Alexa kini berada di perusahaannya. Niatnya membolos hanya untuk merecoki Damian yang sedang bekerja. Membayangkannya saja sudah membuat Alexa tersenyum senang.
Namun, saat ingin masuk langkahnya langsung dihadang oleh seorang bodyguard yang memang sengaja ia tugaskan untuk berjaga-jaga di depan pintu masuk.
"Maaf Nona, jika tidak berkepentingan Anda dilarang masuk."
Ucapan bodyguard itu membuat Alexa memutar bola matanya malas. "Kalau gak ada yang penting gue juga gak akan mau ke sini!" bohong Alexa, padahal tujuannya memang tidak penting sama sekali.
Bodyguard itu menatapnya curiga kemudian mengangguk. "Baiklah, mari saya antar Anda ke resepsionis."
Alexa hanya mendengus kesal. Jika saja tadi ia pulang dulu dan berganti pakaian, mungkin kejadiannya tak akan seperti ini. Ia bagai orang asing yang tidak dikenal. Sebab Alexa masih memakai seragam sekolah.
Sampai di resepsionis, bodyguard itu meninggalkannya. Alexa pun memilih menjadi diri sendiri hari ini.
Jika biasanya ia kesini memakai pakaian formal dan dihormati sebagai pemimpin. Kali ini ia akan menjadi Alexa yang sesungguhnya.
"Gue mau ketemu Damian. Dia ada, kan?" tanyanya tanpa sopan.
Perempuan di balik meja resepsionis itu mendelik tak suka. "Damian siapa yang kamu maksud, anak kecil?!" tersirat nada menyindir di akhir ucapannya.
"Tentu saja Damian Markenzie, Tante tua!" Bukan Alexa namanya jika ia tidak bisa membalas sindiran itu. Ia berjanji akan memecat perempuan ini setelah bertemu Damian nanti.
Wanita itu tersenyum paksa. "Maaf, tapi beliau sedang sibuk dan tidak bisa diganggu!"
Alexa tersenyum sinis. "Hubungi dia dan bilang kalau Alexa mau ketemu!"
"Memangnya siapa kamu?! Berani sekali memerintahku. Sudah kukatakan Tuan Damian sedang sibuk dan tidak bisa diganggu, apa kamu tuli?!" tolak resepsionis itu mentah-mentah.
Alexa menaikkan sebelah alisnya memandang remeh. "Gue pemilik perusahaan ini."
Wanita resepsionis itu tertawa keras hingga membuat beberapa karyawan memusatkan perhatian pada mereka. "Kamu sedang bermimpi, anak kecil? Jangan mempermalukan dirimu sendiri di sini. Aku tau kamu ingin kaya tapi bukan begini caranya. Itu miris sekali!"
"Hubungi saja Damian, sialan. Gue gak punya banyak waktu buat dengar ocehan gak bermutu dari lo! Dan jangan lupa ingatkan gue untuk bilang ke Damian supaya pecat Lo sekarang juga!" geram Alexa. Benar-benar buang waktu meladeni wanita ini.
"Ohh sekarang aku tau, apa kau simpanan Tuan Damian? Aku tak menyangka remaja sepertimu sudah menjadi seorang jalang!"
"Brengsek!"
Tanpa ragu Alexa menarik kencang rambut terurai wanita itu tanpa peduli teriakan karyawan yang menyuruhnya berhenti. Ia malah mengencangkan tarikannya hingga beberapa helai rambut ikut di tangannya.
Wanita itu berteriak sakit dan meminta bodyguard tadi untuk mengusir Alexa keluar. Namun, sebelum itu terjadi Damian lebih dulu datang menghentikan kekacauan.
"BERHENTI! Apa-apaan ini?"
Semua terdiam kecuali Alexa. Sebelum menghentikan aksinya, ia mendorong kepala wanita itu hingga tersungkur ke bawah. Kemudian ia merapikan penampilannya dan menatap Damian datar seolah tidak terjadi apa-apa.
Damian menghela nafas panjang. Ia menunjuk Alexa. "Kau gadis nakal, ikut keruangan ku," perintah Damian.
Alexa berjalan mendekati Damian dengan dagu terangkat, tepat di samping pria itu ia berbisik dengan tajam, "Pecat dia!" Kemudian pergi ke ruangan Damian lebih dahulu.
Pria dewasa itu pun menunjuk wanita resepsionis tadi. "Dan kau dipecat! Ikut ke ruangan ku untuk mengambil pesangon mu!"
Wanita resepsionis itu hanya menunduk membuntuti Damian. Sungguh ia benar-benar malu akibat ulah gadis bar-bar itu.
Sampai di ruangan Damian, Alexa terlihat tengah duduk santai di sofa sambil mengunyah permen karetnya. Ia menatap penampilan resepsionis itu dengan pandangan remeh. Yang ditatap pun merasa, ia kemudian membalas Alexa dengan tatapan sinis nya.
"Mau apa dia ke sini?" tanyanya pada Damian.
"Mengambil pesangon," jawab Damian kemudian duduk di kursi kebesarannya. Ia membuka laci dan mengeluarkan amplop coklat dari sana.
"Untuk apa? Gue yakin uangnya banyak karena dia one night stand!" tutur Alexa.
Perkataan gadis itu membuat si wanita resepsionis menatapnya garang.
"Alexa," tegur Damian. Gadis itu memang tidak bisa mengontrol mulutnya.
"Apa? Gue gak salah, kan?" Gadis itu sekarang malah bertanya pada si wanita resepsionis yang emosinya sudah berada di ujung rambut.
Memang saat pertama bertemu tadi, ia seperti pernah melihat wanita itu. Dan ternyata ia ingat, mereka pernah bertemu di sebuah club saat ia meminta Ravin menemaninya minum.
Wanita itu sempat menggoda Ravin. Untung saja cowok itu tak suka dengan tante-tante.
"Pergilah," usir Damian. Ia tidak mau terjadi kekacauan di dalam ruangannya.
"Ya, lebih cepat lebih baik," sambung Alexa. "Mungkin nanti malam gue bakal berkunjung ke tempat asal lo. Tunggu kedatanganku, Tante!" ucapnya mengejek.
Wanita itu hanya menggeram menahan amarah kemudian keluar dengan perasaan dongkol.
"Sudah, Alexa." Damian benar-benar dibuat pusing oleh gadis itu. Sekarang di mana ia harus mencari resepsionis pengganti.
"Apa? Aku gak salah, tuh!" belanya masih asik mengunyah permen karet yang kesekian.
Damian menghela nafas berat. "Di mana kita harus mencari resepsionis pengganti."
Dengan seenaknya Alexa mengangkat kakinya ke atas meja. "Tenang, aku punya banyak teman miskin. Mereka pasti mau kerja di sini," ucapnya enteng.
Karena perusahaan ini memang milik gadis itu. Mau tak mau Damian akhirnya setuju. Ia tau Alexa ini sebenarnya baik, hanya saja cara menyampaikannya yang salah. Ia tak ingin dilihat benar-benar baik oleh orang-orang.
"Apa rencanamu selanjutnya?" tanya Damian yang masih fokus pada laptopnya.
"Buat dia bangkrut! Setelah dia bangkrut, baru permainan yang sebenarnya akan dimulai," ucap gadis itu kejam.
"Apa kamu yakin? Aku gak mau ada penyesalan nantinya," ucap Damian pelan. Ia hanya ingin yang terbaik untuk Alexa.
"Sangat yakin!"
"Bagaimana cara membuat dia bangkrut?" tanya Damian. Ia cukup penasaran dengan rencana gadis licik itu.
"Ini tugasmu." Senyum sinis langsung terukir di wajahnya saat membayangkan rencana yang telah ia siapkan.
"Tugasku? Apa?"
Alexa berdiri, berjalan menghampiri Damian kemudian memeluk pria itu dari belakang. Kepalanya miring membisikkan sesuatu di telinga pria dewasa itu.
Damian mendengarnya dengan seksama. Sempat ia mengerut tak terima sebelum akhirnya ia ikut tersenyum sinis. Ia akui gadis itu cukup cerdik. Tak akan ada yang bisa menyangkal hal ini.
"Gimana? Jika berhasil aku bisa membuatmu segera menjadi pemilik perusahaan," tawar Alexa.
Damian tersenyum miring. "Tentu saja."
"Oke kalau gitu, aku mau pulang. Ternyata di sini gak menyenangkan seperti yang ku kira."
Alexa berjalan pergi, meraih tasnya yang berada di sofa kemudian berlalu setelah tersenyum sekilas pada Damian.
Pria itu menatap kepergian Alexa dengan pandangan yang sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikirannya, ia tertawa remeh.
Mencurigakan.
✏️✏️✏️
Jangan lupa vote & komen😉
Tunggu nextnya Selasa depan
Thanks😙7 Januari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl (Selesai)
AcakHighest rank : #761 of 145k in teenfict [16/01/2021] #192 of 20,5k in bad girl [19/04/20] #178 of 36,6k in Indonesia [25/01/2021] #101 of 14,3k in couple [16/1/2021] Ini cerita tentang Alexa dan kehidupannya. Bagaimana Ravin, sang kekasih begitu men...