34. Koma

210 20 0
                                    

Ruang ICU.
Disinilah tempat Mingyu di tangani seorang dokter bedah. Setelah kejadian di rumah Wonwoo, dengan segera Vernon dan Y/N membawa Mingyu yang sudah tidak sadarkan diri untuk menuju rumah sakit terdekat.

Sungguh jantung Y/N berpacu begitu cepat. Hatinya mencelos mengingat setiap kali dia menatap sayu mata terpejam milik Mingyu yang sangat tenang.

Mingyu yang tertidur pulas seperti sedang bermimpi, padahal sebenarnya sedang menahan sakit yang bertubi-tubi. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Y/N terus menatap jendela luar mobil.

Dia tidak  sanggup melihat seseorang yang kini tengah tenang di pangkuannya. Hatinya sangat teriris, sedari tadi air matanya tidak berhenti mengalir.

Ada rasa bersalah muncul dalam hatinya. Semua ini terjadi gara-gara dia. Rasa takut juga ikut menyelimuti diri, rasa tidak ingin kehilangan sosok yang sebenarnya di cintai. Sosok yang ternyata selama ini juga mencintainya tapi rasa itu tidak pernah tersampaikan.

Apakah semua ini terjadi karenanya? Apakah Y/N akan kehilangan Mingyu? Kehilangan seseorang yang selama ini dia perjuangkan? Tidak! Y/N tidak sanggup, bahkan tidak akan pernah sanggup.

Rasa sakit dan takut atas pelakuan keparat dari Wonwoo seolah teralihkan. Hanya Mingyu yang ada di pikirannya. Sesekali dia menengok keadaan mingyu, tangan Y/N gemetar namun perlahan mengusap lembut pipi Mingyu yang jelas terdapat luka yang masih basah di sana.

Sekaramg yang bisa Y/N lakukan hanyalah berdoa. Sedari tadi dia mondar mandir menunggu seseorang berjas putih keluar dan memberikan kabar mengenai keadaan Mingyu. Tangannya gemetar, kakinya tidak bisa diam. Pikiran Y/N pun sedang sangat kacau, semoga dia tidak benar-benar kehilangan Mingyu.

"Duduk dulu Y/N." Ujar Vernon yang sesadari tadi duduk tenang memandangi Y/N yang sangat gelisah.

Y/N tidak habis pikir, bagaimana bisa Vernon setenang ini. Padahal dia belum tahu saja jika sekarang jantung Vernon berdegup tidak kalah cepatnya. Dia juga tidak ingin terjadi sesuatu pada sepupunya.

"Bukan cuma lo aja yang takut, kita semua juga takut Mingyu kenapa-kenapa. Mendingan lo duduk di sini kita berdoa yang terbaik untuk kondisi Mingyu." Lanjutnya.

Y/N menghembuskan nafasnua panjang. Benar juga, mondar mandir tidak jelas tidak akan membantu memulihkan kondisi Mingyu. Sekarang yang Mingyu butuhkan adalah doa. Akhirnya perlahan Y/N duduk di sebelah Vernon.

Vernon mengusap punggung Y/N mencoba menenangkan cewek tersebut. Dari sini Vernon bisa meradakan betapa khawatirnya Y/N kepada Mingyu.

"Udahh lo tenang aja, Mingyu itu kuat." Ujar Vernon menenangkan. Namum Y/N hanya menganggap angin lewat saja. Bagi dia ucapan Vernon masih belum cukup untuk meyakinkan dirinya bahwa Mingyu baik-baik saja.

Setelah beberapa jam menunggu. Akhirnya pintu ruang ICU terbuka menampakkan dokter yang berjalan keluar di ikuti dengan seorang suster di belakangnya. Dokter tersebut melepas maskernya dan mulai menghampiri dirinya dan Vernon.

"Bisakah saya bertemu dengan keluarga pasien?" Ujar dokter tersebut.

"Saya sepupunya dok." Balas Vernon. "Bagaimana keadaan sepupu saya?"

"Begini." Dokter tersebut memulai pembicaraan dengan membuka kacamatanya.

"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin." Seperti ada petir yang menyambar diri Y/N saat ini mendengar pernyataan dokter yang tidak pernah dia inginkan.

"Terjadi pendarahan di dalam kepala pasien. Terdapat penggumpalan darah yang besar dikepala bagian belakang. Mungkin itu diakibatkan benturan yang sangat keras atau benturan berkali-kali. Terjadi keretakan di tulang punggungnya, ini dikarenakan berbenturan dengan benda keras."

THE PERFECT BOY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang