Bagian Duapuluh Enam

2.4K 169 9
                                    

Selepas mandi dan mengenakan pakaian, Anugrah segera keluar dari kamarnya. Kamar yang sudah ia tinggalkan. Demi menjemput calon istri.

Senyum Anugrah terbit. Saat melihat seluruh isi rumahnya.

Lelaki itu akhirnya bisa melepaskan rindunya kepada rumahnya beserta isinya. Yang dipenuhi banyak kenangan.

Anugrah dengan rambut yang masih berantakan dan juga belum kering. Berjalan ke arah ruang keluarga. Ia duduk di sofa panjang.

Jemarinya meraih remote tv, lalu telunjuknya menekan tombol berwarna merah.

Yup. Saat ini ia berada di Jogja.
Saat ia diturunkan dan ditinggalkan oleh Azizah. Anugrah mendapatkan telepon dari sang sekretaris. Jika Langit dan Cahaya masuk rumah sakit.

Lantas saja, mendapatkan kabar itu, membuat Anugrah langsung terbang ke Jogja. Tanpa permisi kepada kedua orang tua Azizah.

Ia juga meminta tolong kepada sang sekretaris, untuk mengurus Langit dan Cahaya.

Pukul 22:05 WIB, Anugrah tiba di depan rumahnya. Ia tersenyum miris melihat keadaan rumahnya dari luar, yang begitu sepi tak berpenghuni.

Syukur ia menyatukan kunci rumahnya dengan kunci rumahnya yang berada di Medan. Jadi, ia tak perlu repot-repot ke rumah bi Ijah.

Anugrah lantas membuka pintu rumahnya. Ia melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Matanya berpedar, lalu laki-laki tersenyum. Tak ada yang berubah dari rumahnya. Semuanya masih sama. Tak ada yang berubah.

Namun, apakah hati lelaki itu masih sama? Atau sudah berubah? Hanya dirinya yang tahu.

Dengan tubuh  lelah yang amat luar biasa. Anugrah langsung ke kamar pribadinya. Sesampai di kamarnya. Ia menekan saklar lampunya. Lantas, ia menghirup aroma kamarnya dalam-dalam. Buliran bening, tanpa Anugrah sadari jatuh dari sudut matanya.
Anugrah menghapus air matanya dengan kasar. Ia tekekeh melihat air matanya yang lolos begitu saja.

Gitu aja baper. Batin Anugrah sambil menepuk dadanya.

Ia pun meletakkan tasnya di atas kasur. Dan langsung pergi ke kamar mandi. Lelaki itu lupa untuk mengisi daya ponselnya yang sudah padam.

Hingga akhirnya ia memutuskan duduk di ruang keluarga, menunggu sang sekretaris melaporkan apa yang terjadi.

Yang ditunggu akhirnya tiba. Anugrah membuka pintunya. Dan menyuruhnya untuk masuk. Dan juga menyuruhnya menutup pintu rumahnya. Sedangkan ia berjalan duluan ke arah ruang keluarga.

Anugrah mendaratkan kembali dirinya di sofa panjang. Sedangkan sang sekretaris duduk di sofa single.

"Jadi bagaimana kondisi Cahaya dan Langit?" tanya Anugrah sambil mematikan televisinya. "Oh yah, kalo kamu mau minum kopi buat sendiri yah!" beritahu Anugrah.

"Iya Pak!" sekretaris menjawab dengan patuhnya.

"Kamu gak mau minum kopi?"

"Umm, nanti saja Pak. Setelah saya melaporkan apa yang terjadi," kata si sekretaris.

"Tapi saya mau minum kopi lho!" ungkap Anugrah dengan senyuman manis.

Sang sekretaris hanya menarik napasnya. Ia langsung berdiri.

"Mau ke mana?"

"Mau buat kopi, Pak!"

Bibir Anugrah hanya membentuk huruf o, mendengar ucapan sekretaris.

"Yang ikhlas yah. Biar barokah!" kata Anugrah lagi.

Beberapa menit kemudian, dua cangkir yang berisi kopi hitam berada di atas meja. Asapnya masih mengepul-ngepul di udara.
Setelah meletakkan cangkir berisi kopi, sekretaris Anugrah kembali duduk.

Anugrah Azizah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang