IGNORE

53 10 5
                                    

Gaos tersentak dan terbangun dari tidurnya yang sebentar tapi membuainya dalam minpi, itu adalah sebuah tendangan keras di kursinya yang diarahkan oleh Ahong dengan iseng sambil mencibir. Dengan kesal Gaos hanya bisa berdecak dan kemudian memandang sekitar, ia lupa bahwa 30 menit sebelumnya ia diusir dari kelasnya karena lupa mengerjakan PR. Dan kini dengan sisa waktunya, ia berusaha mengerjakan tugasnya dengan cepat, dan berhara tugas yang kini ia kerjakan bisa memuaskan guru Bahasa Sundanya yang super galak itu. Sedang Ahong sendiri sejak tadi, terlihat sama sekali tak memperdulikan tugasnya, dan hanya berkeliaran disana, membuat Bu Lely sang penjaga perpustakaan kesal dan kehabisan kata-kata untuk memarahi Ahong.

Gaos melihat jam, yang menunjukan bahwa sudah lebih dari 1jam pelajaran dia berada disana, lantas setelah menyelesaikan tugasnya ia membereskan buku-bukunya yang berserakan dimeja, dan menyambar ponselnya yang sejak tadi bertengger manis disamping buku kamus bahasa Sundanya yang segede gaban. Lantas tanpa memperdulikan Ahong yang kali itu entah pergi kemana, ia memburu kelasnya, berharap tugasnya memenuhi harapan. Tanpa dia sadari Ahong sejak tadi terduduk tersembunyi diantara rak-rak buku, dan terdiam sambil merenung. Hal aneh dan asing bagi Ahong. Yang kemudian berdiri dan mencari seseorang yang ia harapkan masih ada di suatu tempat di ruangan perpustakaan itu.

Keesokan harinya, hari pertandingan final pun datang. Akhir dari rangkaian pertandingan GSI tingkat daerah yang sudah berlangsng selama seminggu, dengan sedikit kericuhan dan pergulatan antara Gaos dan Ahong yang sempat membuat Bram sang kapten murka, begitu juga dengan pelatih mereka. Dan hari itu pun tiba. Dilapangan hijau hari ini mereka dipertemukan dengan tim kesebelasan dari kota Bogor. Itu adalah salah satu tim terbaik yang berlaga di pertandingan GSI tingkat daerah tersebut, dan merupakan musuh yang layak diperhitungkan oleh tim mereka, berdasarkan data yang dijelaskan oleh Pa Epul dan Pa Dadan pada saat brifing, dan jelas Rhaga sebagai salah satu anggota tim mereka yang pintar berstrategi, telah menjelaskan ulang perihal mereka dengan sangat mendetail.

Salah satu pemain yang harus mereka waspadai adalah striker dan gelandang mereka yang terkenal gigih dan berkaki cepat. Bahkan salah satu dari mereka ada yang dijuluki the Flash, saking cepatnya kaki mereka dalam menggiring bola. Tetapi tim SMA PGRI saat itu tak gentar, karena mereka yakin kemampuan mereka bisa mengalahkan lawan, dan tekad mereka bisa melumpuhkan bahkan semangat lawan.
'' Dengar baik-baik boys...ini adalah pertandingan penentuan, dimana masa depan sekolah dan kota kita dipertaruhkan. Bapa tidak ingin kejadian-kejadian lalu terulang kembali, baik dilapangan atapun diluat lapangan.'' ucap Pa Epul pelatih mereka.
'' Fokus dan jangan sampai kalian terpecah dilapangan, Bapak gak mau kejadian koordinasi dulu terulang. Selalu bekerja sama antar tim, jangan ada keegoisan'' ucap Pa Dadan menambahkan.
'' Siap coach!'' ucap mereka serentak. Dan turunlah mereka ke lapang hijau yang kini siap mempertontonkan pertandingan hari itu.

Sejak peluit tanda dimulainya pertandingan, itu adalah pertandingan yang penuh dengan taktik dan strategi. Bahkan berulang kali gawag tim dengan Ahong sebagai kipernya diserbu dan berulang kali ia menendang balik bola dengan lambungan tinggi. Strategi demi strategi, taktik dilawan dengan taktik, membuat kedua belah tim semakin memanas, tak ayal membuat pelatih mereja berteriak-teriak dari sisi lapang memberikan arahan yang entah terdengar atau tidak. Begitu pula dengan para suporter yang selalu dengan penuh semangat memenuhi tribun penonton. Mereka memekik dan tercekat disetiap babak pertandingan, dan terkena serangan jantung manakala gawang masing-masing tim hampir dibobol. Dengan suara dan nyanyian mereka, diiringi oleh genderang mereka yang bertalu-talu memberikan semangat mereka.

Sudah 1 Babak dan tidak ada satupun dari mereka yang berhasil membobol gawang. Suasana semakin memanas dan semakin tegang. Tak ayal suasana yang panas dan tegang itu mempengaruhi suporter termasuk Kinara dan Maura yang berbaur disana, ikut berteriak membela tim mereka dengan semangat.

Yume to Ai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang