24

8.1K 390 10
                                    

Setelah kejadian kemarin, gue berniat menghindar dari Vano, dia mau ngerengek sedemikian rupa sama gue pasti gue abaikan.

Se ambsrud-ambsrud nya seorang Shafira, gue masih punya hati, dan gak bisa disakitin gitu aja.

Caelah bro! hati itu hampir 2 M harganya, Vano gue kasih gratis malah disia-siain, kampret!

Kayak sekarang, gue berangkat ngampus sendiri, di rumah gue ngabaiin si Vano, bodo amat dia aja gak peduli, kan kata dia, gue cuma sekedar mahasiswi di kampus tempat dia ngajar, gak salah dong? Buat apa gue layanin dia, dia hanya sekedar dosen gue, gak lebih, itu kata dia, ya gue turutin, salah gue di mana?

"Yo..." gue kini duduk berdua dengan Dio di taman belakang Kampus, mau curhat.

"Gimana perasaan lo, ketika orang yang lo sayang ternyata nyaman sama orang lain?" tanya gue memecah hening.

Dio yang lagi mainin rumput langsung memusatkan pandanganya ke gue.

"Gue nanya sama dia, apa gue penting baginya" jawab Dio sarkas.

Gue mengangguk membenarkan.

"Tapi kalo emang gue penting baginya, dia tidak akan melakukan hal itu" lanjut Dio yang langsung membuat gue keselek saliva sendiri.

Gue gak penting bagi Vano. Udah, gue cukup pintar untuk mengerti hal itu.

"Thanks for your opinion, bro!" gue langsung berdiri dan berjalan menghampiri Vano yang lagi duduk mainin ponselnya.

"Khm" dehem gue buat menyadarkan dia bahwa gue ada di sampingnya.

Dio memperhatikan kami di tempatnya, dia cuma senyum miris kalo gue liat, maaf Yo, gue ngecewain lo, gue tau lo suka sama gue, tapi bagi gue kita cukup sahabatan aja. Gue udah nikah sama si Vano, maaf...

"Eh, Fira, ada apa?"

Aktingnya leh ugha nih dosen. Di rumah aja manja banget, di kampus kayak orang gak kenal, good job.

"Boleh saya berbicara sesuatu dengan anda, sebentar saja?" tanya gue seformal mungkin.

Vano keliatan kaget dengan gue yang gak kayak biasanya.

"Boleh, ada apa?" tanya dia berusaha menetralkan wajah.

"Apa saya berarti penting bagi anda, atau hanya sekedar menepati janji tanpa ada rasa?" tanya gue langsung ke intinya, Shafira tidak suka hal yang bertele-tele!

Jangan remehkan seriusnya orang yang suka bercanda.

"Fir... Kamu—

"Hai Vano!" suara seorang wanita memotong penjelasan Vano.

Gue melihat si Jisu dengan tatapan sinis, gue sama dia beda umur doang ya! Bukan nyali, liat aja lo!

"Jadi kan nanti malam kita Dinner?" tanya nya seraya gelendotan di tangan Vano.

Anjir sakit. Hahanjir bagus Van, lanjutkan!

Vano melihat kearah gue dengan tatapan tidak enak.

"Eh, bu Jisu kan perasaan udah punya suami ya?" tanya gue dengan nada sinis.

"Ya, selama suami saya gak tau, gapapa kali" elak bu Jisu membuat gue melotot kaget, dasar jalang!

"Oh, gitu ya bu, jadi walaupun suami ibu tau ibu selingkuh dan deket sama cowok lain apa suami ibu akan tetap diam?" tanya gue yang mulai kesel, tapi dengan nada setenang mungkin. Gue nyindir telah Vano, dia udah terlihat tersinggung dengan kalimat gue tadi.

Bu Jisu yang terganggu dengan pertanyaan gue melepas gelendotan tanganya di tangan Vano yang sial nya hanya diam gak melawan.

"Kenapa kamu nanya seperti itu sama saya?" tanya Bu Jisu hang kelitan kesel.

Wah seru nih, gue gak suka damai, jadi... Ayo mari kita ribut!

"Saya nanya doang bu, satuy lah dikit" gue berusaha mencairkan suasana.

Bu Jisu hanya diam menunggu gue melanjutkan pertanyaan.

"Kalo ibu ada di posisi suami ibu dan ibu tau suami ibu selingkuh sama cewek lain, apa yang akan ibu lakukan? Serius nanya buk" gue mengacungkan jari gue membentuk 'V' signe.

Vano di tempatnya udah ketar ketir.

"Saya potong anu nya!"

Vano langsung menutupi selangkanganya dengan tangan ketika bu Jisu memeragakan gunting besar dari tangan yang menggunting sesuatu.

"Saya gorok lehernya!" Bu Jisu bersikap seolah sedang memotong lehernya sendiri dengan tangan yang berperan sebagai pisau membuat Vano memegangi lehernya.

"Terus, apa yang akan ibu lakukan pada si cewek murahan yang gatel sama suami ibu?" tanya gue mulai memanas.

Bu Jisu terdiam ketika menyadari sesuatu, tapi dia tetap menjawab pertanyaan gue yang sebenarnya hanya jebakan.

"Saya jambak rambutnya, saya maki maki dia" jawab bu Jisu dengan kepedean ekstra seraya lanjut menggelendoti tangan Vano. Vano bangun bego, diem aja lu!

"Gitu ya bu... Oke deh" gue berdiri dan menghampiri bu Jisu yang langsung kaget sama tingkah arogan gue yang kembali memasang gaya sengah khas Shafira.

Tangan gue menjambak kasar rambut bu Jisu dengan keras, persetan dengan kesopanan! Dia lebih tidak sopan dengan kegatelan sama suami orang, dasar tante lonte.

"Apa apaan kamu Fira!" teriak bu Jisu kesakitan.

"SADAR DONG BEGO, LO UDAH PUNYA SUAMI! MASIH AJA KEGATELAN SAMA SUAMI ORANG!" maki gue sesuai dengan apa yang tadi dikatakan dia sama gue, menjambak dan memaki, bukan begitu?

"MEMANGNYA VANO SIAPA KAMU? SUAMI!?" teriak bu Jisu setelah gue melepaskan jambakan gue.

Gue menatap dingin bu Jisu yang lagi memegangi kepala nya yang gue jamin langsung kleyengan.

Vano menatap gue dengan tidak percaya, mematung, namun sedikit takjub.

Gue juga masih liat Dio yang berdiri di tempatnya, bersiap menghampiri, namun dia malah memilih pergi. Gak tau kenapa, mungkin gak mau ikut campur sama urusan gue.

"Bukan" jawaban gue jelas membuat Vano terkejut seraya menautkan alis dan bu Jisu tersenyum kecut.

"Lalu apa urusan kamu sama saya?"  tanya bu Jisu dengan nada meremehkan.

"Apa anda tidak akan kecewa jika suami anda berselingkuh dibelakang anda, tanpa sepengetahuan anda, wahai Nyonya Jisu yang terhormat?" tanya gue dengan nada menyindir.

Bu Jisu mengelak,
"Ya jelas kecewa lah!"

"Lalu bagaimana dengan perasaan suami anda jika beliau mengetahui hal ini?" tanya gue seraya membidik tepat objek tampan dekat pohon.

"Dia tidak tahu semua ini, kamu anak kecil jangan suka ikut campur masalah orang dewasa deh ya!" yeh, ngegas ibu ibu.

Gue menaikan dagu, lalu menunjuk seseorang yang sedari tadi menggepalkan tanganya menahan amarah melihat ke bar-baran Jisu.

"Suami anda" ucap gue.

Seketika bu Jisu mematung dan detik selanjutnya berlari mengejar suaminya yang sudah berjalan menjauh membawa sesuatu di tanganya.

Setelah bu Jisu pergi, kini di taman belakang Kampus tinggal gue sama Vano, benar-benar berdua.

Gue menatap sinis kearah Vano yang menatap gue takut, dia menutupi selangkanganya dengan tangan dan memegangi lehernya, melihat gue benar benar melakukan apa yang dikatakan bu Jisu tadi, dia takut gue juga ngelakuin apa yang bu Jisu katakan, kepadanya.

"Terlalu bar-bar" bisik gue dengan nada dingin.

"Bilang aja lo malu punya istri cem gue sehingga lo gak mempublikasikan semuanya di sini, iya kan?" tanya gue.

Eh kok kesanya gue pengen banget ya di akuin sama Vano, duh Fira.. FIRA.

Vano diam, dia berdiri, bersiap menjelaskan, namun gue mengacungkan tangan.

"Stop it, gue ga butuh penjelasan lo, terimakasih." gue memilih pergi dari sana.

Cukup.

Satu kata buat Vano?

Married With A Childish BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang