20. Tamat

4.6K 329 6
                                    

Happy Reading;)

***

Ravin terbangun dengan kepala yang cukup pening. Sudah ia duga ini akan terjadi, dirinya minum terlalu banyak semalam.

Cowok itu mengerut bingung saat merasa tangannya tengah memeluk seseorang. Ia pun membalik tubuh yang membelakanginya itu dengan perlahan.

Ravin bernafas lega saat tau itu Alexa. Tangannya semakin memeluk erat tubuh kekasihnya. Kapan lagi ia bisa seperti ini.

Matanya memandangi wajah polos itu. Menelusuri setiap lekuk wajah favoritnya. Ravin tak akan pernah bisa bosan menatap wajah manis Alexa.

Tapi tak sengaja matanya menatap tanda merah di leher kekasihnya. Kulit pucat gadis itu membuat tanda merahnya semakin kontras terlihat.

Ravin bangun dengan cepat, ia baru sadar jika bajunya sudah tak melekat ditubuhnya lagi. Kemudian ia menyibak selimut Alexa, menatap terkejut leher hingga dada atas gadis itu yang dipenuhi bercak merah.

Apa itu ulahnya? Semoga mereka tak melakukannya terlalu jauh. Jujur ia tak mengingat apapun tentang kejadian semalam.

"Del," ucap Ravin menepuk pelan pipi gadis itu.

Alexa hanya bergumam malas enggan membuka mata. Membuat Ravin harus berusaha lebih keras lagi di tengah kepanikannya membangunkan gadis itu.

"Del, bangun dulu. Ini penting!"

"Apa! Ganggu aja, deh!" kesal Alexa, ia bangun dengan keadaan yang masih setengah sadar.

"Kita ngapain semalam? Kenapa leher lo merah-merah, Del?" tanya cowok itu dengan panik.

Alexa memaksa membuka matanya. Ia kemudian berjalan ke arah cermin besar di kamar itu. Seketika matanya membulat melihat penampakan lehernya.

"Ravin sialan! Ini semua gara-gara Lo!"

Alexa berbalik, berjalan cepat ke arah Ravin kemudian menjambak rambut cowok itu dengan beringas.

"Arrgghh, aduh duhh ampun, Del!" Sungguh rambutnya seakan ingin lepas dari tempatnya. "Sumpah gue gak ingat apa-apa semalam!" jujurnya.

Tangan Alexa terlepas, matanya masih saja menatap benci kekasihnya. "Makanya gak usah sok mabuk segala! Gue juga kan yang repot!"

"Yaudah, maaf karena ngerepotin." Tangan Ravin masih setia mengusap pelan rambutnya yang masih terasa perih. "Lagian kenapa leher lo bisa gitu, sih? Emang semalam kita ngelakuin itu, ya?"

Alexa memutar bola matanya malas. "Gak usah mimpi! Gue gak akan kasih ke lo secara cuma-cuma, harus ada imbalannya!" jawab Alexa.

"Apa?" Tanyanya dengan polos.

"Nyawa!" Jawabnya bengis.

Ravin bergidik ngeri. Kepalanya kemudian menggeleng dengan cepat. "Kalo gitu gak jadi, deh. Tapi beneran itu merah-merah karena gue?" Lagi-lagi Ravin mempertahankan hal bodoh.

"Ya iyalah brengsek! Emang siapa lagi! Setan?!" Geram Alexa.

Gadis itu sudah siap ingin menyerang Ravin lagi, untung saja kekasihnya itu dengan cepat berlalu ke kamar mandi.

Alexa bisa mendengar Ravin menghela nafas kecewa dari dalam sana.

"Coba aja semalam gue ngelakuinnya pas lagi sadar, pasti momen itu gak akan terlupakan," sesal Ravin pada dirinya sendiri.

"GUE DENGAR SIALAN!"

***
Hari ini Alexa memilih tak masuk sekolah, selain karena malas ia juga tak mau orang-orang menatapnya curiga akibat tanda merah di lehernya.

Bad Girl (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang