Bab 28

1.6K 56 1
                                    

Gadis itu berjalan dengan langkah yang memburu. Kaki jenjangnya melangkahkan kaki di lantai dengan langkah panjang. Beberapa kali ia mengumpat pada siapapun yang menghalangi jalannya.

Percakapan yang baru saja ia dengar membuat gadis itu langsung emosi dan merasa kecewa. Ia mendengar percakapan antara Key dan Vera. Ia mendengar semuanya. Dan ia tak menyangka orang yang dianggapnya sahabat selama ini malah menjadi pengkhianat.

Gadis itu memasuki kelasnya dan langsung menghampiri gadis yang sedang membaca dengan santai di bangkunya.

BRAKKK

Semua orang di kelas itu terkejut dan langsung mengalihkan pandangan pada sumber suara.

"Dian, lo kenapa?" Tanya Wenda, ia terlihat takut melihat ekspresi Dian yang terlihat siap untuk menelannya.

"Jadi lo hah?!!"

"Dian lo kenapa?" Tanya Riska yang datang dari belakang.

"Ma-maksud lo apa?" Ucap Wenda takut.

"Lo kan yang jadi dalang Key putus sama Kak Fe? Dasar munafik!! Gue muak liat wajah lo!" Dian menendang meja di depan Wenda membuat gadis itu gemetar.

"Dian, maksud lo apa?" Riska membalik bahu Dian kasar meminta penjelasan.

"Ini, yang lo sebut sahabat lo ini ternyata busuk!! Dia yang nyuruh Key mutusin Kak Fe!"

Riska membelalakkan matanya dan menatap Wenda tak percaya.
"Bener Wen?"

Wenda tersenyum miring. Jelas terlihat jika gadis itu ketakutan meski ia berusaha terlihat kuat. "Kalo bener kenapa?"

"BANGSAT!!!" Dian melempar kursi di depannya ke belakang dan kemudian ia menjambak rambut Wenda.

Dian terlihat sangat marah, para pria di kelas itu menarik Dian dan menjauhkannya dari Wenda yang terlihat gemetar. Siapapun yang melihat Dian mengamuk pasti akan gemetar hebat.

Dian terus meronta sampai sebuah suara menghentikannya.

"Dian!! Lo apa-apaan??!!"

Semua orang menatap Key. Gadis itu sedang berdiri di depan kerumunan orang-orang.

Dian menghempaskan tangan orang yang menahannya. Kemudian ia menatap Key.
"Lo lindungin orang yang salah! Lo punya sahabat kan? Harusnya lo cerita sama kita!"

Key memejamkan matanya sesaat dan menghela nafas, "Wenda gak salah Dian. Jangan nyalahin dia."

"Lo bodoh? Lo masih sempatnya bela si munafik ini?" Dian menatap benci Wenda.

"Wenda gak munafik Dian, dia juga terluka." Ucap Key.

"Lo tau Key? Lo terlalu baik, dan karna kebaikan elo orang lain mengambil kesempatan dengan memanfaatkannya. Gue gak habis pikir sama lo!!" Ucap Wenda sebelum akhirnya pergi meninggalkan kelas itu.

"Harusnya lo cerita Key." Ujar Riska kemudian pergi menyusul Dian.

Key terdiam di tempatnya, orang-orang sudah mulai bubar saat tontonan mereka berakhir. Kemudian Key menatap Wenda yang sedang diam juga di bangkunya. Meski diam Wenda terlihat menahan emosi dengan tangan terkepal.

Key memilih meninggalkan kelas itu menuju taman sekolah. Ia duduk di bawah pohon mangga dan bersandar pada batangnya. Kakinya ia luruskan, kepalanya yang sedang bersandar mendongak menatap langit.

Key menghela kasar, sekarang Dian dan Riska sudah mengetahuinya. Entah bagaimana nasib persahabatan mereka ke depannya.

Gadis bersurai hitam itu memejamkan matanya dan menghirup udara banyak-banyak dari hidungnya. Sampai tiba-tiba ia merasa ada yang berdiri di depannya. Key membuka matanya kemudian senyumnya mengembang saat melihat Ryan.

"Monyet!" Key menyengir lebar, ia mengikuti Ryan yang duduk di sampingnya dengan matanya.

"Sadis!!" Ucap Ryan.

Key menyengir lebar, kemudian ia menyandarkan kepalanya pada bahu Ryan. "Lo dateng pas waktu yang tepat Nyet."

"Berhenti panggil gue monyet atau gue pergi sekarang." Ryan hendar beranjak tapi Key menahan tangannya.

"Enggak!! Gak boleh!" Key memeluk tangan Ryan.

Ryan memutar bola matanya, "Kangen banget ya sama gue?"

Key memukul lengan Ryan kuat tak peduli dengan pria itu yang meringis. "Percaya diri banget sih lo!"

Ryan terkekeh, ia menaik-turunkan bahunya membuat Key mengaduh karna kepalanya ikut naik turun.

"Issshh, diem dulu bahu lo!" Key memukul perut Ryan.

"Gak mau!!" Ucap Ryan.

Key mengangkat kepalanya dan menatap Ryan bengis. Sementara Ryan hanya menyengir kuda setelah itu memasang ekspresi bodoh. Pria itu membulatkan matanya lebar, hidungnya kembang-kempis.

Key menyerngit kemudian ia memencet hidung Ryan dengan telunjuknya dan menekannya ke atas. Key tertawa terbahak melihat bagaimana jeleknya pria itu.
"Lo jelek banget sumpah!!"

Key mengeluarkan ponselnya dari saku dan secepat kilat ia memotret Ryan.

"Anjir!! Kenapa di foto woi!!" Ryan mencoba menarik ponsel itu dari tangan Fe. Tapi ia gagal karna Key sudah berlari duluan. Tak terima, Ryan mengejar Key dan berteriak padanya.

Mereka saling kejar tak peduli dengan tatapan orang. Key terus berlari dengan tertawa riang dengan sesekali melihat Ryan di belakangnya.

"Hapus Key!! Awas lo!!" Ancam Ryan, ia terus mengejar gadis itu hingga memasuki koridor.

Key berbalik kemudian memeletkan lidah dan kembali berlari. Tapi seketika langkahnya terhenti di tengah koridor. Kemudian ia disusul Ryan yang langsung menangkapnya dengan memerangkap lehernya.

"Dapat lo!!" Ucap Ryan, ia menarik ponsel Key kemudian ia menyerngit melihat gadis itu diam dengan tatapan lurus.

Ryan mengikuti tatapan Key. Di depannya ada Fe yang menatap dingin ke arah mereka berdua. Ryan menaikkan sebelah alisnya kemudian perlahan pergi karna mengetahui kedua orang itu sedang punya masalah. Ia belum mengetahui jika Fe dan Key sudah putus.

Key menelan salivanya, ia menatap lurus Fe yang berada tiga langkah darinya. Pria itu menatapnya dingin dan tajam membuatnya merinding.

Apakah Fe cemburu?

Key menahan nafasnya saat Fe mendekat, pria itu menatap tepat di manik matanya. Key mundur satu langkah saat Fe menepis jarak antara mereka hingga wajah mereka sangat dekat. Tapi kemudian Fe menahan pinggangnya, ia dapat merasakan hembusan nafas pria itu di dahinya.

Fe menunduk mensejajarkan wajah mereka. Sementara Key tetap diam dengan wajah memanas.

"Jangan seperti itu, gue cemburu." Ucap Fe lirih. Ia menatap manik Key, tatapannya menjadi sendu. Setelah itu ia melepas tangannya dari pinggang Key dan berlalu meninggalkan gadis itu.

Key tercenung mendengar ucapan Fe. Ia kemudian melangkah dengan tujuan yang tak pasti. Dalam hatinya ada kelegaan karna Fe masih mencintainya. Gadis itu terus berjalan dengan tatapan kosong.

Feelings (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang