Bab 47

1.7K 59 1
                                    

"Kamu milikku," gumam Fe setelah melepas kecupannya.

Key mengangguk lagi. Tangannya terangkat meraba wajah Fe sambil terus terisak.

"Jangan nangis, please." Pinta Fe sambil menyapu air mata Key dengan jempolnya.

Bukannya mereda, tangisan Key semakin keras. "Maafin Key Kak. Karna Key Kakak begini, harusnya Kakak biarin Key."

Fe menghentikan jarinya yang mengusap pipi Key yang terlihat sedikit tirus dari terakhir ia ingat. Matanya menyiratkan tatapan tak suka membuat Key mengatupkan bibirnya rapat.

"Aku gak suka kamu ngomong gitu. Apa yang aku lakuin itu semua untuk melindungimu. Sekalipun aku biarin kamu ditabrak itu gak menjadi jaminan aku baik-baik aja. Kamu gak bakal tau apa yang bakal aku lakuin sama orang yang sengaja nabrak kamu." tegas Fe dingin.

Key terdiam, menatap Fe terkejut. Fe tahu jika tabrakan itu disengaja?

"Aku gak bodoh Key, siapapun yang liat kejadian waktu itu pasti tau itu disengaja." ucap Fe sambil membelai rambut gadisnya.

Key hanya mengangguk, dalam hati bertanya, bagaimana jadinya jika Fe tahu siapa dalang dari kecelakaan itu? Ia merasa bersalah, sekali lagi Fe harus kecewa karna orang yang sempat dikasihinya adalah penyebab semua ini.

Key menjauhkan tubuhnya saat melihat Fe meringis kecil. "Ada yang sakit?" tanya Key khawatir.

"Bahu aku," jawab Fe sambil memegang bahunya.

Key tak tahu harus bagaimana. Mengikuti perasaannya, gadis itu mengusap bahu Fe lembut dan penuh perasaan. Raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran yang kentara.

"Mendingan." Ucap Fe sambil menatap wajah Key yang terlihat khawatir.

"Key,"

"Ya?" jawab Key membalas tatapan Fe.

Fe menggeleng setelah itu memejamkan matanya. Tubuhnya masih terasa lemah dan matanya terasa berat. Elusan lembut Key di bahunya terasa nyaman membuat Fe mulai merasa ngantuk.

Ini aneh, entah karna fisiknya yang masih sangat lemah atau memang rasa nyaman dengan sentuhan Key hingga membuatnya mudah mengantuk. Padahal sebelumnya ia mempunyai masalah dengan tidur. Fe selalu butuh berjam-jam untuk terlelap bahkan ia pernah tidur hanya satu jam pada malam hari.
Tak mau pusing dengan pikirannya, Fe mulai terlelap menjemput alam mimpi.

Key menghentikan gerakan tangannya saat melihat nafas Fe teratur. Ia membenarkan letak selimut Fe hingga menutupi dada pria itu. Senyum tipis terulas pada bibir gadis itu, kemudian bibirnya mengerucut mengingat Fe yang langsung tertidur padahal ia masih belum mengeluarkan unek-unek yang ia tahan beberapa lama ini.

Tetangga Dion itu mendesah pelan kemudian duduk di tepi brankar menatap wajah lelap kekasihnya.

Tampan.

Key cekikikan sendiri sambil menutup mulutnya. Percaya atau tidak, semenjak dirinya jadian dengan Fe ia sering cekikikan tak jelas dan wajahnya merona sendiri jika mengingat ia mempunyai pacar tampan.

Suara pintu yang digeser menyadarkan Key. Di ambang pintu sudah berdiri Dion, Rio dan tak lupa Danil. Mereka bertiga terlihat khawatir dengan nafas terengah.

"Katanya Fe udah sadar," ucap Dion sambil mendekat diikuti yang lain.

"Udah tidur lagi Bang. Kondisi Kak Fe masih belum stabil. Fisiknya juga masih lemah," jelas Key dengan mata sendu, matanya sudah berkaca-kaca.

"Syukurlah, yang penting Fe udah sadar. Lo jangan nangis lagi ah, cengeng." Dion mengusap rambut Key. "Air mata lo gak ada stok habisnya? Apa gak perih tu mata tiap hari nangis mulu?"

Feelings (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang