PERTANDINGAN

129 8 0
                                    

          Hari yang dinanti pun tiba, saat ini mereka memasuki babak baru pertandingan GSI (gala siswa indonesia) tingkat kota, antar SMA. Semua keringat hasil latihan mereka akan diuji hari itu, dilapangan hijau yang bisa mempertaruhkan segala reputasi sekolah mereka, juga masa depan mereka. Walaupun masih tingkat kota, akan tetapi semangat dan tekad mereka begitu besar, untuk berjuang mendapatkan apa yang selama ini mereka cita-citakan. Mereka percaya bahwa untuk meraih hal besar, maka harus memulai dari hal terkecil. Dan disanalah mereka berdiri.

          Dalam balutan seragam mereka, dengan percaya diri mereka berdiri diantara teriakan para suporter yang mereka rindukan. Bagi mereka teriakan itu adalah jiwa dan api, yang akan terus memberi makan semangat mereka agar tetap bertahan dalam setiap kondisi dan segala kemungkinan, dalam pertandingan yang tidak bisa diprediksi.

          Dan permainan pun dimulai, peluit sang wasit memekik dan terdengar seantero stadium kecil dikota itu, dan yang mendapatkan bola pertama adalah Bram, sang kapten bernomor punggung 21.
Bram menggiring bola itu, menghindar dengan lincah dari lawan, dan kemudian mengoper bola tersebut kepada Garry yang bernomer punggung 11. Tubuhnya yang kecil dan lincah membawa bola degan liar, dan berhasil ia giring  hingga kepada penyerang dari tim mereka. Maka bola pun disambut dengan mantap oleh sepasang penyerang tim bernomer punggung 10 dan tak lama sampai di kaki  Gaos yang kemudian dengan tendanganya yang menukik, bola yang seolah bernyawa itu masuk dengan mudahnya kedalam gawang lawan.
          GOOOOLLLL!!!!
Kemeriahan semakin menjadi, saat gol pertama mereka menghiasi papan skor. Kesebelas pemain mengangkat tangan mereka keudara. Merasakan euforia kegembiraan dan juga kesiapan mereka untuk meraih kemenangan.

          Seolah pertandingan adalah napas mereka yang dinamis dan lapangan adalah rumah bagi mereka, babak 1 pun dimenangkan oleh tim SMA PGRI dengan skor 2-0. Setelah istirahat sejenak, pertandingan babak keduapun dimulai. Kali ini Revan (nomer 24), Rhaga (nomer 44), dan Arby (nomer 7) berhasil memecah pertahanan lawan, dan mengobrak abrik taktik lawan yang mulai panik.  Lagi-lagi bola sampai dikaki Gaos sang penyerang digaris depan, bagai kekasih yang saling merindukan, bola itu  selalu kembali ke kakinya yang tau cara memperlakukanya dengan baik, kemudian gol berikutnya pun kembali membahanakan teriakan gembira para suporter dari sepanjang tribun penonton.

          '' KAMI BUTUH GOL KE4!!!! AYO!!!!'' sebuat suara menusuk gendang telinga Gaos, diantara tribun yang kebetulan berada dibelakangya. Setelah selebrasinya yang hanya tersenyum, dan menjadi ciri khasnya ia berpaling ke arah sumber suara.
           Ia melihat Kinara dengan menggenggam panji SMA, berdiri paling depan, dan berteriak paling keras. Rambutnya yang kusut masai membingkai wajahnya yang saat itu terlihat keras dan bertekad dengan suaranya bisa membuat timnya menang telak hari itu.

          '' GAOS!!!...FOKUS!!! 10 Menit!!'' teriak Bram sang kapten mengingatkan, yang melihat Gaos saat itu bengong sepersekian detik ditengah pertandingan.

           Sedang satu-satunya orang paling santay di pertandingan hari itu adalah Ahong sang kiper, yang sejak tadi hanya menguap bosan, karena baginya permainan hari itu tampak tak seimbang. Dan saat ia mendengar Bram meneriaki anggotanya, Ahong mau tak mau tertarik, dan ia melihat Gaos yang tak seperti dirinya, bengong ditengah pertandingan. Kemudian dengan penasaran ia menoleh kearah tribun, kearah mata Gaos tertuju. Betapa kagetnya dia, setelah beberapa detik menalaah dan menemukan Kinara disana, menjadi titik tolak fokusnya mata Gaos, dan kemudian satu menit kemudian ia mengerti. Dan hanya berfikir dengan sedikit kalut bahwa mungkin ia salah menerka.
          Akhirnya, kemenangan hari itu tidak bisa dihindarkan. Tim mereka memenangkan pertandingan degan skor 4-0 dan semua gol itu adalah buah karya Gaos yang sempat bengong ditengah pertandingan. Dan itu membuat sang Kapten sedikit berang.

          '' Dengar...terlalu awal untuk merasa bangga dan senang. Ini adalah langkah pertama kita....aku berharap dipertandingan berikutnya kita harus tetap waspada. Dan kamu GAOS!!'' teriak sang kapten selepas pertandingan hari itu kearah Gaos yang langsung menoleh.
          '' Pertandingan bukan WC tempat lu bisa bengong dan menghayal yang tidak-tidak...aku gak percaya kamu bengong ditengah pertandingan, sangat bukan lu banget....dan kalau bengongmu itu membuat kita kalah, aku akan menghajarmu!!'' ucap Bram sang kapten kesal. Dan Gaos hanya mengangguk.

          Sejujurnya, Gaos pun tak mengerti apa yang tadi dilakukanya, dan membuat timnya terancam. Walau sebetulnya tidak untuk mengancam pertandingan hari ini yang mereka menangkan, tapi ia megakui bahwa itu memang bukan kebiasaanya. Begitupun dengan Ahong, ia terduduk disudut ruangan ganti sambil memeperhatikan Gaos yang lagi-lagi melamun dan membuatnya penasaran. Sampai dering telepon dari ponselnya berbunyi membuyarkan lamunanya.
Ahong melihat panggilan itu berasal dari Gaos, dan bingung karena Gaos dihadapanya hanya bengong dan  tak memegang ponselnya.

          '' Ngapain lu nelpon gue?'' tanya Ahong bingung, Gaos menoleh.
          '' Angkat!'' ucapnya dingin
          '' Ya...hallow Gaos yang bukan Gaos...siapa? Ap...Hey! Kok bisa? Oke....dimana'' Ahong menjawab panggilan itu dengan sedikit bingung dan menutupnya kemudian dengan wajah pucat.
          '' Kok bisa handphone lu ada di cewek itu...kenapa lu gak cerita?'' Ahong tak percaya.
          '' Telat...kemana aja kamu selama cewek gila itu ngejar-ngejar, dan berakhir dengan dia mengambil paksa hanphoneku. Lagian ngapain juga aku harus laporan ke kamu...'' Gaos menjawab kesal.
          '' Hey...ini masih masalah tentang handphone dia yang hilang?'' tanya Ahong tak percaya.
          ''  Emang!!! Terus? Apa katanya...?'' tanya Gaos.
          '' Sekarang di belakang tribun penonton dia nungguin....'' jawab Ahong datar, tengah mencerna apa yang selama ini ia lewatkan.

          Gaos keluar ruangan ganti dengan masih memakai kaus sepak bolanya yang basah oleh keringat. Ia melangkah menuju belakang tribun yang kini sudah mulai sepi, dan tak lama mendapati Kinara berdiri dibawah pohon tak jauh dari tribun penonton.
          '' Apa?'' tanya Gaos sedikit kesal. Kinara menyerahkan Handphone Gaos dengan cuma-cuma.
          '' Ada pesan penting....'' ucapnya jutex. Tanpa pikir panjang Gaos menyambar ponselnya dan spontan membaca pesan yang masuk ke WA-nya yang jumlahnya tak terhitung.

          Tanpa banyak bicara ia membuka pesan dari ayahnya, yang Kinara maksud penting itu, membacanya dalam diam. Kemudian seketika ekspresi wajahnya mengkerut, alisnya yang tebal semakin naik, dan rahangya mengeras, lantas dengan marah ia membanting ponselnya ketanah, kemudian tanpa bicara lelaki itu berbalik dan pergi dengan punggung yang terlihat sedih.
          ''SIAL!!!'' teriaknya sambil berlalu pergi. Dan Kinara tak berani memanggilnya.
    
          Setengah penasaran Kinara memungut kembaali ponsel itu, dan membaca apa yang ditinggalkan Gaos disana yang menyisakan amarahnya

Ayah akan datang ke Bandung secepatnya, kamu baik-baik saja kan drumah Om Bachri?? Ayah harap kamu disana sehat, dan yang pasti ayah ingin kau berhenti bermain sepak bola. Ayah tau kamu diam-diam ikut tim sepak bola, tapi ayah harap secepatnya kamu berhenti mengikuti kegiatan tak berguna itu, dan berhenti membuang-buang waktu.  Karena sampai kapanpun ayah tidak akan setuju. Dan lebih baik kau menjadi dokter seperti ayah.

          Pesan itu membuat Kinara terguncang, begitupula dengan Ahong yang diam-diam terguncang melihat mereka bicara diam-dim dibawah pohon. Dan keduanya hanya termenung pucat, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.



Bapaknya Gaos galak banget yah.......serem....

Yume to Ai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang