DESTROYED

80 11 6
                                    

          Gaos terbangun dari tidurnya, dan sekali lagi mendapati kakinya di depan matanya kaku dan tak bergerak. Sebanyak apapun dia berusaha menggerakan pergelangan kakinya, semakin marah dan frustasi dirinya. Sudah beberapa kali ia memaksakan tidur, dan berharap terbangun dan mendapati semua itu hanyalah mimpi buruknya saja. Akan tetapi berapa kalipun ia terbangun, ia selalu terjebak dalam kondisi yang sama, naas dan menyedihkan. Berulang kali ia menolak kenyataan pahit yang dengan kejam menimpa dirinya, hanya dalam satu hari semua hidupnya berubah. Dan semakin dia menyadari kenyaataan, semakin dia berharap semuanya hanyalah mimpi, maka semakin dalam rasa frustasinya, dan semakin dalam amukan penyesalan yang menggerogoti isi kepalanya, kejam dan tanpa ampun.

          Sudah sejak 2 hari yang lalu, saat ia tersadar tengah berada di ruangan serba putih, setelah semalaman ia menjalani oprasi di pergelangan kakinya. Sudah sejak 2 hari yang lalu, dengan muka pucat, tak percaya dan tak menerima kenyataan, dia memaksa sang dokter untuk menjelaskan apa yang terjadi padanya.

         '' Kau mengalami fraktur pada pergelangan kaki, yang mana menyebabkan terputusnya susunan tulang dan kerusakan ligamen, kau telah menjalani oprasi darurat yang dibutuhkan untuk meminimalisir kerusakan ligamen, kami berusaha, semaksimal mungkin agar setidaknya kakimu tidak mengalami kerusakan dan perubahan fungsional'' ucap dokter itu menjelaskan, dan tak satupun dia memahaminya, dia hanya berharap apapun yang ia dengar adalah hal yang biasa dan normal.
          '' Apa maksudnya?'' tanyanya
          '' Garis besarnya, kau mengalami patah tulang dibagian pergelangan kaki'' jawabnya, dan Gaos ngeri mendengarnya, wajahnya yang masih pucat menatap sang dokter dengan nanar, dan berharap ia hanya salah dengar.
          '' Patah?''
          '' Ya...aku tau ini sangat mengejutkan untuk seorang pemain muda sepertimu, tapi setidaknya kami sudah melakukan yang terbaik agar kakimu masih berfungsi dengan baik'' jawabnya, membuat Gaos semakin pucat.
          '' Berfungsi dengan baik bagaimana maksudnya dok? Aku ini seorang pemain bola...'' tanyanya tak percaya, dan berharap banyak dalam pertanyaanya itu.
          '' Nak...untuk sementara, saya hanya bisa mengucapkan kau beruntung, karena fraktur dikakimu tak menyebabkan lumpuh permanen, tapi jika untuk bermain sepak bola, saya tak bisa berkata bisa atau tidak, bahkan kau masih harus menjalani perawatan dan oprasi lanjutan pelampiasan osseus (jaringan lunak), agar kakimu dapat pulih seperti sedia kala'' jawab sang dokter.
          '' Tunggu sebentar dokter, jadi berapa lama aku bisa sembuh?''
          '' 1 sampai 2 tahun...sudah termasuk tahap rehabilitasi'' jawabnya
          '' Dan aku bisa bermain sepak bola lagi?'' Gaos bersikukuh dan semakin keras kepala, bahkan saat ekspresi sang dokter menunjukan keprihatinan.
          '' Nak...untuk berjalan senormal biasanya kau akan memakan waktu 1-2 tahun untuk pulih, untuk bermain sepak bola, saya tak bisa berharap lebih...mungkin iya atau tidak'' jawab sang dokter, menepuk pundak Gaos yang saat itu bagai tersambar petir.

          Gaos masih terpaku dan merenung untuk mencerna semua pernyataan dokter. Bahkan 2 hari penuh hingga saat ini, ia masih menolak dan tak mengerti dan tak mempercayai semua yang telah terjadi menimpa dirinya. Ia berharap semua ini adalah bohong, mimpi atau sekedar prank yang sering Ahong lakukan padanya, atau hanya sekedar skenario semata. Tapi bahkan ia tak bisa menemukan kunci dan siapapun yang bisa menerangkan dan menjelaskan padanya bahwa semua ini hanya mimpi. Dan ia terpuruk, semakin dalam setiap hari.

          Kedua orang tuanya, keesokan harinya setelah ia selesai menjalani oprasi langsung datang. Begitupun pelatih timnasnya yang saat kejadian langsung sigap dan melarikanya ke rumah sakit. Tetapi tak satupun dari mereka yang bisa menghiburnya. Bahkan ia tetap bungkam dan terdiam. Dua hari penuh menolak bertemu dengan siapapun, menolak memakan apapun dan menolak bicara dengan siapapun bahkan dengan dirinya sendiri, yang kini tampak menyedihkan, dan hampa.

          Dan kali ini, ia terbangun dengan kaki yang masih sama, terbaring dengan menyedihkan di ruangan yang sama dan memuakan. Jam menunjukan pukul 21.00 saat kali itu ia terbangun. Dia menatap jendela kamarnya yang menunjukan gelapnya malam, yang bertabur kerlap kerlipnya lampu-lampu kota di Singapur. Mungkin ia akan terpesona jikalau kakinya baik-baik saja, dan keadaan normal seperti biasanya. Tapi kali ini, ia tertekan. Berbeda dengan dulu saat ia hampir tak bisa bermain sepak bola karena tak diijinkan oleh ayahnya.

           Setidaknya ia masih bisa diam-diam bermain sendiri ataupun mencuri-curi waktu. Tapi kali ini lain, diijinkan atau tidak sudah tidak penting lagi. Sendiri ataupun bermain dengan tim sudah tak ada gunanya, karena kali ini bahkan ia tidak bisa menginjakan kakinya lagi diatas lapangan berumput. Bahkan kakinya saja kali ini menghianati dirinya, semua kemampuan dan kekuatanya pergi dan meninggalkanya sendiri terpuruk dan hanya bisa mengasihani dirinya sendiri.

          Dengan perlahan, Gaos menarik tubuhnya. Setengah menyeret dan membantingkan tubuhnya dan mengangkat kaki kananya, ia berhasil terduduk disamping ranjangnya. Dengan perlahan ia menarik tubuhnya turun. Dan setelah yakin dengan posisinya, ia menapakan kakinya kelantai, ada sebuah perbedaan besar disana. Telapak kaki kirinya menyentuh lantai keramik rumah sakit, yang dinginya menusuk setiap jengkal kulit kakinya, sedang kaki kanannya tak merasakan apa-apa.

          Lalu dengan perlahan dia berdiri, berharap semua baik-baik saja. Tetapi saat kakinya menopang badanya yang turun drastis, ia merasakan nyeri luar biasa, membakar seluruh kaki kanannya, kerongkonganya tercekat tatkala ia berteriak, sekeras yang ia bisa, lantas ambruk begitu saja dilantai. Ia mengerang menahan nyeri luar biasa, air matanya mengalir spontan saat ia harus mengenal rasa nyeri tak tertahakan itu. Sebisa mungkin ia menyeret kaki kanannya, dan menepi, meluruskan badanya, dan berhasil bersandar pada tembok terdekat.

          sesakit itu Gaos!!!!!
          ini bukan aku
          ini bukan kakiku...

          Gaos berulang kali menyangkal dirinya, ia frustasi, sakit hati dan sekali lagi menolak untuk menerima kenyataan. Kali ini kakinya yang mengkhianati dirinya, ia pergi dan dengan kejam mengambil seluruh hidupnya. Ia menangis sejadinya, air mata yang sejak 2 hari lalu ia  tahan, ia simpan dan ia bungkus dengan rasa tak percaya. Tangisnya pecah malam itu, meraung dan mencakar dinginya malam.

          Ayah dan ibunya serta suster hanya terdiam di baik pintu kamar Gaos, tak satupun dari mereka yang berani masuk, ayahnya tau ini sangat berat untuk Gaos, dan Gaos harus belajar menerima kenyataan. Sedang ibunya hanya bisa ikut menangis, ia tau saat itu Gaos tak ingin siapapun melihat kelemahanya, ia tau anaknya tak ingin membuat siapapun khawatir. Dan mereka hanya disana, diam-diam menemani, diam-diam ikut menangisi impianya yang terancam hilang dan pergi.

******
          '' Kami dari pihak Founders Asosiation of World Soccer, sangat ingin membantumu, kau sangat berbakat walau sekarang kau mengalami cedera serius, tapi kami tetap akan menawarkan kesempatan padamu, jika kau bersedia, kami akan membawamu ke Jepang, mengambil alih pengobatanmu, dan merehabilitasi kakimu hingga pulih...tapi setelah pulih kami yang akan mengambil alih dan mengurus segala keperluan pendidikan dan kepelatihanmu'' ucap orang tak dikenal itu dihadanya, yang dengan formal masuk dan bicara denganya.
           Gaos tersenyum masam
          '' Apakah kakiku akan pulih? berapa lama?'' ucapnya bertubi-tubi. Dan pria dihadapanya hanya tersenyum
           '' Saya tidak tahu dengan pasti, karena saya bukan dokter, tapi kau akan menerima perawatan terbaik kami'' jawabnya.
           '' Kalau begitu kau juga tidak bisa menjanjikan apapun untuku'' jawabnya ketus.
           '' Kau benar...tapi aku cukup optimis, ada beberapa kasus sepertimu, bahkan beberapa pemain dunia pernah mengalaminya, dan mereka berhasil'' ucapnya. Gaos terdiam.
           '' Aku akan memberi waktu untuk berfikit'' ucapnya.

            Dan Gaos hanya terdiam, termenung menatap kakinya diatas kursi roda yang kini menemaninya kemanapun ia pergi.


Sedih banget....Gaos maunya gimana ya....😭
             

Yume to Ai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang