Ch.16: Roda Yang Berhenti

8.4K 1.7K 59
                                    



Sorry for typo(s)





Di dalam kamar tanpa penerangan tersebut, dua kakak beradik sedang menikmati makan malam bersama. Tampak Hendery begitu lahap menikmatinya, nasi dan ayam dari sisa kedai tadi. Di depannya, Jaemin menyunggingkan senyum sembari membersihkan sisa makan di sudut bibir sang kakak.




"Lagi, Hyung?"



Maniknya berbinar, Jaemin memang selalu makan dengan porsi sedikit jika memakan nasi. Perutnya sudah terasa kenyang ketika suapan keempat dan melihat bagaimana Hendery sangat kelaparan karena seharian ini ditinggal.




Sedang asiknya mengamati sang kakak makan, terdengar suara yang begitu keras dari bawah. Dahinya Jaemin mengerut sembari turun dari ranjang, pelan ia menuruni tangga dan melihat punggung lelaki yang sedang duduk di sofa.



"Paman?"



Suara benda pecah terdengar membuat Jaemin menelan salivanya, apalagi saat sosok itu bangkit dengan jalan sempoyongan berbalik menatapnya.




"Di mana surat warisan itu, anak sialan?"



"Kau sudah mendapat bagianmu, untuk apa meminta bagianku dan Hendery hyung?"



Tawanya begitu nyaring dan seperti mengejek, menunjuk wajah Jaemin dengan rokok yang menyala, "Wanita tua itu bodoh memberikan harta ini pada kalian! Anak panti dan autis! Penjilat ibuku untuk memberikan hartanya pada kalian, kan?!"




"Lalu jika harta ini milik Paman? Akan dijadikan taruhan dalam berjudi dan minum-minum, kan?"




"Hei, bocah! Jaga mulutmu, kau ingin mulutmu hancur seperti aku menghilangkan ingatanmu?!"



Tubuh Jaemin bergetar saat mengingat kejadian tersebut, saat usianya sepuluh tahun. Vas bunga indah hancur berkeping di kepalanya kemudian jatuh dari tangga ini, hanya karena perebutan sebuah kertas wasiat dari mendiang sang nenek yang mengadopsinya.



Lelaki yang notabene adalah putranya itu hanya mendapat bagian yang sedikit dibanding Jaemin anak adopsi, hal tersebut memicu kebencian pada dirinya.



"Paman tidak akan mendapatkannya, itu hak Hendery hyung sebagai cucu Nenek satu-satunya!"



Amarah terlihat jelas dari wajah itu, uratnya muncul di kedua pelipis beliau dan menyadari sikapnya, Jaemin berbalik dengan kekuatan penuh untuk berlari menuju ke kamar. Raungan kemarahan juga meramaikan rumah yang gelap itu.




Pintu kamarnya ditutup sampai menimbulkan suara yang begitu keras, kuncinya diputar kemudian Jaemin mengambil sebuah balok kayu yang memang menjadi senjata jika lelaki itu berulah dan memasangkannya pada ganggang pintu, ia juga mendorong meja belajarnya untuk menahan pintu.




Suara dobrakan pintu menggema sampai membuat Jaemin terjatuh, ia menoleh dan mendapati Hendery sudah bersembunyi di bawah ranjang sembari menutup telinganya. Sang adik merangkak dan bersandar pada ranjang, memejamkan mata oleh teriakan kebencian tersebut.





Mungkin malam ini, mereka tidak akan tidur.




***




Dengan balutan piyamanya, Chae Yong termenung di ranjang menatap luar jendela. Ingatannya kembali ke taman tadi di mana bertemu dengan Jaemin. Ia yakin bahwa anak itu adalah Jaemin-nya, murid kesayangannya.




Dilecto✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang