Sorry for typo(s)
Bangunan dengan dua lantai serta halaman luas itu menyambut kedatangan Jaemin. Tali ransel power rangersnya diremas begitu erat, angin semilir yang begitu khas pedesaan karena berada di tepi kota membantu pernapasannya karena gugup. Dua orang dewasa telah berjalan mendahuluinya, pria yang dipanggilnya Paman Rye membawa satu kardus berisikan pakaiannya.
Pintu berwarna cokelat itu terbuka, manik kecilnya mengedar keliling ruangan. Suara gaduh juga terdengar, mainan yang tercecer di lantai menarik perhatiannya.
"Anak-anak!" seru wanita tersebut.
Dalam hitungan menit, sekitar limabelas anak telah berkumpul di sana. Jaemin bersembunyi di balik kaki Ryeo kemudian, mereka yang ada di hadapannya tampak besar — mungkin sepantara dengan Mark.
"Kalian kedatangan teman baru," mulai Ilona kemudian berbalik, menyunggingkan senyum kala melihat Jaemin tampak malu-malu di sana, seraya mengulurkan tangan.
Kepalanya tertunduk, tetapi Jaemin masih berani untuk mendekati wanita tersebut. Posisinya berada di depan menatap mereka orang asing yang akan berada dalam satu atap untuk waktu yang lama. Jemarinya semakin erat memegang tali ranselnya.
Terlihat sebuah bayangan yang mendekatinya, maniknya bergulir menatap sosok anak perempuan yang mendekatinya, menyunggingkan senyumannya, "'Alo!" tangannya melambai kecil kemudian memberikannya sebuah boneka kelinci berwarna cokelat.
"Namaku Heejin, ayo berteman!"
Baru pertama kali ini, Jaemin ditawarkan sebuah pertemanan oleh orang lain. Biasanya, dia yang akan selalu cerewet pada teman-teman di kelasnya. Tanpa disadari, sudut bibirnya terangkat. Lengannya terulur menerima boneka tersebut.
Anak perempuan itu tertawa kecil — merasa bahagia ada yang menerima pertemanannya.
"Heejin, bisa kau tunjukkan kamar Jaemin?"
Anggukan kepala yang mantap menjadi jawaban, tangan kecilnya terulur mengisyaratkan untuk dipegang. Keduanya berjalan melewati anak-anak yang lain, lantai atas telah dilewati sampai ia menyusuri lorong dan berhenti di sebuah kamar paling ujung.
Pintunya berbunyi saat terbuka, di dalam sana ada dua ranjang. Yang satu tepat di samping jendela sedangkan lainnya menempel pada dinding.
"Tempat tidurmu di dekat jendela, tidak apa-apa?"
Napasnya berhembus lega, senyumnya terukir begitu lebar, tentu saja tidak apa-apa. Menoleh pada anak perempuan itu, Jaemin hanya menganggukkan kepala.
"Ya sudah, Jaemin istirahat dulu. Aku harus membereskan mainan tadi. Nanti kita makan malam bersama, oke?"
Lagi, Jaemin hanya menganggukkan kepala. Heejin kemudian keluar dari kamar, pintunya beruntung ditutup kemudian. Ranselnya diletakkan di bawah ranjang, ia merangkak menaiki kasur yang tidak empuk tersebut. Ada guling yang langsung dipeluk olehnya, duduk mendekat ke jendela.
Terlihat anak-anak yang bermain sepak bola di luar. Rumah ini ramai, tidak ada penolakan kehadirannya di sana, tetapi mengapa hatinya begitu sunyi?
Air mata lolos begitu saja pada pipinya, Jaemin merindukan rengekan Jisung, suara nyaring Haechan, sikap tidak pedulinya Jeno dan baik hatinya Mark saat berbagi ilmu pelajaran.
Yang terutama, sosok Ibu Guru Cantik serta Paman Aktor Tampan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilecto✓
FanficTeruntuk kalian yang pantas dicintai. Termasuk dirimu, Na Jaemin.