Dilecto 1.0✓

42.8K 3.4K 127
                                    


Pintu berwarna cokelat dengan berbagai ukiran indah di sana telah terbuka begitu lebar, suara tapak sepatu lirih terdengar menampilkan sosok kecil dengan manik mengerjap lucu untuk mengamati isi rumah di hadapannya. Ransel berwarna merah dengan gambar power rangers tampak kebesaran sehingga menimbulkan suara saat langkah diambil, kedua tangannya memegang erat tali tersebut.


Sejenak ia mengamati, benar-benar indah pikirnya apalagi dengan berbagai lukisan warna-warni yang menghiasi dinding putih tersebut.

Belum lama berdiri di sana, indera pendengarnya menangkap sebuah suara. Dari arah kanan terlihat sosok yang lebih kecil, wajahnya begitu menggemaskan membuat dirinya mengulum senyum.

"Mama! Mama! Mama! We! [kue]" serunya seraya mengangkat tinggi-tinggi tangan mungil itu.

Tanpa menyadari suara kekehan dari seseorang.

"Jisung, Sayang. Jangan berlari, nanti kalau jatuh kau pasti menangis," suara wanita di belakang membuatnya menoleh, beliau tengah bersimpuh di hadapan sang anak, kedua mata sipit yang begitu menggemaskan di sana merespon dengan dengkusan kecil.

"Jeno hyung, jahat! Hyung ambil we J'sung, jadi tinggal setengah!" adunya dengan kedua kaki yang menghentak.



Si kecil lainnya sibuk merogoh ransel, mengalihkan atensi dua di antara mereka lalu keluarlah dengan sebungkus kue dari sana, senyum mengembang seraya menyodorkannya.


"Ini," katanya.

Wajah si anak menggemaskan - Jisung, berubah menjadi bahagia. Ia menerima sembari berlompat karena tepat sekali kue tersebut adalah favoritnya. Tetapi maniknya membulat dengan pipi tembam membuat bibirnya terlihat kecil, ia mendekat ke arah wanita yang dipanggil Mama.

"Mama," panggilnya pelan, dari sorot mata ingin menanyakan siapa gerangan sosok di sampingnya. Seulas senyum terukir di ranum merah itu.


Tubuh kecil itu juga direngkuh, anak yang lebih tinggi itu tidak banyak bicara membuat wanita itu harus memperkenalkannya.

"Ini teman baru Jisung, tapi Jisung harus memanggilnya dengan sebutan hyung, dia teman dari Jeno hyung juga."

Dahi putranya mengerut dalam dengan tatapan bingung, "Jadi, dia teman Jeno hyung atau J'sung?" yang mana pertanyaan tersebut membuat sang ibu tertawa, jemarinya menyentuh hidung mungil tersebut.

"Coba, Jisung ajak berkenalan."

Walaupun lebih muda dua tahun, sosok Jisung begitu menyukai jika bertemu dengan orang baru. Ia selalu meminta untuk dibuatkan adik supaya merasakan bagaimana memiliki kakak menyebalkan - lelucon keluarga yang sudah awam.

Tangan kecilnya terulur dengan menyunggingkan senyumannya, "Lee J'sung," dengan suara yang begitu antusias. Perlahan uluran tangan itu dibalas dengan senyum yang tak kalah lebarnya.

"Na Jaemin."

Keduanya terkekeh, Jisung melingkarkan lengannya pada leher sang ibu, "Ayo, hyung! Temani J'sung bermain!" ajaknya dengan begitu semangat.

Jemari wanita itu mengusap wajah sang putra sejenak, senyum simpul ditampilkan, ia menyuruh Jisung untuk masuk ke kamar terlebih dahulu. Setelah tubuhnya hilang dari pandangan, beliau menoleh pada si kecil Jaemin yang tertunduk malu.


"Jaemin, mulai hari ini kau tinggal bersamaku. Untuk membuatmu nyaman, bagaimana kalau Jaemin memanggilku dengan sebutan Mama seperti Jisung tadi?"


Lebih tepatnya, wanita itu berusaha membuat si kecil Na untuk nyaman di rumah barunya. Walaupun nyatanya, mata itu menyorotkan sebuah kesedihan yang terpendam, ia tidak tahu harus melakukan cara apalagi, beruntung saja anak itu bersedia pulang bersamanya.


"Tidak mau," jawaban itu membuat beliau terkejut, sedikit tersinggung karena begitu cepatnya ditolak oleh Jaemin.

"Kenapa, Sayang? Walaupun aku bukan ibu kandungmu tapi -

- Mama jahat. Dia suka memukul Jaemin kalau Ibu Guru tidak, Ibu Guru baik pada Jaemin jadi bukan Mama Jaemin."

Kalimat itu membuatnya paham seketika, air yang tiba-tiba memendung di pelupuk matanya, ingatannya kembali pada saat menemukan Jaemin tak sadarkan diri dengan luka lebam di sekujur tubuhnya. Murid kesayangan-nya itu tidak mendapat kasih sayang dari sosok yang seharusnya memberikannya.



"La-lalu, Jaemin ingin memanggil Ibu Guru apa?"



"Ibu Guru Cantik. Seperti Santa Claus di Hari Natal, Ibu Guru adalah Santa Claus di hari-harinya Jaemin."



Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya. Salah satunya, bagaimana bisa seorang ibu tega menyakiti anak se-manis Jaemin seperti ini?










-
Teruntuk kalian yang pantas untuk dicintai, mari belajar bersyukur dari hal-hal kecil di hidup ini🌺

16 - 09 - 2019

Dilecto✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang