Sorry for typo(s)
"Kau berkelahi?"
Pertanyaan dengan diikuti nada dingin itu menghakimi Jeno yang sedang diobati luka pada dahinya tersebut. Sudah sepuluh menit berlalu, tetapi anak kedua dari Chae Yong itu masih tetap bungkam.
Lukanya memang tidak serius, hanya tergores kecil dan memanjang. Sekarang sudah ditutup oleh plester luka berkarakter.
"Jeno, jawab pertanyaan Mama."
Helaan napas berhembus sembari Jeno menyandarkan punggungnya di sofa, wajahnya ditekuk kesal. Mood-nya hancur setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Jaemin telah kembali.
Sepuluh tahun, apakah tidak cukup lama untuk melupakan sosok asing yang hanya tak sengaja dibantu oleh orang tuanya itu? Apalagi melihat sang ibu menangis hanya karena anak itu.
"Jeno —
— tidak, Jeno tidak berkelahi."
Setelah mengucapkan itu, Jeno beranjak dari posisinya seraya menyampirkan ransel begitu kasar dan berjalan memasuki kamar tanpa mengucapkan terima kasih. Rasanya lelah, padahal sekolah tidak terlalu padat jadwalnya. Melihat ranjangnya, pemuda Lee itu menjatuhkan ransel lalu menghempaskan tubuhnya di benda empuk tersebut.
Ingatan masa kecil melintas, rasa iri membutakan perasaannya. Persahabatan yang manis berubah menjadi pahit, yang dulu begitu dekat kini tak saling mengenal.
Kepalanya terangkat kala mendengar pintu terbuka, sosok Jisung dengan guling berkarakter itu memasuki kamar sang kakak.
"Apa yang kau inginkan?"
"Hyung tidak apa-apa?"
Salah satu alisnya terangkat, Jeno mendudukkan diri menatap heran adiknya, tak biasanya si bungsu peduli.
"Siapa kau? Aku tidak mengingatmu."
Bibir Jisung mengerucut dan menyembunyikan wajah mungilnya di balik gulingnya. Bulir air mata terlihat membuat Jeno tertawa terbahak, ia menarik lengan sang adik sampai duduk di atas ranjang membelakanginya.
"Tidak apa-apa, hanya luka kecil," seraya mengusak rambut hitam Jisung.
"Jadi teringat saat Jaemin Hyung datang ke sini, dia juga luka-luka seperti Hyung."
Nama yang disebut membuat bola mata Jeno berotasi, wajahnya berpaling dari sang adik dan melepas pelukannya seketika. Baru saja rasanya senang diperhatikan si bungsu, tetapi orang lain yang pada akhirnya diingat selalu.
"Hyung tidak rindu Jaemin Hyung? Kalian kan sahabat."
"Sudah tidak."
"Kenapa —
— sudah, kembali ke kamar sana! Aku pusing."
Wajah Jisung mengernyit tidak paham, selalu seperti ini jika ia menyebut nama Jaemin di depan sang kakak. Tidak paham atas apa yang terjadi sesungguhnya, sehingga dengan menurut ia keluar dari kamar Jeno.
***
Senyum Jaemin mengembang kecil kala melihat mobil familiar terparkir di gerbang sekolah, kepalanya menggeleng pelan dengan kaki yang masih tetap melangkah. Tubuhnya terhuyung ke depan kala sebuah lengan bergelayut di lehernya dan menampilkan sosok Yangyang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilecto✓
FanfictionTeruntuk kalian yang pantas dicintai. Termasuk dirimu, Na Jaemin.