1. jadi, gimana?

2.8K 623 79
                                    

Bagi mahasiswa fakultas sastra universitas kebanggaan mahasiswa ini, suasana bising dicampur dengan panasnya cahaya matahari, sudah makanan sehari-hari. Terutama bagi mereka yang mendapatkan kelas pada siang hari.

Tapi, sepertinya, panas matahari ini tidak cukup bagi beberapa dari mereka. Sehingga mereka memilih untuk memantik api, menyalakan rokok, dan menambahkan hawa panas dari asap rokok yang sukses membuat beberapa mahasiswa disekitarnya terbatuk-batuk.

Kim Yohan kini menghembuskan asap rokoknya dengan lega. Sebelah tangannya ia gerakan untuk mengangkat poninya angkuh, sambil terus menatap tajam para manusia yang berlalu-lalang dihadapannya.

Membuat mereka, khususnya para mahasiswa baru, bergidik ngeri sambil mempercepat langkahnya.

Yohan tertawa sendiri melihatnya. Padahal, ia tidak serius dengan tatapan tajamnya. Hanya duduk di pelataran gedung kuliah dan menikmati rokoknya dengan hikmat. Apa yang salah dari itu?

Oh, Yohan. Berkacalah! Meski tatapan tajammu hanyalah candaan, penampilanmu bak preman adalah alasan mengapa para mahasiswa baru memilih untuk memutar jalan mereka demi tidak bertemu denganmu! Celana jeans sobek-sobek, kaos lecek, kemeja kusut yang tidak di kancing, pula rambut gondrong yang acak-acakan.

Belum lagi tindikan di telinga, kalung yang bertengger di lehernya, serta tattoo temporar di bagian lehernya yang membuat Yohan lebih terlihat seperti preman kampung daripada mahasiswa universitas kebanggaan itu.

Kini Yohan mengesah kesal. Sudah berapa lama ia duduk menunggu di pelataran? Ia sampai sudah menghabiskan satu batang rokoknya, dan kini mulutnya kembali merasa asam. Rasanya ia ingin menyalakan satu batang lagi sekarang ini.

Memang panjang umur. Pergerakan Yohan yang baru saja ingin mengeluarkan ponsel dari sakunya terhenti, begitu ia melihat bayangan seseorang yang berhenti di depannya.

Senyum Yohan mengembang sempurna sehabis ia mendongakan kepalanya, mendapati sosok yang sudah ia tunggu sejak tadi.

Lelaki dengan penampilan 180° berbeda dari dirinya.

Celana jeans panjang rapih, kemeja berwarna biru muda yang dibalut oleh jaket himpunan mahasiswa berwarna merah marun, tas ransel yang menggantung di punggungnya, dan rambutnya yang tersisir rapih.

Song Yuvin, tengah bersenyum tipis di hadapannya.

Yohan bergeser, menepuk area sebelahnya, bermaksud menyuruh Yuvin untuk duduk. Tapi Yuvin justru menggeleng, "Lo mau ngomong apa? Percepat aja. Gue sehabis ini ada rapat."

Yohan mendecih sebal mendengar jawaban dari Yuvin. Senyum lebarnya lantas menghilang. "Lo itu terlambat. Seengganya, minta maaf, kek!" Omelnya. "Begini sikap dari seorang aktivis kampus? Meminta maaf saja tidak mau, malah menolak tawaran untuk duduk."

Sebelah sudut bibir Yuvin semakin naik. Benarkah ia sedang berbicara dengan seorang preman fakultas yang sering ditakuti oleh siswa lain itu? Haha. Yohan terdengar lucu saat marah-marah.

"Okay, Yohan." Yuvin mengambil duduk di sebelah Yohan pada akhirnya. "Maaf karena terlambat. Gue harus bertemu dosen wali dulu untuk konsultasi mata kuliah."

"Ya, gak apa, lah."

Kini tangan Yohan kembali merogoh sakunya. Mengeluarkan sebatang rokok dan korek apinya. Mulutnya sudah asam tak karuan, hingga ia memutuskan untuk menghisap satu batang lagi.

"Gue punya permen, padahal." Sahut Yuvin pelan. Tangannya bergerak untuk mengusir kepulan asap yang berada sangat dekat dari wajahnya.

Jelas sekali kalau Yuvin risih dengan asap rokok itu. Tapi Yohan, si manusia bebas, terlihat tak peduli. Masih saja menghisap dan menghembuskan asap itu kuat-kuat.

"Gue punya rokok. Buat apa meminta permen dari lo?" Sahutnya.

Yuvin menghela nafas. Hidungnya sudah sakit dan kepalanya sudah pusing karena menghirup bau asap rokok yang sungguh tidak enak.

"Cepetan. Lo mau bicara apa?"

"Lo sudah dengar, 'kan, dari Junho?"

"Soal?"

"Gue pengen pacaran sama lo."

Yuvin menoleh kearah Yohan yang ternyata tengah memandangnya intens. Yuvin tidak bisa membaca tatapan matanya. Tapi, Yuvin sadar, kalau Yohan serius dengan kata-katanya barusan.

Yuvin tersenyum simpul. "Sudah dengar."

"Jadi, gimana?" Tanya Yohan, lalu menghirup rokoknya lagi.

"Lo sudah dengar, 'kan, dari Junho?"

Yohan berkedip bingung begitu Yuvin justru melontarkan ulang pertanyaannya, daripada menjawab pertanyaannya yang lain.

Yohan mengendikan bahunya. "Soal apa?"

"Gue cuma mau pacaran dengan orang yang tidak merokok, dan tidak minum."

Yohan merengut, mengingat apa yang dikatakan Junho saat ia bercerita soal Yuvin dan rasa ketertarikannya.

"Jadi, gue ditolak?"

"Untuk saat ini, iya." Yuvin berdiri, berjalan beberapa langkah menjauh dari Yohan.

Kemudian berhenti mendadak. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, lalu berbalik mengarah pada Yohan. "Kecuali, lo berhenti dengan semua kebiasaan merokok dan minum alkohol, Yohan."

Yohan menatap punggung lebar Yuvin yang semakin menjauh dengan tatapan nelangsa. Namun, ia tersenyum kemudian.

"Oh, oke kalau mau lo begitu, Song Yuvin."

nefarious  ☆  yuyo ft. junsang ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang