Ch.23: Baik dan Buruk

8.4K 1.4K 140
                                    

Sorry for typo(s)




"Maaf, Bibi. Kami merepotkan."



Decakan halus dari Nyonya Liu itu membantah permintaan maaf Jaemin yang meminta izin untuk bermalam di rumah beliau, di belakang sang suami sedang menyiapkan tempat tidur bagi kakak beradik tersebut.



Pukul sepuluh malam, saat Hachan mengantarkannya pulang. Dilihatnya pintu rumah yang terbuka sedikit menandakan bahwa Pamannya berada di sana. Pemuda berpipi gembil itu sudah menawarkan untuk menginap di rumahnya, tetapi karena jarak rumah yang jauh dengan berat hati Jaemin menolaknya halus dan lebih memilih diantar ke tempat Eun Jo.




"Justru aku bersyukur kau memilih ke sini," seraya mengusap punggung Hendery, wajah lelaki itu tampak mengantuk karena tak pernah berhenti menguap. Wanita itu menoleh ke belakang saat suaminya keluar dari kamar tamu, "Sekarang tidurlah, ayo Hendery," ajaknya seraya menuntun si sulung masuk ke dalam.



Berbeda dengan Jaemin yang masih duduk di kursi dengan sorot mata yang kosong, Eun Jo duduk di hadapannya saja membuat anak itu terlonjak kaget. Senyumnya seperti dipaksakan guna menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja.




"Apa kau tidak lelah hidup seperti ini, Jaemin?"



Kepalanya mendongak di mana Eun Jo mengeluarkan suara, wajah lelaki itu tampak begitu tua jika berada di rumah, tanpa pakaian koki kebanggaannya. Kedua tangannya terlipat di atas dada, memberikan tatapan iba pada remaja di depannya.



Terdengar langkah dari lorong dan bayang-bayang istri beliau berjalan menghampiri mereka dan berdiri di belakang sang suami.




"Kau bisa merubah hidupmu sendiri, lari sejauh mungkin dari mereka yang membuat hidupmu berantakan. Jaemin, kau mempunyai kekuatan, gunakanlah!" ucapan tegas itu membuat Jaemin terdiam.



Sebuah kertas diletakkan di atas meja, tanpa Jaemin membacanya, ia tahu apa isi surat tersebut. Surat penting tersebut memang dipegang oleh pasangan di depannya, sebagai tempat paling nyaman dan dipercayanya.



Surat wasiat dan kuasa atas namanya dan Hendery di sana.



"Hidupmu akan jauh lebih baik jika kau menggunakan kekuatan ini," papar Eun Jo seraya menunjuk kertas di hadapan mereka saat ini.




"Usiaku masih belum genap duapuluh tahun, Paman."



Kali ini, Nyonya Liu yang sudah berdiri di sampingnya. Kedua tangan melingkar pada tubuh Jaemin dan memberi usapan lembut di sana.



"Kau hanya membutuhkan wali atau menunggu Hendery berusia dua puluh tahun nanti."



Helaan napas panjang berhembus dari Jaemin dengan raut wajah yang memelas, seakan otaknya tak pernah berhenti untuk berputar. Segala kemungkinan yang belum terjadi bisa terbayang olehnya, bukannya tidak ingin menjadikan mereka sebagai wali. Hanya saja membayangkan, Paman jahatnya menyerang mereka yang tak tahu apa-apa, pemuda Na itu tidak ingin melibatkan mereka.



"Mungkin menunggu Hendery hyung saja, a-aku tidak ingin kalian terlibat dengannya."



Usapan lembut pada surainya mampir sejenak dengan senyuman Nyonya Liu yang menenangkan, "Tapi, jika terjadi sesuatu. Jangan pernah sungkan untuk datang kepada kami, ya?"




Tidak menjawab, lengan Jaemin melingkar pada tubuh wanita yang sedikit berisi tersebut. Bibirnya melontarkan ucapan terima kasih yang tulus.






Dilecto✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang