Sorry for typo(s)
Satu bulan telah berlalu bagaikan semilir angin yang berhembus, Jaemin perlahan menjadi bagian dari keluarga Lee tanpa mereka sadari. Kebiasaan di pagi hari yang selalu membantu Chae Yong memasak ataupun mengurus Jisung ketika wanita itu tampak sibuk. Pernah juga ia akan menemani Mark belajar dan saling bertukar kalimat bahasa inggris untuk membantu atau Tuan Lee yang selalu menemaninya untuk mengerjakan tugas sekolah.
Persahabatannya dengan Haechan adalah sesuatu yang tak terduga didapatkannya. Tanpa dimintapun senyuman sudah akan terukir pada wajah manis keduanya.
"Dilarang sedih jika ada Haechan di sini, tapi bahuku juga lebar untuk tempatmu bersandar."
Kalimat tersebut selalu menjadi obat kala Jaemin dirundung sedih.
Namun, di dunia memang tidak ada yang sempurna sebaik apapun kau berperan. Selalu ada celah di sana untuk sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
"Jeno, ini tadi —
— tidak usah!"
Bahkan sebelum kakinya menginjak kamar itu jawaban ketus Jeno sudah menghujamnya. Sebuah kotak makan yang berisikan sandwich buatannya bersama Bibi Oh tampaknya tidak menarik bagi putra kedua dari keluarga Lee tersebut.
"Tapi — sebelum menyelesaikan kalimatnya, Jeno telah menyampirkan ransel lalu berjalan melewatinya dengan tak acuh.
Entah sejak kapan hubungan keduanya merenggang seperti ini, Jaemin mencoba mengingat kesalahan apa yang diperbuat sampai Jeno menjauh seperti ini. Semua yang ditawarkan olehnya selalu ditolak mentah-mentah dengan tatapan sengit.
Si kecil Na hanya menghela napas panjang, senyum itu masih terukir untuk mengurangi rasa sakit di sana.
"Haechan pasti suka," gumamnya sambil terkekeh memasukkannya ke dalam ransel diam-diam.
***
"INI ENAAAAK SEKALI!"
Lapangan yang tampak sunyi itu ramai oleh suara melengking dari anak berpipi gembil tersebut, menyantap habis sandwich yang dibawa oleh Jaemin tadi. Tentu saja tanpa menceritakan bahwa itu milik Jeno yang tidak ingin menerimanya.
Hubungan Haechan dengan Jeno pun tidak ada kemajuan. Terkadang, balasan sarkas atau tindakan masa bodoh anak baru itu menyinggung putra kedua Lee. Jaemin tidak tahu harus menyelesaikan bagaimana permasalahan itu. Bahkan keduanya tidak pernah bertegur sapa atau sekedar memanggil nama.
"Ibumu pasti juga bisa membuatnya, jangan berlebihan."
Setelah menelan potongan sandwich itu dengan baik, Haechan sedikit mencondongkan tubuhnya pada Jaemin, "Na, sesuatu yang diberikan sahabat itu rasanya berbeda. Pasti aku istimewa, ya?" tanyanya dengan menaik-turunkan kedua alisnya.
Tingkah itu membuat Jaemin tertawa kecil sampai memalingkan wajahnya, pandangannya kini terpaku ada empat orang anak yang sedang bermain bola di tengah lapangan. Sorakan saat permainan itu terdengar olehnya, bibirnya menyunggingkan senyum kecil, dulu dia bagian dari mereka.
"Sebentar, Na! Aku ingin buang air kecil!" suara Haechan mengalihkannya, ia menoleh kembali sembari menganggukkan kepala tetapi anak itu sudah berlari terbirit-birit memasuki gedung sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilecto✓
FanfictionTeruntuk kalian yang pantas dicintai. Termasuk dirimu, Na Jaemin.