64. Benar-benar kehilangan

80 6 0
                                    

      Dan lagi, Dara berada di rumah sakit dengan tubuh yang terbaring di ranjang mungil itu. Sudah keberapa kalinya ia berjumpa dengan tempat ini. Bau obat-obatan yang menyengat membuat Dara ingin cepat-cepat pergi dari ruangan ini sekarang.

     Tubuh Dara sangat lemas. Akibat ia telat cuci darah. Apalagi saat tangannya di gores oleh pisau lipatnya sendiri. Membuat keadaan Dara semakin kacau. Fary yang tahu itu pun bingung harus bagaimana melihat Dara yang sepertinya tak ada kekuatan lagi setelah apa yang menimpanya.

     Saat detik itu juga, Dara pun membuka matanya perlahan-lahan. Dara cukup tersontak saat dirinya kembali lagi di tempat ini. Ia tidak suka! Ia tidak suka berada di rumah sakit. Ia bukan gadis lemah yang harus terbaring disini.

      Persetan dengan rasa lemasnya. Dara nekat menarik infusan ditangannya dan beranjak dari ranjang lalu cepat-cepat keluar dari ruangan itu.

     Terlintaslah Fatma di pikiran Dara. Ia mencari bundanya itu. Ia ingin menemuinya sekarang juga. Dara menganggap bahwa kejadian tadi hanya mimpi bukanlah nyata.

       Ia terus berjalan ke lorong rumah sakit itu yang sudah lumayan sepi. Pukul sudah menunjukkan jam satu malam. Tak putus asa, Dara tetap melangkah mencari Fatma.

      Hasilnya pun nihil. Dara tidak menemukan Fatma. Ternyata benar, kejadian tersebut murni nyata bukan mimpi.

      Tangis Dara pecah. Ia terisak. Dara memukul dadanya yang sesak. Ia tidak mau ditinggalkan oleh Fatma. Dara hanya ingin bertemu dengan Fatma dan memeluknya.

     Dara ingat. Bukan hanya Fatma saja yang pergi meninggalkan Dara. Revan, teman-temannya pun juga pergi meninggalkannya.

      Dara semakin terisak dalam tangisannya. Ia tidak percaya atas apa yang menimpanya hari ini. Dara sedih, kecewa, gelisah, marah semua rasa perasaanya bercampuran hingga Dara sendiri pun tidak tahu bagaimana mengaturnya.

      Semuanya tidak ada yang mempercayainya lagi. Kepercayaannya sudah hancur. Dara kecewa dengan semuanya.

     Dan lorong itu menjadi saksi bisu untuk Dara dengan segala kekecewaannya. Ia ingin pergi lalu bangkit,meninggalkan semua beban masalahnya disini. Takdir telah mempermainkannya. Hingga Dara nyaris tidak tahu caranya bahagia tanpa adanya beban yang mengganjal.

       Cukup lama Dara diam dan memandang lantai rumah sakit dengan tatapan kosong. Usai menghebuskan napas perlahan,ia berdiri dengan lulut gemetar. Ia ingin meninggalkan tempat ini lalu pergi ke sesuatu yang membuat dirinya jauh lebih tenang.

       Akhirnya, Dara berdiri dan melangkah gontai di sepanjang lorong rumah sakit. Namun, langkahnya terasa berat. Tetapi Dara tetap memaksakan kakinya untuk terus menjelajah trotoar panjang hingga bagian tubuhnya terasa seperti terlepas dari persendian.

      Dara ingin menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan seluruh hatinya di malam ini. Hanya saja air mata terasa sia-sia jika ia tumpahkan bila penyebabnya yang tidak akan pernah kembali lagi. Dara harus kuat. Seberat apapun cobaan yang dihadapi, tidak akan selesai dengan tangis saja.

      Dara jatuh lemas di rerumputan saat dipertengah langkahnya. Ia tak sanggup lagi berjalan. Juga tak sanggup lagi setiap masalah yang terus menimpanya hampir setiap hari.

       Dara meremas rambutnya lalu teriak sekencang-kencangnya. Mencoba untuk tetap kuat apapun rintangannya.

       Ia menatap bulan dan bintang yang sudah muncul di langit hitam itu. Mencoba untuk tetap kuat layaknya seperti dua ciptaan yang sekarang tengah Dara lihat. Menikmati angin semilir malam dibawahnya bulan dan bintang yang berkedap kedip.

Destiny DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang