya, bentar aja."
Dian menatap Key menunggu pertanyaan gadis itu.
"Kalo orang bilang yakinin perasaan dia ke elo, itu namanya nembak gak?" Key menggigit bibirnya, lewat ekor mata ia dapat melihat Fe memainkan kunci motornya. Mungkin pria itu bosan menunggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feelings (End)
Teen FictionKey tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Jadi, saat ia jatuh cinta untuk pertama kalinya, semua usaha ia lakukan untuk mendapatkan pria yang membuatnya jatuh cinta itu. Tapi, semua tak semulus yang ia kira.