Friday night

82 7 4
                                    

          Pertandingan yang menggembirakan itu berakhir, dengan segala ceritanya yang mengharu biru, dan warna kemenangan yang menghiasi hari dan hati para kesebelas pemain bola itu. Setelah menerima piala walikota, dan mendapatkan dua juara lainya, yaitu juara top score yang diraih oleh penyerang garis depan, Gaos dan juga Ahong sebagai kiper terbaik dalam event pertandingan GSI tingkat kota. Mereka merayakanya dengan makan dan minum ditengah lapang pada malam hari, di malam yang cerah.

          Setelah satu jam lamanya mereka bersenda gurau, menikmati jam bebas mereka setelah pertandingan yang memuaskan mereka, dengan berbaring di rumput lapangan hijau tersebut, mereka memandang langit kelam yang bertabur bintang.

          '' Haaaah...seandainya waktu berhenti, gak mau deh nanti kita harus nerima kenyataan bakal pisah, apa karena berbeda klub atau karena kuliah atau kerja dibidang lain'' ucap Rhaga tiba-tiba memecah keheningan dan lamunan teman-temanya.
          '' Kenapa mikir kaya gitu?'' tanya Revan bertanya-tanya.
          '' Mungkin karena kita gak tau masa depan, diantara kita siapa yang terus maju sampai puncak dan siapa yang akhirnya memilih jalan lain'' ucap Bagus menambahkan setengah melamun.
          '' Kayaknya kalo seandainya aku gabisa terus di sepak bola, mungkin bakal lebih milih jadi guru olah raga'' Jawab Bram kepada dirinya sendiri.
          '' Kalau aku bakalan bingung, karena tidak pernah sekalipun aku berfikir tanpa sepak bola...aku gak tau'' ucap Gaos menambahkan.
          '' Bener....karena dari awal sepak bola, hal lain gak kepikiran...'' Ahong menimpali di sisi Gaos.
          '' Anjaaaaay....kalian kok pada lebay sih!'' ucap Arby tiba-tiba.
          '' Emangnya lu yakin kita bakal terus bareng kaya gini?'' tanya Gerry setengah menghardik Arby.
         '' Bukanya gak yakin...yang penting sekarang nikmatin terus lakukan yang terbaik'' tambahnya, membuat yang lainya semakin tenggelam dalam lamunan masing-masing. Tiba-tiba...

          '' Eh....!! Sekarang kan malam jumat!'' seru Garry panik sendiri, membuyarkan semua lamunan teman-temanya.
          '' Emang kenapa?'' tanya Rhaga heran.
          '' Kalian lupa, asrama dan lapangan kita kan kalo malem serem banget, apalagi malam jumat, inget gak cerita bang Pian, waktu pulang beli nasi goreng, dia liat cewek berdiri sendirian ditengah lapangan,...'' ucapnya, yang sekarang duduknya menggeser dan mendekati Ahong. Sedang temanya itu dengan risih mendorong Garry yang lebih mungil itu menjauh.
          '' Ah itu sih ngada-ngada doang'' jawab Ahong.
          '' Ya sukur kalo cuma boongan, tapi kan bukan cuma seorang yang pernah liat. Malah si Messi aja dulu pernah malem-malem ke ruang ganti, dan pintu loker pelatih buka sendiri'' ucapnya semakin panik, dan Messi alias Bagus membenarkan dengan satu anggukan seriusnya. Dan bila sang Messi sudah angkat bicara, maka tak ada yang bisa menyanggah kebenaranya.
          '' Oiya...terus kan pernah ada insiden ketuk pintu malem-malem, tapi pas dibuka gak ada siapa-siapa'' ucap Revan menambahkan.

          Kesebelas orang itu kini terduduk tegang. Lalu mereka saling pandang, walau dilapangan mereka adalah penguasa, tapi kalo urusan hal mistis tak satupun dari mereka yang menguasai bahkan untuk menyembunyikan ketakutan mereka. Lantas seolah sudah dijanjikan, dalam 5 menit berikutnya mereka semua berlarian, saling susul menyusul menyerbu kamar asrama merekaa masing-masing. Kegembiraan pun berganti ketegangan, hingga mereka tidur saling berhimpitan malam itu karena takut. Kecuali Bagus, dan Ahong, yang malam itu tidak bisa terlelap, gelisah. Sedang Gaos begitu kepalanya ménempel diatas bantal, langsung tertidur lelap.

          Jam menunjukan pukul 10 malam, saat suasana sudah benar-benar sunyi dan senyap. Hanya Messi yang tidak bisa tertidur dan Ahong yang terpisah kamar. Seolah mengidap penyakit insomnia akut, Messi tidak bisa tidur, bahkan semakin parah setelah ia memaksakan memejamkan matanya. Dan saat itulah tiba-tiba ia mendengar sebuah suara dari kaca jendela kamar mereka. Sebuah ketukan pelan dan sering berkali-kali. Ia memusatkan perhatianya, ketukan itu seperti lemparan batu-batu kecil. Dengan ragu ia tertegun sebentar, kemudian saat ia hendak memeriksa keadaan diluar, tiba-tiba Gaos terbangun, dan ia langsung mengintip ke luar jendela, dan keluar kamar.

          Butuh 5 menit, untuk Bagus berpikir dengan cepat, kemudian ia bangkit dan mengintip Gaos, yang tengah berjalan ke arah ruangan ganti malam hari itu. Dengan sedikit penasaran dan penuh curiga akhirnya ia memutuskan mengikuti Gaos terlebih karena khawatir ada sesuatu.

          '' Gila...! Ngapain lagi kamu kesini malem-malem, kamu gak takut ya keluyuran jam segini?'' Gaos tak percaya saat malam itu Kinara datang lagi dan memintanya ditemani.
          '' Aku takut ko...makanya minta lu temenin'' jawabnya ringan dan ringkas.
          '' Apalagi? Ponsel aku udaah kamu pegang sampe sekarang...dan aku gak protes'' ucap Gaos bertanya-tanya tak percaya.
          '' Kartu pelajar gue ilang, kayaknya jatuh disini waktu tempo hari kita  kejar-kejaran, dan sebaiknya kamu bantu daripada menggerutu gak jelas'' ucapnya sambil celingukan kesana kemari.
          '' Aku gak percaya, kamu datang malam-malam hanya untuk kartu pelajar  Gak bisa ya cari siang-siang?'' Gaos tetap tak setuju dan menyanggah gadis itu.
          '' Aku lupa, lagian kalo siang tempat ini penuh  cowok, emangya aku bisa masuk keruang ganti cowok gitu aja'' ucap Kinara membuat Gaos tutup mulut, dan malas untuk terus menyanggah karena ia tau itu tidak akan berhasil.

          Setelah mencari kurang lebih 30 menit kedepan, akhirnya Kinara meyerah, dan itu menguntungkan bagi Gaos karena ia terlalu lelah meladeni Kinara. Gadis itu menghela napas berat, lalu terlihat letih ia akhirnya memutuskan untuk pergi.
          '' Tunggu sebentar'' ucap Kinara sebelum mereka keluar dari kamar ganti itu. Gaos berhenti dan menatapnya dalam diam. Gadis itu hanya mengkerutkan alisnya dengan ekspresi setengah galaknya yang malam itu sedikit memudar. Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, kemudian ia berjongkok dan menempelkan sesuatu di lutut kiri Gaos yang telah terluka akibat pertandingan hari itu.
          '' Hanya perhatian kecil dari suporter bola sekolah'' ucap Kinar cepat-cepat menambahkan, sebelum Gaos berkata dan berfikiran macam-macam.
          '' Dan lain kali berterimakasihlah dengan cara yang benar, belikan aku coklat atau teraktir aku''! Ucapnya galak lalu berlari keluar kamar ganti, dan setelah Gaos mengikuti Kinara, gadis itu telah pergi menjauh menyebrangi lapangan.
           Spontan ia melirik lutunya, dan menemukan plester luka ukuran besar dilututnya, dan memperhatikan sebuah tulisan dengan spidol hitam disana.
          Main yang betul, dasar bego!!!
Begitulah isi tulisan kecil itu, diantara lututnya yang terluka karena terjatuh saat pertandingan tadi siang. Gaos keheranan, tapi ia tersenyum kecil sambil melirik lututnya yang kini ditempeli plester jelek berwarna coklat tersebut, dan ia melenggang berjalan kembali ke kamarnya.

          Tanpa disadari, ada dua orang yang saat itu memperhatikan mereka sebelum Kinara berlari pergi dari lapangan. Yang satu adalah Ahong yang tengah mengintip diantara tong sampah disisi lapangan, panas dan semakin gelisah, sedang yang satunya berhasil melihat keduanya dalam ekspresi yang berbeda, yaitu Bagus yang diam-diam tau sesuatu terjadi pada Gaos, Ahong yang diam-diam mengintip dan dirinya sendiri yang entah mengapa merasa tidak baik-baik saja...


Waaaaah.....bagus kenapa yaaaa

         

     

Yume to Ai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang