INTRO

277 13 0
                                    

          Kemenangan tim sekolah mereka, menjadi perbincangan hangat 2 minggu penuh. Tanpa disangka menaikan popularitas mereka, dan tingkat sosial mereka disekolah, tanpa disadari. Walau sebenarnya bagi mereka, para lelaki dalam tim inti kesebelasan, itu tidaklah penting. Karena hampir tak ada waktu bagi mereka untuk membagikan moment berharga mereka dimedia sosial, bahkan tidak untuk sekedar memberikan likes, bahkan di akun mereka sendiri.
          Itu pulalah yang menarik, bagi mereka semua tak ada yang berubah, selain jadwal harian latihan mereka yang lebih ketat. Tapi lain halnya dimata para suporter mereka, terutama bagi para suporten musiman. Yup, para siswi yang semakin menggandrungi mereka, dan memperlakukan mereka seperti mahakarya seorang maestro. Teriakan setiap mereka lewat, tatapan meleleh terpesona setiap menatap mereka, dan tingkah konyol lainya yang tak mereka mengerti.
          Satu hal yang perlu diketahui, SMA mereka hanyalah sekolah yayasan biasa, tetapi lebih mengarahkan potensi prestasi luar akademik termasuk posisi para pesepak bola. Dimana mereka khusus ditempatkan di asrama sekolah, untuk dilatih dan kemudian masuk ke akademi yang lebih baik.
          Ini pulalah yang menjadi polemik sekolah. Bukan hanya para pesepak bola, bahkan para calon atlet pun ditempatkan di asrama yang sama. Dan, hal memusingkan pun terjadi. Banyaknya penyelundup rahasia, transaksi terlarang yang merugikan program kerja para pelatih. Hingga akhirnya asrama sekolah pun menjadi tempat paling ketat seantero sekolah. Sialnya, semakin membuat orang-orang di dalamnya semakin ekslusif, termasuk Gaos dan kawan-kawan, yang tidak mereka sadari.
          Dan hari itu pun tiba....

          Senin, siang hari yang panas, kesebelas pemain sepak bola tengah dispen dan berlatih di lapangan untuk pertandingan GSI (Gala Siswa Indonesia). Teriknya panas matahari yang bertepatan dengan jam istirahat siang sekolah, membuat mereka tak konsentrasi. Bagaimanapun mereka hanya remaja yang ingat untuk berleha-leha.
'' Sial...gue laper!'' gerutu Ahong bersandar pada tihang gawang, sambil melotot ke arah kantin sekolah yang padat dan penuh.
'' Bukanya kamu yang ngabisin sisa jatah anak-anak'' timpal Rhaga acuh sambil mengoper bola.
'' Gawang kita bisa kebobolan kalo km terus melototin kantin, kaya yang gak makan 40 hari aja!'' bentak Bram sang kapten dari tengah lapang, sedikit kesal karena kepanasan.
'' Gue gak melotot, cuma penasaran lontong kari Mang Ucup masih ada gak ya'' ucapnya sambil menangkap bola yang ditendang oleh Rhaga.
'' Sama aja''
'' Bedalah, gue kan cuma bertanya-tanya''
'' Terserah loe deh''
'' Kapan sih pelatih item itu biarin kita istirahat?''
'' Huss....jaga omongan kamu, gak kapok apa km sering dihukum?!''
'' Itu bukan hukuman, cuma latihan kesabaran'' jawab Ahong asal.

          Sambil memperhatikan kedua temanya cukup intens berbincang dari kejauhan, dengan niat iseng, Gaos dari tengah lapang menendang bola sekencang yang ia bisa, berharap Ahong ataupun sang Kapten Bram menyambut bolanya dengan mantap. Tetapi niatnya rusak, saat bola dengan kekuatan penuh itu tidak ditangkap oleh tangan sakti sang kiper, Ahong malah balas menendang bola itu dengan kuat, kekuatan kiper yang tinggi besar yang emosi karena lapar. Dan bola itu melambung tinggi, dan dengan keras mendarat ditanah dan memantul di dahi dan hidung seorang gadis yang kebetulan duduk dikursi taman pinggir lapang.
          Gadis itupun terjungkal ditempatnya duduk, lengkap dengan kursi kayu lapuk yang ikut terjungkal. Gaos melotot ngeri, tak bisa membayangkan tendangan kerasnya mendarat dimuka seorang gadis, dan Ahong hanya bengong, memegangi kepalanya dengan kedua tangan, seolah menyesali apa yang terjadi.
'' Kalian emang anak buah sial!'' ucap sang kapten kesal.
'' Cepat tolong, bukanya bengong!'' teriak Garry dari kejauhan.
          Keduanya berlari menghampiri gadis yang pingsan itu, dengan was-was dan penuh penyesalan. Darah keluar dari hidungnya, menutupi hampir sebagian mukanya yang jelita. Tapi kedua lelaki itu tak menyadarinya, mereka hanya ngeri melihat apa yang telah mereka perbuat, dan waspada akan lengkingan peluit Pelatih Pa Epul yang dalam hitungan detik mendekat.
'' Sial hukuman ke5 minggu ini'' gerutu Ahong. Dan Gaos pucat tak bisa berkata-kata. Keduanya pun menggotong tubuh gadis itu dan berlari ke arah ruang UKS sekolah.

Yume to Ai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang