Ch. 1: Tempat Bahagia

24K 2.5K 159
                                    

Pagi ini, Seoul Chodeunghakgyo setelah liburan semester kemarin tampak ramai oleh anak-anak yang berlarian. Kebanyakan dari mereka saling berteriak kala melihat teman yang sudah lama tak bertemu, ada pula arena permainan sudah sesak oleh mereka untuk bermain di sana, beberapa orang tua juga nampak saling bertukar cerita dan sesekali melempar senyum satu sama lain.

Tak berbeda pula dari sosok kecil yang melangkah dengan begitu semangatnya. Senyum yang menampilkan deretan gigi putih menyapa beberapa wali murid dan guru di sana. Bibirnya semakin melengkung ke atas kala melihat seseorang kemudian berlari sembari memegang tali ransel di sisi tangannya.



"Selama pagi, Paman! Waaa!" serunya seraya mengamati sekitar, "Bunganya banyak! Cantik!" pujinya sampai membuat bola mata itu menyipit karena senang.




Laki-laki yang bertugas sebagai tukang kebun itu tertawa kecil, ia menaruh gunting besar sedikit jauh dari jangkuan anak tersebut dan bersimpuh di sana, "Selamat pagi, Jaemin. Bagaimana liburanmu? Senang bisa kembali ke sekolah?"



Responya begitu semangat dengan menganggukkan kepala, "Sekolah itu menyenangkan. Tapi Jaemin lebih suka tidur," adunya masih dengan senyum yang mengembang.




Jawaban polos itu membuat yang lebih tua juga ikut tertawa, jemarinya mengusak rambut hitam tipis si kecil, tangan satunya merogoh salah satu kantong celana dan di sana ada sebuah bungkus kue cokelat, "Ini untuk Jaemin," kata beliau seraya menaruhnya ada telapak tangan mungil itu.



Tetapi Jaemin menggelengkan kepalanya tanda tidak mau, "Jaemin sudah sarapan. Paman saja, supaya kuat untuk membuat sekolah indah," pesan menggemaskan itu membuat laki-laki tersebut menyunggingkan senyum kecil, masih kekeuh untuk memberikannya.




"Untuk makan siang, Paman tidak mau Jaemin kelaparan nanti. Oke? Katanya ingin dokter," godanya seraya menyentuh hidung mungil miliknya, "Jaemin harus sehat dan makan siang itu penting."



Sejenak, si kecil berpikir menatap kue tersebut dan seulas senyum terukir di sana, "Terima kasih, Paman!" soraknya lebih keras supaya perut yang berbunyi miliknya tidak terdengar oleh siapapun.









***



Selain Paman tukang kebun yang menjadi favoritnya, ada beberapa lagi masuk dalam daftar tersebut. Jaemin sudah menaruh ranselnya di dalam kelas kemudian ia akan keluar lagi untuk berdiri di lobby — tempat biasa jika mereka yang turun dari mobil pribadi.



"Mark hyung!" panggilnya seraya berlari kecil sedang yang dipanggil merentangkan kedua tangan untuk menerima pelukan tersebut.


"Halo, buddy!" sapanya dengan jemari yang mengacak rambut Jaemin, keduanya saling tertawa.


Oh berbicara tentang Mark, dia duduk di bangku kelas tiga. Putra dari keluarga Lee yang begitu terkenal, sang Ayah seorang aktor dari semenjak masa muda sedangkan Ibunya menjadi wali kelas empat di sekolah tersebut.



"Selamat pagi, Jaemin," suara lembut itu berasal dari wanita paruh baya dengan rambut kecokelatan yang tergerai bebas, menampilkan senyum cantik membuat si kecil membalasnya pula.



Tubuh mungilnya sedikit membungkuk untuk menyapa, "Selamat pagi Ibu Guru Cantik," godanya yang mana membuat Mark dan sang ibu tertawa. Memang manis panggilannya untuk ibu tiga anak tersebut.



Di sisi mobil lainnya, terdengar pintu terbuka dan menampilkan sosok laki-laki yang menjulang tingga, "Siapa yang berani-beraninya menggoda istriku?" suara baritone itu justru membuat Jaemin tertawa kecil, wajah yang terlihat galak tak membuat senyum itu luntur.



Dilecto✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang