10. Pilihan

5.3K 394 5
                                    

Walau hatinya sedang sakit, Ravin tetap mencoba untuk menjaga Alexa. Gadisnya sedang kedinginan. Ravin membawa tubuh mungil itu ke pangkuannya dan membungkus tubuh Alexa dipelukannya.

"Kenapa lo bisa sebenci itu sama gue?" Ravin sudah siap mendengar alasan yang mungkin bisa menyakiti hatinya.

Tapi jika ia tidak bertanya, hubungan mereka tak akan bisa berjalan baik nantinya. Ia harap, jika ia bisa merubah dirinya setelah mendengar alasan Alexa nanti, gadis itu tidak akan membencinya lagi.

Ravin menatap wajah gadis yang sedang bersandar nyaman sambil menutup mata dalam pelukannya itu. Namun, Ravin tau gadis itu tidak tidur, Alexa masih terlihat gelisah.

"Kepala gue pusing! Ini gara-gara lo! Kenapa lo gak bisa pergi dari pikiran gue, sih?! Gue benci lo, Vin," lirihnya.

Dan lagi, Ravin dibuat mematung. Alexa ini benar-benar sudah membuatnya hampir gila, untuk yang kesekian kalinya ia kembali merasa takut. Takut ditinggalkan oleh kekasihnya ini.

Hanya karena masalah sepele Alexa malah membuatnya hampir mati. Namun, disisi lain dirinya merasa bahagia. Ternyata gadis itu selalu memikirkannya juga.

Inilah keuntungan menemani orang yang sedang mabuk. Mereka akan dengan mudah mengatakan isi hatinya tanpa perlu ditanyakan lagi.

Ravin tertawa pelan. Hampir saja ia putus asa. Ternyata hanya karena ia selalu berada dipikiran Alexa, gadis itu membencinya?

Cowok itu semakin mengeratkan pelukannya. Ia menenggelamkan wajahnya di pipi Alexa. Mengecup gadis itu dengan sayang.

"Kita pulang," ucap Ravin kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

Ke Apartemen Ravindra.

***
Bulu mata lentik itu bergerak hingga terbuka sempurna akibat sinar matahari yang menyelinap masuk melalui jendela.

Ia terdiam sejenak, mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya. Pandangannya kemudian tertuju pada cowok yang berdiri di antara silaunya sinar matahari yang masuk melalui jendela.

"Bangun, Del. Sarapan dulu. Perut lo udah kosong dari semalam."

Alexa tau itu Ravin. Sebab ia kenal kamar ini. Jika ia sedang tak ingin di rumah, pasti Alexa akan memilih menginap di sini.

"Siapa yang gantiin baju gue?" tanya Alexa. Karena seingatnya, semalam ia tidak memakai baju ini.

"Ya gue, lah. Emang yang tinggal di sini siapa lagi selain gue?!" Jawab Ravin enteng.

Alexa segera bangun dan berlari menuju cermin besar di dekat jendela. Matanya dengan teliti memperhatikan setiap bagian dari tubuhnya.

"Masih aman. Belum gue apa-apain," jawab Ravin sebal.

Alexa selalu curiga seperti itu padanya.

Gadis itu menghela nafas lega. Mereka memang sering tidur bersama, tapi tak sampai melakukan apapun. Namun, ini pertama kali Ravin yang mengganti bajunya.

Itulah kenapa ia harus waspada jika terjadi sesuatu padanya. Bisa saja cowok itu tak bisa menahan sesuatu dan berakhir menjadi hal yang tidak diinginkan.

"Gak usah kebanyakan mikir. Makan yuk, udah laper nih." Ravin merangkul leher Alexa, membawa gadis itu keluar kamar menuju meja makan.

"Lo yang masak?" tanya Alexa.

Setelah duduk dengan rapi di sana, Alexa langsung mencoba satu persatu hidangan yang tersedia. Ternyata semuanya enak, membuat perutnya meronta ingin segera diisi.

"Bukan, gue suruh orang rumah yang anterin makanan," jawab Ravin.

Alexa mendengus, ia pikir Ravin yang memasak. Ravin memang bisa memasak, itulah kenapa Alexa bertanya pada cowok itu.

"Pak Jos, apa kabar?" tanya Alexa sambil menikmati makanannya.

"Baik. Ehh, kapan-kapan ketemu bokap gue, yuk? Masa udah lama pacaran tapi belum dikenalin sama mertua," ajak Ravin dengan gaya tengilnya.

"Ogah! Bokap lo galak! Males banget," tolak Alexa.

"Yaelah, Del. Masih galakan lo kali!" ucap Ravin. "Kalian tuh gak jauh beda, sama-sama galak, tukang hujat, cuek juga. Kenapa hidup gu- "

Cup

"Yang jelas bokap lo gak gini, kan?" tanya Alexa setelah berhasil membuat seorang Ravindra terdiam karena kecupan singkat yang ia berikan di bibirnya.

Ravin mengangguk pelan, masih terlalu shock dengan apa yang baru saja dilakukan kekasihnya itu. Sejak mereka berpacaran, memang baru kali ini Alexa yang menciumnya terlebih dahulu.

Biasanya ialah yang mencuri kesempatan. Bahkan memeluk gadis itu saja perlu mental yang kuat untuk mendengar cacian bahkan hinaan kekasihnya.

"Kenapa? Lagi?" tanya Alexa pada Ravin yang masih terdiam kaku.

Cowok itu menoleh menatap Alexa dengan mata berbinar. "Emang boleh?"

Alexa tersenyum paksa. "Boleh!"

Bughh.

Arghh.

"Ciuman dari tangan gue," ucapnya sambil mengusap kepalan tangan yang baru saja mengenai wajah Ravin.

Cowok itu hanya bisa meringis pelan seraya mengusap sudut bibirnya yang terasa ngilu. "Tega banget sama pacar sendiri, Del."

"Itu bagus buat cowok mesum kaya lo!"

"Awas lo ya, gak gue antar pulang ntar!" dusta Ravin.

"Silahkan aja! Gue masih punya Kelvin dan Kevin yang pastinya bisa bawa gue pergi dari manusia biadab semacam lo!"

"Ya ampun, Del. Sehari gak ngatain pacar sendiri, emang susah banget ya?"

Alexa mengangguk mantap. "Susah banget, sumpah!" ucapnya meyakinkan.

Ravin memasang wajah cemberutnya. Ia tau kekasihnya itu hanya bercanda, tapi tetap saja ia ingin memperlihatkan sisi lain dari dirinya kepada Alexa.

Sebab, yang orang-orang tau. Ravin adalah orang baik yang murah senyum dan ramah. Tapi pastinya Ravin tak akan selalu seperti itu, akan ada saatnya ia akan merasa sedih, galau, dan kekanak-kanakan sekalipun.

Semua itu, hanya ia tunjukkan pada Alexa. Bahkan Rachel yang merupakan pacar pertamanya saja tidak tau itu. Hanya Alexa, yang mengetahui semua tentang dirinya.

"Vin," panggil Alexa pada kekasihnya yang masih setia dengan gaya duck face-nya.

"Hmm," gumam cowok itu sebagai balasan.

"Kalau misalkan disuruh milih, lo bakal pilih siapa. Keluarga lo atau gue?" tanya Alexa.

"Ya jelas keluarga gue, lah! Emang kenapa sih, Del? Kok nanyanya gitu?" tanya Ravin penasaran.

Alexa tersenyum miris mendengar jawaban Ravin. "Dan kalau misalnya yang nyakitin gue itu ada di salah satu dari keluarga lo. Apa lo tetap milih bela mereka?"

"Gue yang akan lindungi lo dari mereka!"

"Gimana kalau ternyata gue yang salah?" tanya gadis itu lagi.

Ravin mengernyit bingung. "Ini pertanyaan macam apa, sih? Ya jelas gue milih jalan tengahnya lah. Semua masalah pasti ada solusinya. Lo punya masalah, ya? Sini cerita, gue siap dengerin cerita lo, dan mungkin aja gue bisa bantu."

Alexa tersenyum menopang dagunya. "Gue punya dendam sama seseorang. Dan resiko dari dendam itu adalah kehilangan orang-orang terdekat gue. Kalau gue milih untuk memaafkan dan melupakan semua dendam yang ada. Itu sama aja dengan membunuh gue secara perlahan-lahan." Jelas Alexa.

Bibirnya ia dekatkan ke telinga Ravin, membisikkan sesuatu yang membuat Ravin terdiam mematung seketika.

"Orang yang gue maksud itu adalah ... Joshua Michael!!"

"Bokap lo sendiri!"

Jangan lupa tekan 🌟 diujung kiri bawah.
Komen juga kalau suka😉
Thanks

13 Oktober 2019

Bad Girl (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang