30

8.9K 356 11
                                    

"Fir,bangun ih!" Vano mengguncangkan bahu gue, dia kenapa lagi sih.

Gue bangun kan tuh, ini udah yang ke delapan kalinya Vano bangunin gue, busetdah kagak ada kerjaan banget dah gue ngitungin seberapa banyak Vano bangunin gue.

Pada akhirnya gue liatin Vano yang udah megangin perut.

"Lo kenapa? Pengen boker?" tanya gue.

Vano menggeleng beberapa kali, "linu banget Fir, perut aku"

Gue liatin perut gue yang makin buncit aja karena udah menginjak 8 bulan, Teh Ica juga baik, dia bisa jadi temen curhat sama ghibah gue kalo Vano gak ada.

"Itu efek bayi kali Van, liat tuh, perut aku ditendang-tendang sama dia" gue nunjuk nunjuk perut gue yang gak bisa diem.

Cie, Fira aku-kamu an sama Vano.

"Sakitnya di aku, heran" Vano mengelus pelan perut gue, dia membantu gue duduk di ranjang, semenjak usia kandungan gue menginjak 7 bulan, rasanya gue gak pengen kemana-mana, pengenya nelor aja udah di kasur, bahkan Teh Ica kadang banting stir yang harusnya jadi kakak ipar gue malah jadi babu dadakan. Astaga maapkan Fira Teh, Fira hilap.

"Van, coba elusin deh perut aku, entar juga sakitnya reda" gue ngasih pendapat.

Vano ngelus perut gue dengan sayang, terakhir dia mengecup pelan perut gue, seraya berkata "anak papa yang baik, tenang di dalam sana ya sayang"

Duh kan kalo gini gue gak bisa nahan senyum, bahagia duniaaaa.

"Eh bener loh Fir, gak sakit lagi" ucap Vano setelah dia menegakkan lagi tubuhnya.

"Yaudah gih, tidur sayang jangan bangun mulu" gue menyuruh Vano tidur, lalu mengusap surainya pelan hingga dia benar-benar tertidur.

Duh kok tenggorokan gue ceket banget ya?

Dengan perlahan namun pasti, gue berdiri dan keluar kamar dengan langkah udah kayak maling.

Pengen ngambil air gue.

Tap... Tap... Tap...

Hanya langkah kaki gue yang menggema sepanjang lorong lantai dua menuju dapur di lantai bawah, buset dah ini rumah gedenya ngalahin Mall kali.

Ceklek...

Gue membuka perlahan pintu dapur. Kenapa pelan-pelan? Karena kalo ada maling entar gue cyduk terus dia terkejoed dan kena serangan jantung dadakan. Eh jangan deh, entar dia mati bukanya dia yang masuk penjara malah gue lagi.

Tapi bentar deh, kayak ada seseorang...

Gue mengintip, disana berdiri Teh Ica yang lagi ngelakuin sesuatu, aneh panan, masa dia menyingkapkan lengan piyamanya sebelah kananya, lalu tangan kirinya memegang benda yang lebih mirip dengan kabel Charger.

Hah? Apa apaan ini? Liat deh, dia mencharger dirinya sendiri?

Penerangan disini minim, jadi gue gak bisa liat dengan jelas apa yang dilakuin Teh Ica di dalam sana.

Dan ketika Charger telah menempel di lenganya, tubuh Teh Ica kaku, dia berdiri tegak tapi membelakangi gue. Gue pengen nyamperin tapi takut. Jadi ceritanya dia lagi ngisi daya? Tubuhnya sendiri?

Sudah ku bilang bukan? Dia robot, bukan manusia.*plak!

Bahasa gue kaku bat njir kayak kanebo kering.

Gue liat jam yang ada di dinding dapur, lalu terkejoed untuk yang kedua kalinya pas jam menunjukan pukul 01.00 astaga singa! Ini kan larut banget.

"Sedang, apa, kamu, disini, Fira?"

Kan kan kan! Terkejoed yang ketiga kalinya nih gue, lama-lama kena spot jantung dadakan aing teh.

Teh Ica udah ada di depan gue aja, dia menatap datar gue, bibirnya sama sekali gak menyunggingkan senyum, bahkan bahasanya patah-patah kayak robot.

Gue menggaruk tekuk gak gatel, seraya mengusap perut gue yang terasa pegel dari tadi berdiri terus.

"Cuma mau ambil minum,Teh. Fira haus" gue berusaha tetap tenang.

Meskipun gue gak pandai berbohong, masalah mengatur mimik muka gue jagonya.

Niatnya sih emang mau minum, tapi kok gak lagi seret ya?

Y-yaudah deh...

Gue balik badan bubar barisan jalan-- kabur njir, takut gue.

Dengan langkah dipercepat, gue akhirnya masuk kamar juga, menutup pelan pintu takutnya Vano denger trus kebangun kan brabe, lalu naik ke kasur, selimutan.

Buset dah lama-lama nih cerita jadi cerita horor dah.

Gue merasakan sesuatu yang merayap di atas tubuh gue, gak mungkin itu Vano secara dia kan tidur.

Gue menyingkapkan selimut dengan sebelah tangan dan sebelah tangan lagi mengguncang bahu Vano sangat kencang.

Hah?

Kok gak ada apapun di depan gue? Terus tadi apaan dong?

Vano yang keganggu sama gue yang tadi mengguncangkan bahunya dengan kecepatan maksimum-- bangun, matanya sayu menahan kantuk karena dia baru saja tertidur tadi.

"Gue takut Van... Gue takut" gue udah ngeringkuk ngeri ngebayangin teh Ica yang menjelma menjadi robot memegang pisau dan membunuh gue di sini. Caelah terlalu mendramatis.

Vano mengeryit bingung, "takut kenapa? Kamu mimpi?" dia menarik gue kedalam dekapanya, hangat, tenang, rasa takut mulai mereda.

"Ssst-- udah, tidur lagi ya..."
Vano perlahan mengusap puncak kepala gue dengan lembut, dia bersenandung kecil yang gue tau itu lagu punya D.O thats Okay.

Perasaan gue mulai tenang, nafas yang tadi memburu kini teratur, dan hal yang gue liat setelahnya gelap.

💍💍💍

Gue membuka mata, dan udah gak mendapati Vano lagi di tempatnya. Secepat kilat gue cuci muka dan gosok gigi tanpa mandi karena cuaca pagi ini sangat dingin. Uset dah, udah mirip sama orang yang di luar negri aja lo Sapi.

"Van" gue berjalan menuruni anak tangga satu persatu, dan berhenti mendadak ketika melihat Vano berbincang santai dengan teh Ica di sofa ruang tamu. Gue takut.

Vano yang mendapati keberadaan gue yang mematung cem patung pancoran melambaikan tanganya, menyuruh gue mendekat.

Dengan langkah ragu gue menuruni tangga dan duduk di sebelah Vano, samping gue teh Ica.

Gue menatap pahatan tuhan yang menurut gue paling sempurna itu dengan ngeri. Gak mungkin bentukan manusia bisa sesempurna itu fisiknya, gue makin yakin aja dia robot. Astaga Fir... Fir, makin absrud aja si lo.

Gue gak bisa ngegambarin muka teh Ica yang terbilang cem boneka juga badanya yang udah sebelas dua belas sama gitar spanyol, hanya itu yang bisa gue gambarin sih.

Kembali ke gue, gue udh keringet dingin mengingat kejadian tadi malam. Masa bener sih dugaan gue?

she's a female robot?

Cukup.




































Penasaran siapa itu Ghaitsha?

Sedikit bocoran, karena Nisa baik hati dan tidak sombong*plak.

Ghaitsha itu istrinya Fino, Fino ketemu sama Ghaitsha di kampung sunda saat Fino ada tugas di sana. Dibalik fisiknya yang sempurna Ica menyimpan luka dalam yang menganga dihatinya.

Ekekek:v Nisa udah cem yang bener aja nulis baku gitu:' kaku bet njirr kek Dia:v

Udah ya, salam:
Khoirunnisa❤

Married With A Childish BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang