One Step

514 18 3
                                    

         Gemuruh suara suporter memenuhi stadion di kota kecil itu. Teriakan penuh semangat dan harapan memekakan telinga dari kesebelas pemain yang tengah beradu nasib ditengah lapangan siang itu. Sebagian dari mereka memenuhi lapangan dengan lirik penuh harapan diantara genderang perang yang bertalu dari sisi lapangan, yang dinyanyikan dengan penuh tekad. 
          Sedang kesebelas orang yang tengah berpeluh dengan keringat dan waktu, hampir tidak mendengar suara siapa yang meneriaki nama mereka. Tapi suara itu akan tetap bergema di dalam jiwa, selalu menjadi doping semangat yang tidak akan pernah padam. Dan detik demi detik pun berlalu, mendekati babak final yang paling menentukan. Walau telingan mereka pekak, tapi mereka tau itu adalah suara-suara penuh kasih untuk sang juara.
          Ahong (kita sebut saja dia begitu) sang kiper bernomer punggung 30, mengusap keringat dari hidungnya dengan kerah bajunya tanpa berkedip. Matanya yang tajam menusuk setiap gerakan lawan dan arah bola dengan kecepatan tak terhingga. Tanganya yang kebas karena lelah menangkap bola lawan ia kepalkan berulang kali, lantas dengan tubuhnya yang tinggi menjulang ia kerahkan seluruh tenaga dilenganya yang saat itu dengan sedikit loncatan dia hantamkan tenaga itu untuk memukul bola lawan dan menendang bola kearah pemain bernomer punggung 9, sang penyerang dalam timnya dengan mantap.
          Dengan sigap, seolah bola itu ditakdirkan untuknya, lelaki bernomer punggung 9, Gaos sang penakluk menerima bola itu. Dengan kakinya yang berotot, seolah mengenal arah dengan baik, ia menggiring bola itu, mengopernya kepada sang kapten Bram, bernomer punggung 21, kemudian sampai ke pemain  paling mungil tapi paling cepat dalam tim mereka Garry bernomer punggung 11. Lantas Gaos berlari sekencangnya, berpijak pada kakinya yang tidak pernah mengecewakanya. Dan akhirnya bola itu kembali kepadanya, kemudian dalam hitungan detik, dengan hentakan kakinya dan tendangan mautnya yang ditakuti lawan, bola itu denga anggun melenting ke gawang lawan, seolah itu adalah pertunjukan terakhirnya. Dan.....
          GOOOOOLLLLL!!!!!!!
Teriakan penonton dan suporter bergemuruh memenuhi stadion di kota kecil itu. Teriakan penuh kebanggaan dan haru memenuhi telinga kesebelas pemain di lapang yang tengah sujud syukur atas kemenangan mereka. Dalam tangis dan peluh yang membasahi tubuh dan kaos mereka, seolah sudah ditakdirkan. Kemudian mereka saling berpelukan bercampur tangis bahagia, kemenangan itu akan membuat mereka melangkah lebih jauh, mencapai mimpi dan harapan mereka.
          Seorang gadis, Kinara dengan sweeter belelny, rambut hitamnya yang dikuncir kuda, dan mata coklatnya yang bulat mempesona di pojok lapangan meringis dengan bahagia.
'' YAAAASSSS!!!! Aku tau kita bisa menang!''.
Teriaknya dengan yakin, sedikit berjingkrat-jingkrat menikmati euforia kemenangan, yang membawanya semakin jauh melangkah dalam kemelut, dan akan merubah kisah sekolahnya menjadi lebih berwarna pekat.
          Tak ayal, kemenangan yang membanggakan itu membuat heboh dan bangga seisi sekolah SMA yayasan PGRI ( Pradipa Garjita Reswara Indonesia). Dan turut menetapkan kesebelas pemain sepak bola tersebut, dalam program yang lebih baik dengan progres yang lebih maju. Maka dimulailah kisah mereka.....

Nb: jangan lupa komen gaes!v
         

Yume to Ai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang