Ch.14: Buah Dari Kebaikan

9.5K 2K 160
                                    

Sorry for typo(s)



Jam weker yang sudah tua itu masih berbunyi nyaring tepat pukul enam pagi. Tangan yang malas mencoba mematikannya, tubuhnya berbalik dengan lengan yang terlentang di sisi ranjang lainnya. Dahinya mengerut kala tak menemukan seseorang yang harusnya ada di sana.



Kedua bola matanya terbuka, mengedarkan pandangannya dan tak menemukan siapapun di sana. Kakinya turun dari ranjang kemudian merapikan selimut yang telah digunakan.



"Hyung?"


Panggilannya menggema setelah keluar dari kamar, berjalan menuruni tangga kemudian indera pendengarnya menangkap sebuah suara yang mana membuatnya tersenyum kecil.
Satu-satunya tempat yang ia yakini adalah dapur, bunyi sendok yang beradu dengan bagian dalam gelas terdengar jelas.



"DOR!"



Anehnya, tidak ada pekikan ketakutan di sana yang mana membuat usahanya sia-sia. Jaemin, menatap sang kakak dengan bibir mengerucut.



"Sekali saja, Hyung terkejut."



Bola mata hitam yang tajam bergulir, diam-diam meliriknya sedangkan tangannya masih sibuk mengudak campuran bubuk kopi dengan air hangat.



"Kaget!"



Suara tawa Jaemin terdengar, kedua lengannya memeluk sang kakak dari belakang sedangkan sosok tersebut mengulum senyumnya. Tubuhnya berbalik seraya memberikan gelas tersebut pada sang adik, Hendery tahu kopi adalah kesukaannya.



"Sebentar," ujar Jaemin kemudian berjalan menuju ke lemari es, membuka pintunya dan menunduk pada bagian kotak sayuran, terdengar suara gemerusuk di sana lalu mengangkat sesuatu yang membuat Hendery memekik senang, "Susu pisang untuk Hendery hyung!"


Saling memberikan sesuatu yang disukai adalah ciri khas mereka setiap pagi menjelang. Setelah menghabiskan minuman lagi itu, Jaemin kembali ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap untuk sekolah sedangkan Hendery memilih untuk menonton beberapa channel kartun di televisi.




Rumah yang terdiri dari dua lantai itu tampak suram hanya karena mereka berdua di dalam sana, tak ada pelayan rumah seperti sedia kala saat Nenek ada. Wanita tua yang selalu memberikan kasih sayang serta perhatian layaknya anak sendiri.


Semua berubah ketika ajal menjemputnya, penyakit asma yang diderita beliau merenggutnya dari Hendery si cucu sulung sedangkan Jaemin hanya orang asing yang menjadi bagian keluarga besar dari Huang.



"Hyung, Jaemin berangkat!"


Fokusnya mata pada layar televisi, Hendery tidak berbalik mengantar keberangkatan sang adik. Tangannya hanya melambai terbalik membuat Jaemin menggelengkan kepalanya, ia berjalan mendekati laki-laki yang lebih tua itu kemudian mendaratkan ciuman pada pipi sang kakak.



Jaemin tertawa kecil ketika Hendery menghapus bekas ciuman itu dengan telapak tangannya seraya menggelengkan kepala.





***





Sekolah Menengah Pertama Sam Jeon tampak ramai dengan anak-anak yang menggunakan sepeda maupun berlarian saling mengejar memasuki pekarangan sekolah. Di tingkatan akhir seperti ini, Jaemin berusaha mempertahankan absen supaya selalu menghadiri kelas, walaupun nilai cukup memuastkan tetapi jika selalu absen seperti dua tahun sebelumnya terancam tidak akan lulus.



Akibatnya, beberapa tempat kerja paruh waktunya harus berkurang supaya pembagian waktu sekolah juga tidak terganggu.



Gedung dengan luas sederhana itu adalah satu-satunya tempat yang membuatnya nyaman. Tidak ada yang menyakitinya di sana, tetapi sebagian perasaan juga sakit mengingat sang kakak harus sendirian di rumah dan tidak merasakan bercengkrama dengan teman sebaya.


Dilecto✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang