Jeno terus terjaga malam ini, sambil tidur miring menghadap Sejin, ia mengusap surai sang istri dengan lembut, tangan kirinya mengusap perut buncit Sejin.
Jeno takut, hari semakin cepat saja rasanya, dan waktu persalinan Sejin akan segera tiba.
"Aku harap kalian berdua selamat, karena aku gak bisa pilih di antara kalian" gumamnya.
Tak terasa air mata mengalir di pipi Jeno, ia segera mengusapnya.
Beberapa menit kemudian Jeno tertidur.
"Jaemin~ Jaemin~"
Suara Sejin membangunkan Jeno, ia segera terduduk dan melihat sang istri yang sepertinya mengigau.
"Sejin? Kamu kenapa? Bangun sayang"
Jeno mengusap keringat yang membasahi dahi Sejin, kemudian melotot kaget saat tau suhu badan Sejin sangat panas.
"S—sejin? Sayang?" Sejin masih saja tidak bangun, bahkan kini wajahnya sangat pucat.
Karena panik, Jeno memanggil papa Suho dan mama Irene, kemudian mereka segera membawa Sejin ke rumah sakit.
***
"Maaf, dokter Doyoung sedang ada operasi mohon bersabar kami akan mencarikan dokter jaga malam" ucap salah seorang suster.
"Secepatnya!" ucap Jeno tegas.
Suster tersebut mencegah Jeno agar tidak masuk, namun Jeno bersikeras untuk masuk ke dalam UGD menemani istrinya.
"Saya mohon patuhi peraturan yang ada, anda tidak boleh ma—"
"SAYA SUAMINYA! DIA BUTUH SAYA!" teriak Jeno frustasi.
"Udah, nak udah" sahut mama Irene menenangkan anak bungsunya.
Tak lama kemudian dokter Doyoung datang. "Ada apa ini?" tanyanya.
Ia melirik Jeno sekilas, "biarkan dia masuk" ucap Doyoung kemudian.
"Sejin butuh Jaemin, dia rindu abangnya"
Jeno menggigit bibirnya, kemudian menunduk.
"Kamu tau mereka bertiga benar-benar saling menyayangi satu sama lain, bukankah seharusnya Jaemin dan Sejin itu anak kembar dulunya?"
"Jaemin setahun lebih tua"
Dokter Doyoung tersenyum lalu menepuk bahu Jeno. "Pertemukan mereka"
"Oke, saya akan bawa Jaemin kesini besok" jawab Jeno final.
Pagi harinya...
Sejin baru saja terbangun dari tidurnya, mengerjapkan matanya lalu menatap langit-langit.
'Dimana ini?' batinnya.
Dilihatnya tangan sebelah kiri terpasang infus, Sejin segera terduduk.
"J—jen—?!" teriaknya tertahan karena melihat seseorang tertidur di sofa.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jaemin?" wajah Sejin berseri-seri.
Jaemin terbangun, lalu mendekati sang adik, duduk di samping ranjangnya.
"Kangen gue kan lu?"
Sejin hanya nyengir.
Jaemin mengusap pucuk kepala Sejin sekilas. "Maafin gue waktu itu kelewat emosi mau gampar lo, abis lo ember sih"
"Gapapa Jaemin, aku kangen kamu pokoknya" Sejin segera memeluk Jaemin.
Jaemin tersenyum masam, ia memikirkan 2 hal saat ini, pernikahannya yang tak diinginkan terjadi nantinya dan juga keadaan Sejin saat ini.
"Gimana sama calon ponakan gue? Kangen juga gak sama om nya?" Jaemin mengusap perut Sejin.
Sejin mengangguk, "pasti! Dia juga kangen pakde Jaem—"
"Ish! Gue gamau dipanggil pakde elah, Jin"
"Biarin ih kan lebih tua!"
"Tapi kan belom nikah"
Seketika pembicaraan mereka terputus, Sejin terlihat menunduk.
"Jaemin juga bakalan punya dede bayi kan?"
Jaemin bungkam, namun ia segera mengalihkan topik.
"Sejin, lo kelihatan pucet, gapapa kan?"
Sejin hanya diam, "Jaem, aku gak kuat, badan aku sakit semua rasanya. Apa semua orang hamil gini?"
Jaemin menggenggam erat tangan Sejin, "lo kuat, lo pasti bisa Jin! Percaya sama gue pasti bakalan sehat, baik lo maupun bayi lo nanti"
"Walaupun nanti Sejin beneran gak kuat, Sejin bakal berusaha lahirin dede bayi dulu, kalo dia udah lahir Sejin baru bisa istirahat"
Polos sekali ucapan Sejin hingga sukses membuat Jaemin meneteskan air mata.
"Lo sayang banget sama bayi lo?"
Sejin mengangguk.
"Sejin juga sayang Jaemin"
"Eleh, lo aja sering ngerjain gu—"
"Hoek!"
Jaemin segera mengambilkan pispot untuk Sejin muntah.
"Gapapa Sejin, muntahin semuanya"
"Sakit Jaem... Perut Sejin akh—"
Jaemin mengusap punggung dan perut Sejin. "Gapapa, tahan ya, lo pasti kuat, ini minum dulu"
Tanpa mereka sadari sedari tadi Jeno mendengar pembicaraan mereka di dalam.
Ia tertunduk—
Kemudian menangis.
'Ya Tuhan, kuatkan Sejin saya mohon'
To be continued...
Ini bumbu bumbu konflik.
Makasih yang masih setia menghargai karya saya ini:')