22. Mati

4.8K 364 11
                                    

Suasana kantin yang ramai sama sekali tak berpengaruh pada keheningan yang terjadi di antara penghuni meja terujung. Di sana Alexa, Ravin, serta Kevin dan Kelvin sama-sama tak membuka obrolan.

Bahkan Alexa yang biasanya akan memesan makanan dengan kalap kini hanya diam memandang teman-temannya.

Semua berawal dari Ravin. Sejak mereka berkumpul di meja ini, cowok itu tak pernah mengeluarkan suaranya. Ia hanya melamun dan menghela nafas berat berkali-kali.

Alexa berdehem sebentar, untuk menghilangkan keheningan. "Vin? Lo gak apa-apa?"

Pertanyaan Alexa benar-benar tak didengarkan oleh Ravin. Kekasihnya itu masih saja diam menatap kosong ke depan.

"Tadi gue liat Joshua keluar dari ruang kepala sekolah. Dia ngapain?" tanya Alexa lagi.

Gadis itu memang tak pernah berlaku sopan pada orang tua Ravin terutama Ayahnya. Setiap menyebut nama Ayah dari Ravin, Alexa tak pernah menggunakan embel-embel 'Om' atau sebutan sopan lainnya.

Ia memang seperti itu.

Mendengar pertanyaan kekasihnya, akhirnya Ravin pun memusatkan pandangannya pada gadis itu. "Lo liat?"

Dan ini untuk pertama kalinya Ravin membuka suara. Si kembar bernafas lega, mereka fikir Ravin bisu.

"Tumben?" Kelvin kini ikut mempertanyakan kedatangan Ayah Ravin. Biasanya Ayah dari sahabatnya itu sangat sulit untuk meninggalkan pekerjaannya yang selalu saja penting.

"Vin, gimana kalau misalnya gue minta ... putus," ucap Alexa ragu. Apa ini waktu yang tepat?

Seketika Alexa merasa aura cowok itu berbeda. Ia tau Ravin tengah menahan sesuatu yang akan meledak dari dalam dirinya.

"Kenapa? Liat Ravin kaya gini harusnya Lo hibur dia!" Itu suara Kevin. Kembaran dari Kelvin itu memang sudah tau cerita Ravin.

Melihat saudaranya yang ikut tersulut emosi membuat Kelvin menghela nafasnya panjang. Mencoba untuk memahami situasi yang ada. "Ravin lagi punya masalah?"

Alexa mendengus kemudian berdiri. "Sorry, tapi ini keputusan terbaik gue!"

Gadis itu baru saja ingin melangkah pergi. Namun, saat Ravin bersuara, langkahnya seketika terhenti.

"Lo dengar semuanya?! Lo menguping, Del! Lo tau keluarga gue udah bangkrut! Karena itu, kan?!" tanyanya sedih.

Gadis itu tersenyum miring. Memang benar ia menguping, memang benar ia mendengar semua percakapan mereka, dan memang benar Alexa tau jika keluarga Ravin bangkrut. Tentu saja, ialah dalang di balik semuanya.

Alexa berbalik, matanya menatap Ravindra yang kini tengah berdiri memandangnya dengan perasaan aneh. Cowok itu ingin marah, ia kecewa dan sakit.

"Iya, gue tau! Karena itu juga gue mau kita berakhir. Gak ada gunanya lagi gue bertahan! Lo udah gak punya apa-apa, Vin. Hidup Lo sekarang udah benar-benar ada di bawah gue! Lo miskin!" jelas Alexa.

Cukup kejam hingga membuat Kevin dan Kelvin memandang tak percaya padanya. Mereka pikir Alexa berbeda, mereka kira Alexa tak materialistis seperti gadis kebanyakan. Ternyata mereka salah.

Tak hanya Kevin dan Kelvin. Beberapa murid pun kini telah berbisik-bisik, bertanya-tanya apa sebenarnya hubungan mereka setelah mendengar ucapan Alexa.

Dan lagi, fakta bahwa keluarga Michael mengalami kebangkrutan pun tak terelakkan. Pasalnya, yang menjadi donatur di sekolah elite ini adalah keluarga Michael yang sering di puja karena kekayaan serta keharmonisan keluarganya yang kini sekarang telah bangkrut. Benar-benar mengejutkan.

Ravin tak menyangka. Gadis itu benar-benar bukan Alexa yang ia kenal. Hidupnya kini sudah benar-benar hancur. Kekasihnya lah satu-satunya harapan untuk membantu dirinya bangkit dari keterpurukan ini. Tapi gadis itu juga yang malah menambah beban pada dirinya.

"Del- "

"Stop panggil gue dengan sebutan itu! Hubungan kita sudah berakhir dan Lo sekarang bukan siapa-siapa gue lagi!"

Alexa mengeluarkan uang seratus ribu sebanyak lima lembar kemudian meletakkannya di atas meja. Ia berbisik melanjutkan ucapannya pada mantan kekasihnya itu. "Ingat, Vin! Kasta Lo sekarang jauh di bawah kaki gue!"

Alexa tersenyum sinis, membelai wajah Ravin dengan lembut. "Karena gue tau Lo lagi gak punya uang untuk makan. Kali ini gue yang bayarin!"

"Selamat menikmati hari baru dan kehidupan yang baru!" Lanjutnya kemudian pergi dari hadapan Cowok itu.

"ALEXA!!"

***
Bel pulang berbunyi. Alexa tadi memang sengaja duduk di sebelah murid nerd yang selalu ia perintahkan untuk mengerjakan tugas sekolahnya.

Sebelum gadis nerd itu meninggalkan tempatnya, Alexa segera menahan lengan murid itu agar tak jadi pergi.

"Gue punya kerjaan buat Lo! Mau gak? Gajinya lumayan, bisa buat memenuhi kebutuhan lo selama sekolah. Tempat tinggal juga udah di jamin sama bosnya, gimana? Tertarik gak?" tawar Alexa.

Ia tau kehidupan gadis itu. Pernah mereka mengerjakan tugas kelompok di rumah sederhana yang cocok di sebut gubuk milik gadis nerd itu. Jujur ia merasa risih, tak ada perabotan apa-apa di sana kecuali satu meja dan kursi.

"Gimana? Sekalian ajak teman Lo yang kelewat cupu itu! Siapa namanya? Alicia, ya?" ucap Alexa lagi sembari mengingat nama gadis yang pernah ia suruh untuk memberikan bingkisan untuk Stella.

Gadis nerd itu terdiam sebentar. Menimang tawaran Alexa yang cukup menggiurkan. Dan juga sedikit bingung, kenapa Alexa tak menawarkan itu pada Ravin yang jelas-jelas pasti lebih membutuhkan pekerjaan ini.

"Gak usah kelamaan mikir! Gue udah merekomendasikan kalian berdua di sana. Cukup datang ke alamat ini dan kalian pasti di terima," jelas Alexa menyodorkan sebuah alamat pada gadis itu.

Dengan ragu ia meraihnya. Kemudian takut-takut bertanya, "tapi kenapa segampang itu? Aku belum lulus sekolah, Alexa."

Alexa memutar bola matanya malas. "Datang aja, kalo sampai terjadi apa-apa sama kalian. Cukup hubungi gue!"

Setelah meyakinkan gadis nerd itu, Alexa pun pergi meninggalkan kelas menuju gerbang sekolah. Tepat saat ia sampai di sana, ternyata Damian sudah datang menjemput.

Dan entah kebetulan atau keberuntungan. Di sana, tepat di halte tak jauh dari mobil Damian. Ravin berdiri, bersama dengan Kevin dan Kelvin serta Rachella.

Mereka menatap ke arahnya, Alexa memilih tak peduli dan kembali melangkah menghampiri Damian. Memeluk leher pria itu dan meninggalkan kecupan hangat di pipinya.

Damian yang mengerti maksud Alexa, akhirnya ikut merengkuh erat pinggang kecil gadis itu. Mengecup kening Alexa kemudian mengajaknya untuk pulang.

Tanpa tau, ada hati yang hancur.

Ravin mengepalkan kedua tangannya. Menatap penuh kecewa pada gadis yang selama ini benar-benar ia cinta, kini tak lagi menganggapnya.

Mata tajam itu akhirnya meneteskan cairan bening.

Bukti dari perasaannya yang kini telah mati.

Jangan lupa votmen 🌟
Komen kalau suka😁
Sider dosa loh😉

Ternyata targetnya ketinggian 😂
Yaudah aku turunin jadi 20 vote. Aku tunggu sampai Selasa depan ya, semoga bisa tercapai dan aku langsung double update 😊

Makasih yg sudah votmen😙

Salam sayang dari
Ravin dan Alexa❤️

Bad Girl (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang